Sebelumnya,
saya patut berterima kasih kepada PLN yang sudah setia melayani masyarakat
hingga kini. PLN memiliki jasa tak ternilai dalam menerangi seluruh jagad
pertiwi. Walaupun sering kali kita merasa kesal ketika terjadi pemadaman
listrik bergilir tetapi PLN sudah memberikan yang terbaik.
Pemadaman yang
sering terjadi merupakan suatu kewajaran, berbagai alasan yang diutarakan PLN
cukup bisa diterima. Dan apa yang kita nikmati belum sebanding dengan masa-masa
pemadaman tersebut. Lebih kurang, kita memakai jasa PLN hampir 24 jam dalam
sehari. Sebut saja peralatan rumah tangga, smartphone, notebook
dan lain-lain, semuanya dibantu oleh aliran listrik supaya dapat menyala.
Di
saat kita berkeluh-kesah hidup dalam gelap sesaat, kita bahkan lupa sebagian
dari masyarakat Indonesia masih berada di dalam kegelapan sebenarnya. Di saat kita
menikmati tayangan televisi pada malam hari di bawah lampu temaram, sebagian
dari kita sedang makan malam ditemani lampu teplok. Saya tidak memungkiri, di
daerah saya sendiri masih terdapat masyarakat yang belum bisa menikmati
terangnya rumah mereka di malam hari.
|
Listrik untuk semua. |
***
Saya
mengenal Maimunah, seorang janda di Kecamatan Samatiga, Kabupaten Aceh Barat.
Maimunah merupakan janda ditinggal mati suami dan hidup bersama seorang cucu piatu
dan tiga anak laki-laki. Cucu Maimunah berusia empat tahun dan dilupakan ayah
kandungnya. Ketiga anak Maimunah sudah beranjak dewasa namun belum memiliki
pekerjaan selain bertani di sawah milik kerabat mereka.
Tinggal
di sebuah rumah kayu beratap rumbia tidak lantas membuat kehidupan Maimunah
terpuruk. Maimunah tetap semangat dalam menjalani hari-harinya. Selain membantu
ketiga anaknya pada musim sawah, Maimunah tidak bekerja apa-apa. Di rumah yang
atapnya sudah bocor tersebut menyisakan kenangan berharga dalam diri Maimunah,
tentang listrik, tentang rasa terima kasih pada mereka yang telah membantunya.
Bermula
dari data keluarga miskin, Maimunah menerima pemasangan listrik gratis lebih
kurang 10 tahun lalu. Maimunah tidak dapat mengingat dengan jelas tahun berapa,
bantuan tersebut datang waktu suaminya masih ada. Sejak dulu hingga kini,
kehidupan Maimunah masih seperti itu.
Pemasangan listrik gratis yang
dialamatkan kepada rumahnya merupakan anugerah yang tak terganti. Maimunah tidak
paham bagaimana proses pemasangan listrik. Maimunah hanya menyebutkan ada orang
berseragam putih datang ke rumah bersama kepala desa, lalu meminta persetujuan
untuk memasang listrik.
Kala itu, Maimunah bersama almarhum suami benar-benar
melarat dari segi ekonomi. Maimunah sempat menolak, namun kepala desa
menegaskan manfaatnya akan besar di kemudian hari. Kepala desa juga meyakinkan
jika suatu saat Maimunah tidak sanggup menulasi iuran bulanan, beliau dapat
membantu melunasinya.
Bahkan, sampai ini Maimunah masih termasuk dalam kategori
keluarga miskin, perempuan yang sudah mengalami masalah dengan pendengarannya
ini belum sekali pun meminjam uang kepada kepala desa yang sudah pensiun
tersebut, atau kepada orang lain untuk melunasi iuran bulanan dari PLN.
Maimunah
masih ingat betul, setelah menerima listrik gratis mereka dibebaskan iuran
selama 4 bulan. Setelah 4 bulan pertama, Maimunah diwajibkan membayar iuran
selayaknya konsumen lain. Modal keyakinan dari kepala desa akhirnya Maimunah tidak
keberatan lagi. Baginya memasang listrik sungguhlah mahal sekali, namun
membayar iuran tergantung pemakaian.
Maimunah membuktikan, bahwa hidup
pas-pasan tidak membuatnya menagih iba pada orang lain. Maimunah tetap mampu
membayar iuran setiap bulan. Maimunah berhemat. Hanya menggunakan aliran
listrik untuk menghidupkan lampu saja. Dari dulu belum ada penambahan peralatan
rumah tangga yang membutuhkan aliran listrik.
Maimunah sangat sadar, dirinya cuma
sanggup membayar iuran bulanan dalam jumlah kecil. Dengan menambah peralatan
rumah tangga modern, maka beban iuran bulanan akan bertambah. Berharap pada
ketiga anaknya sama saja seperti menanti janji yang tak pasti.
Maimunah tidak
mau muluk-muluk, biar dikata bodoh ia memang perempuan kampung yang tak bisa
berbuat apa-apa, namun Maimunah punya rencana kuat supaya listrik di rumahnya
tidak padam.
Begitulah,
Maimunah sudah menjaga amanah besar dari pemberian orang lain. Sekarang ini lampu
masih menyala di rumahnya. Dalam terbinar Maimunah mengatakan tidak mampu
menebus biaya pemasangan listrik yang semakin hari semakin mahal. Rasa syukur
Maimunah tidak hanya kepada aparat desa yang memedulikannya, juga kepada PLN
yang sudah menerangi rumah gubuknya.
***
Kita
tinggalkan Maimunah, seorang janda kampung tak paham soal managemen keuangan
namun bisa melunasi iuran bulanan listrik rumah gubuknya. Masih di daerah yang
sama, saya bertemu Isa dan Aisyah. Dua orang yang lebih muda dari masih kuat
bekerja dibandingkan Maimunah.
Isa dan Aisyah sama-sama memiliki sawah milik
sendiri, kebun karet milik sendiri dan anggota keluarga masih utuh. Malang
nasib keduanya, listrik yang semula menyala terang mau tidak mau kembali gelap.
PLN sudah menegaskan, pihaknya hanya mengratiskan pemasangan tetapi tidak dengan
iuran bulanan.
Isa dan Aisyah berulang kali mendapat teguran dari PLN karena
tunggakan iuran hingga triwulan. Peneguran ketiga berdampak pada pemutusan arus
listrik. Jika dalam waktu tiga bulan tidak melunasi tunggakan dimaksud maka
seluruh peralatan yang sudah diberikan akan dicopot.
Keberuntungan belum
memihak pada keduanya. Saat PLN melakukan pencopotan, Isa dan Aisyah hanya bisa
gigit jari dan meratapi nasib dalam gelap setiap malam-malam buta.
PLN
sudah sangat baik mengratiskan pemasangan yang menelan biaya besar. Semakin hari
semakin bertambah biaya pemasangan listrik. Sebagai konsumen sepatutnya kita
menjaga dan melunasi tanggung jawab dengan benar.
Walaupun demikian, sedikit
masukan saya untuk PLN lebih baik lagi ke depan, semoga terus menerangi seluruh
negeri!
Pertama, PLN melanjutkan program pemasangan listrik gratis kepada masyarakat
miskin yang sudah berlangsung turun-temurun. PLN bersama pemerintah daerah
menata kembali masyarakat miskin yang berhak menerima pemasangan listrik gratis
agar benar-benar tepat sasaran.
Kedua, PLN dibantu pemerintah daerah setempat menggratiskan iuran bulanan. Hal ini
merupakan bentuk nyata bantuan kemanusiaan untuk masyarakat miskin. Pelunasan iuran
setiap bulan lebih berarti dibandingkan memberikan bantuan tunai.
Tidak bermaksud
menjatuhkan kalangan tertentu, namun pemberian dana khusus tidak tertutup
kemungkinan digunakan untuk keperluan lain.
Ketiga, listrik sebagai penerangan. Biarkan menyala di rumah-rumah keluarga
miskin, karena generasi muda sedang menulis dan membaca dalam rangka membangun
bangsa dan negara di masa-masa mendatang.
Tidak
hanya untuk PLN, kepada keluarga miskin yang sudah dan akan menerima bantuan
ini di seluruh Indonesia, harapan saya:
Pertama, menjaga pemberian PLN dengan mencintainya sepenuh hati. Salah satu cara
yang dapat dilakukan dengan memakai sesuai kebutuhan. Penghematan dilakukan
supaya terhindar dari iuran besar dan tunggakan iuran yang berakhir pada
pemutusan aliran listrik.
Kedua, melunasi iuran bulanan sesuai pemakaian, dengan demikian kita sudah
membantu beban PLN dalam menghidupkan listrik sepanjang waktu.
Ketiga, mari bersyukur dan berterima kasih. Seandainya PLN tidak menggratiskan
pemasangan awal arus listrik maka malam-malam kita akan tetap bersama lampu
teplok.