Categories
Uncategorized

Nasib Perempuan Di Antara Harta dan Kelamin

Perempuan dan kelamin. Dua kata yang menohok. Pagi
yang sedang menanjak, saya dan beberapa teman duduk di sebuah warung kopi. Ngobrol
ini dan itu sambil menunggu waktu berlalu. Pukul delapan tepat nanti, kami akan
bergerilya dengan urusan pekerjaan masing-masing.

Gambar ilustrasi.

Di antara kami bersepuluh,
tiga yang belum berkeluarga, termasuk saya. Sedikit sensitif bicara soal ini,
karena
mahar
di Aceh tak cukup seperangkat alat salat saja. 



Tiga yang lajang ini, duanya
perempuan, seorang sudah bertunangan dan seorang lagi sedang menunggu burung
terbang pulang ke sangkar dari perjalanan jauh. Dari sepuluh ini, tiga adalah
laki-laki, dua bapak-bapak yang ngomongnya selalu menjurus ke hal-hal
pembicaraan “tengah malam” dan enakin badan.

Obrolan
pertama tentu saja tentang kami bertiga yang belum mempunyai pasangan. Aksi jodoh-menjodohkan
itu dimulai sampai tak tentu arah pembicaraannya. Satu persoalan muncul, belum
terselesaikan langsung lari ke persoalan yang lain, namun temanya tetap kawin!
Saya
jadi ingat film Indonesia Kapan Kawin? yang diperankan oleh Reza
Rahardian dan Adinia Wirasti. Sebuah film yang menarik dan nendang banget
apalagi ketika urusan pernikahan ditanya terus-menerus.
Soal
nikah ini pula, pembicaraannya tak jauh-jauh dari tampang anak manusia. Ada yang
nyelutuk “cari pasangan itu yang bisa dibawa pesta!” artinya ganteng
atau cantik



Lumrah memang; manusiawi jika ingin
merasakan hal ini. Pasangan yang ganteng selain enak dibawa ke mana-mana juga
enak dipandang walaupun baru bangun tidur. Pasangan yang cantik, sedang masak
pun rasanya tetap wangi dan memesona.


“Perempuan
itu kan cuma cari harta dan kelamin!”
Jujur. Perkataan ini
keluar dari seorang di antara kami. Orang yang mengeluarkan stegmen ini
adalah perempuan pula. Sedikit terkejut namun sekonyong-konyong membenarkan. Perempuan
yang lebih tua dari saya dan kami semua di pagi itu tidak merasa bersalah
setelah mengeluarkan unek-uneknya. Alasannya?
“Perempuan
mana yang tak suka berdandan? Perempuan mana yang tak mau berhubungan badan?” sebuah
tanya yang kami semua tidak menjawabnya.
“Perempuan
itu mencari laki-laki yang mapan karena hidupnya tak mau sengsara. Perempuan itu
sukanya sama “kelamin” karena itu kebutuhan biologis. 



Mau ganteng atau tidak
kalau tidak bisa memuaskan pasangannya sama saja bohong. Untuk apa pula ganteng
tetapi tidak ada uang, nanti istrinya pula yang pontang-panting cari uang
menghidupinya dan keluarga…”
Saya
tidak mau ambil bagian dari persoalan ini. Sepanjang hari, saya merenung banyak
hal. Kadang membenarkan pembicaraan kami di pagi itu. 



Saya menyelami hari,
melihat situasi, melihat orang-orang, pasangan suami istri; ada yang
suaminya biasa saja namun istrinya cantik sekali, kelebihannya suaminya kaya. Ada
istrinya biasa saja namun suaminya ganteng sekali, entah apa persoalan yang
mereka kagumi.
Benar
kiranya apabila perempuan berada di antara harta dan kelamin. Laki-laki yang
berharta – kaya – tentu saja akan membahagiakan istrinya dalam hal materi. 



Semua
kehidupan tersokong, urusan seks – maaf – pun tercukupi. Toh, kehidupan
bukan semata pada hari itu saja, bukan juga membanggakan cinta saja, bukan pula
melihat fisik semata.
Terkadang,
ada persoalan yang membuat seseorang jatuh cinta pada orang lain. Kisah rumit
yang terjadi di lingkungan kita sendiri. Setiap pasangan saling melengkapi satu
sama lain, urusan batin dan lahir. 



Walaupun anggapan teman saya mengenai ini ada
benarnya namun urusan perempuan tidak serta merta “murahan”. Bagi saya,
perempuan selalu berada di atas tempat tertinggi karena entahlah. Saya
bingung menjabarkannya. 
Anda,
tinggal pilih yang mana? 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *