Seorang nenek tertatih-tatih mencari cucunya.
Ia berharap dapat hidup bahagia bersama cucu yang telah menghilang puluhan
tahun. Tanpa ia tahu, cucunya yang menghilang saat berada di pusat perbelanjaan
Seoul itu telah meninggal di usianya yang masih belia. Di waktu yang tiba-tiba,
seorang wanita muda datang mengaku sebagai cucu sang nenek setelah membaca
iklan di sebuah kaleng minuman. Nenek yang telah lelah mencari, menerima saja
seseorang itu tanpa melakukan tes DNA atau tes sejenis lainnya – psikologis dan
lain-lain. Ia yakin sekali bahwa dirinya akan sangat bahagia di hari tua. Tetapi
bahagia itu rupanya tertunda setelah ia tahu wanita muda itu berpura-pura, agar
dapat memiliki harta warisan sang nenek. Di ending cerita ini, sang nenek
memaafkan segala daya dari wanita muda, menafikan segala rasa, dan menerima
kehadiran entah siapa karena dirinya benar-benar sangat ingin bahagia di
hari tua. – sinopsis dari film Korea Selatan, Canola (Gyechoonhalmang), diperankan oleh Kim Go-eun yang populer
berkat drama Goblin.
|
Canola, film Korea tentang hari tua – aleediaries.blogspot.co.id |
Selintas,
film dari negeri ginseng ini tidak ada pengaruh apa-apa terhadap kehidupan muda
saya. Saya merasa tenang dan aman terhadap apa yang dikerjakan. Bahwa, hari ini
dilalui saja dan besok dihadapi seadanya. Namun, kekhawatiran itu merebak dan
menyentak ke seisi jantung, meledak bagai bom atom di sisi yang lain.
Saya
terkesiap, saat ini tidak membutuhkan seseorang untuk menjalin bahagia namun
tidak di usia tua. Youn Yuh-jung yang memerankan nenek Gye-choon di Canola tak
lain sebuah potret kehidupan yang selama ini saya tonton. Di mana-mana, di
setiap helaan napas selalu ada mereka yang mengiba dan tertatih mencari
pijakan. Saya juga teringat beberapa pengemis yang sering meminta-minta dan
akan marah apabila tidak dikasih, di siang terik pada sebuah warung kopi
langganan dengan kekuatan internet cukup kencang.
Saat
tua itu pasti akan tiba. Di masa ini batas-batas kesabaran telah dimakan usia.
Sikap manja kembali merajuk ke pangkuan lebih tinggi. Fisik yang semakin lemah
tak mampu menopang diri. Sakit-sakitan telah menjadi langganan terbaik dalam
sendi-sendi otot mengendur. Lupa menjadi sebuah batas yang tidak bisa dihindari
oleh siapapun. Tuhan pun telah memberikan ‘catatan’ untuk siapa saja yang telah
tua.
“Dan barangsiapa yang Kami
panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadian(nya). Maka
apakah mereka tidak memikirkan?” (Q.S.Yasin ayat 68).
Pada
masa ini pula, sebuah renungan menjadi hal yang paling mudah untuk disesali. Jika
pikun belum menjemput, maka tentang apa yang telah dilakukan di masa muda dan
bagaimana membalikkan masa keemasan itu menjadi masa-masa tersulit.
Saya memang
belum mencapai masa penyesalan itu, namun pada beberapa bagian di sendi
kehidupan ini, terlihat bahwa orang tua dengan mata sendu begitu menyiksa diri
dalam ketakutan. Tentu, tanpa perlu dijabarkan mereka takut kehilangan banyak
masa yang telah mengikis memori. Anak-anak yang telah dewasa, dengan langkah
gagah meninggalkan rumah karena alasan telah berkeluarga atau dihadang pekerjaan
di luar daerah.
Teman-teman seusia yang sama-sama renta, tak mampu lagi
menjabarkan tawa sampai benar-benar membuat perut keroncongan. Tiba pada saat
ini, usia tua mungkinkah kembali bahagia? Setidaknya tentang isi lemari di
dapur yang cukup untuk menghidangkan ikan asin atau telur rebus.
Kamu adalah kamu dan aku adalah aku. Kalimat ini terlintas dalam benak saya saat melihat anak-anak turun
dari rumah orang tua setelah berkeluarga. Di mana-mana adalah sama dengan –
entah – melupakan tanggung jawab terhadap orang tua atau bukan. Mereka mencari
kehidupan lebih baik, bersenang-senang dengan harta benda yang didapat dan lupa
menyisihkan sedikit jerih payah itu untuk orang tua. Mungkin ini adalah
anggapan saya, tetapi tidak semua yang dilihat dan dirasa harus dijabarkan
dengan angka-angka.
|
Kim Go-eun dan Youn Yuh-jung dalam Canola – hancinema.net |
Ke
mana orang yang telah tua akan melangkah jika tinggal sendiri? Di masa ini pula
jangan sampai sayur-mayur di halaman tetangga lebih hijau daripada di belakang
rumah sendiri. Jangan pula secangkir kopi pagi di teras rumah tetangga selalu terasa
manis.
Jangan sampai nasi di rumah sendiri terasa batu sehingga mengiba ke
rumah tetangga. Langkah yang gagap di usia tua tidak dapat mengulang kembali
masa di mana mampu bekerja sampai tengah malam. Sebelum tua itu tiba, dalam
senang mencari sesuap nasi, perencanaan akan masa depan setidaknya telah
tertulis di atas kertas putih, di dalam kamar maupun di bawah kolong tempat
tidur.
Saya akan jadi apa jika tua nanti?
Saya akan Lemah
Kata
lemah barangkali kontradiksi dengan sebagian orang yang telah tua. Di bagian
lain, terdapat orang yang telah tua tetapi dalam kondisi kesehatan yang cukup
stabil. Namun saya tidak menjabarkan hal demikian selalu benar adanya karena
dalam sekejap, kesehatan itu bisa terenggut dengan mudah.
Maka, di hari tua
saya berpikir bahwa saya akan lemah, saya akan sakit-sakitan, saya akan lebih
banyak membutuhkan pertolongan orang untuk melakukan segala hal, dan saya
benar-benar tidak sanggup untuk menopang hidup yang panjang.
Saya Tidak Lagi Bekerja
Rata-rata
batas orang bekerja sampai usia 56. Katakanlah usia pensiun di 56 tahun maka
lepas dari itu adalah masa untuk bersenang-senang dengan anak cucu. Namun
bagaimana dengan saya yang sendiri tanpa teman, tanpa anak dan cucu, saya juga
tidak mampu lagi bekerja.
Urusan pekerjaan bukan saja terbatas pada usia saja
tetapi pada produktivitas seseorang. Usia yang beranjak, maka produktivitas dan
kreativitas semakin menurun. Saya tidak mungkin bekerja lagi dan entah apa yang
bisa dikerjakan agar perut selalu terisi.
Saya akan Sendiri
Saya
selalu berpikir bahwa pada suatu masa nanti, saya akan sendiri. Keluarga semua
akan menjauh dengan kesibukan masing-masing. Saya tentu saja tidak bisa
memperpanjang ego agar anggota keluarga membantu kesendirian itu.
Saya akan
sendiri untuk menikmati hari-hari yang sepi. Jika menikah, entah saya yang
terlebih dahulu meninggal atau pasangan, tetap saja ada di antara kami yang
sendiri. Saat sendiri, apa yang mesti dilakukan dalam tubuh yang tiba-tiba?
Apa yang harus saya lakukan saat ini?
Benar,
saya tidak cukup hanya bekerja saja. Pekerjaan yang padat, hasil yang begitu
saja, ditabung pun tidak, mana mungkin bahagia di hari tua. Di masa ini,
bekerja adalah hal yang sangat wajib untuk hidup bahagia.
Pekerjaan yang begitu
menyita waktu, siang dan malam, pagi ke pagi lagi, seakan-akan telah melupakan
suasana santai – bahagia – untuk tubuh. Pekerjaan yang tidak disertai dengan
perencanaan yang matang pada kehidupan berikutnya, akan menjadi sebuah hal yang
sia-sia. Hari ini bisa bersenang-senang namun belum tentu besok akan demikian.
Karena
saya ingin bahagia di hari tua, demikian juga dengan kamu. Saya menjamin hidup
sehat namun tubuh belum tentu memihak pada demikian. Saya yakin masih bisa
bekerja sebagai pekerja lepas, namun tidak ada jaminan penghasilan bulanan bisa
menutupi kebutuhan. Poin yang telah saya sebutkan di atas; saya akan lemah,
saya tidak lagi bekerja dan saya akan sendiri.
Bahagia
di hari tua tak lepas dari bagaimana merencanakan kehidupan di masa muda. Rencana
yang dibangun salah satunya telah saya tulis di bagian atas. Namun definisi
bahagia itu kembali kepada pemilik bahagia itu sendiri. Apa dan bagaimana
merealisasikan bahagia sesuai dengan isi hati. Salah satu bahagia akan tercipta
di hari tua apabila berkumpul bersama anak dan cucu. Anak dan orang tua tidak
dapat dipisahkan dalam menuai bahagia.
“Seorang muslim yang mempunyai kedua orang tua yang muslim, kemudian ia
senantiasa berlaku baik kepadanya, maka Allah berkenan membukakan dua pintu
surga baginya. Kalau ia memiliki satu orang tua saja, maka ia akan mendapatkan
satu pintu surga terbuka. Dan kalau ia membuat kemurkaan kedua orang tua maka
Allah tidak ridha kepada-Nya.” Maka ada seorang bertanya, “Walaupun keduanya
berlaku zhalim kepadanya?” Jawab Rasulullah, “Ya, sekalipun keduanya
menzhaliminya.” (HR. Bukhari).
Hidup
bahagia orang tua adalah mereka yang merencanakannya. Apapun jaminan kesehatan
yang telah menjadi hak mereka, di bagian akhir kebahagiaan batin itu sungguh
luar biasa dibutuhkan. Maka, tidak salah jika kita yang masih muda berlaku adil
antara keluarga dan orang tua. Kelak, di masa yang akan tiba, kita juga akan
menjadi orang tua dari anak-anak yang sedang tumbuh dewasa.