Perempuan Penambal Ban |
Siang
yang panas menyengat. Aspal hitam yang licin. Jalan lurus. Tikungan tajam.
Gunung berliku. Lautan lepas membentang biru. Semua bercampur aduk di antara
kecemasan. Saya sebagai pengendara sepeda motor dari Banda Aceh ke Meulaboh
(Aceh Barat). Perjalanan di bawah terik matahari itu memakan waktu lebih kurang
lima jam perjalanan dalam jarak lebih kurang 245 KM.
yang panas menyengat. Aspal hitam yang licin. Jalan lurus. Tikungan tajam.
Gunung berliku. Lautan lepas membentang biru. Semua bercampur aduk di antara
kecemasan. Saya sebagai pengendara sepeda motor dari Banda Aceh ke Meulaboh
(Aceh Barat). Perjalanan di bawah terik matahari itu memakan waktu lebih kurang
lima jam perjalanan dalam jarak lebih kurang 245 KM.
Saya
termasuk orang yang tidak menyukai tantangan berlebihan dalam berkendaraan. Spidometer
motor matic tak pernah menunjukkan angka lewat dari 100 km/jam.
Tergolong lamban untuk ukuran perjalanan jarak jauh lintas kabupaten. Setidaknya
saya meninggalkan Ibu Kota Provinsi, masuk ke daerah Aceh Besar, Aceh Jaya,
kemudian baru sampai di Aceh Barat.
termasuk orang yang tidak menyukai tantangan berlebihan dalam berkendaraan. Spidometer
motor matic tak pernah menunjukkan angka lewat dari 100 km/jam.
Tergolong lamban untuk ukuran perjalanan jarak jauh lintas kabupaten. Setidaknya
saya meninggalkan Ibu Kota Provinsi, masuk ke daerah Aceh Besar, Aceh Jaya,
kemudian baru sampai di Aceh Barat.
Malang
tak bisa dihindar. Biar pun saya sudah menservice motor itu sehari sebelumnya,
musibah datang tak pernah diundang.
tak bisa dihindar. Biar pun saya sudah menservice motor itu sehari sebelumnya,
musibah datang tak pernah diundang.
Satu
hal yang patut saya syukuri, kejadian nahas tersebut tidak menimpa saya seorang
diri di atas gunung perbatasan antara kabupaten Aceh Besar dengan Aceh Jaya. Ada
tiga gunung tinggi yaitu Gunung Kulu, Gunung Paro dan Gunung Geureute. Gunung
terakhir merupakan salah satu pengunungan yang indah, tidak hanya pemandangan
lautnya saja, warung kopi pun berjejer di sana.
hal yang patut saya syukuri, kejadian nahas tersebut tidak menimpa saya seorang
diri di atas gunung perbatasan antara kabupaten Aceh Besar dengan Aceh Jaya. Ada
tiga gunung tinggi yaitu Gunung Kulu, Gunung Paro dan Gunung Geureute. Gunung
terakhir merupakan salah satu pengunungan yang indah, tidak hanya pemandangan
lautnya saja, warung kopi pun berjejer di sana.
Tiba-tiba
saja motor saya oleng saat turun dari gunung terakhir. Sebuah tanda angin ban
belakang kempes. Dalam keadaan panik saya langsung berhenti. Melihat kondisi
ban yang benar-benar sudah kempes. Saat itu saya sudah berada di kawasan Lamno,
Aceh Jaya, lebih kurang dua jam perjalanan dari Banda Aceh.
saja motor saya oleng saat turun dari gunung terakhir. Sebuah tanda angin ban
belakang kempes. Dalam keadaan panik saya langsung berhenti. Melihat kondisi
ban yang benar-benar sudah kempes. Saat itu saya sudah berada di kawasan Lamno,
Aceh Jaya, lebih kurang dua jam perjalanan dari Banda Aceh.
Di
terik matahari, keringat membasahi sekujur tubuh. Jelas sekali saya sangat panik.
Masih puluhan kilometer lagi dan lebih kurang tiga jam lagi baru sampai di
rumah. Sebenarnya, saya tidak takut pada keadaan lingkungan. Jalanan ramai.
Perumahan penduduk padat. Tapi entah kenapa, saya benar-benar sangat takut.
Mungkin karena seorang diri.
terik matahari, keringat membasahi sekujur tubuh. Jelas sekali saya sangat panik.
Masih puluhan kilometer lagi dan lebih kurang tiga jam lagi baru sampai di
rumah. Sebenarnya, saya tidak takut pada keadaan lingkungan. Jalanan ramai.
Perumahan penduduk padat. Tapi entah kenapa, saya benar-benar sangat takut.
Mungkin karena seorang diri.
Saya
mendorong motor hampir satu kilometer. Peluh jangan ditanya lagi. Hati saya
langsung bersorak ketika menjumpai sebuah bengkel. Kecil saja bengkel di
pinggir jalan raya itu. Tampak sekali bengkel itu khusus untuk sepeda motor.
mendorong motor hampir satu kilometer. Peluh jangan ditanya lagi. Hati saya
langsung bersorak ketika menjumpai sebuah bengkel. Kecil saja bengkel di
pinggir jalan raya itu. Tampak sekali bengkel itu khusus untuk sepeda motor.
Begitu
saya memarkirkan motor di halaman bengkel itu, tidak ada seorang pun di sana.
Saya mengucapkan salam. Tak lama seorang perempuan keluar dari dalam. Perempuan
itu berusia sekitar 40 tahun. Kulitnya lebih terang. Matanya biru, rata-rata
masyarakat Lamno yang dikata keturunan Portugis.
saya memarkirkan motor di halaman bengkel itu, tidak ada seorang pun di sana.
Saya mengucapkan salam. Tak lama seorang perempuan keluar dari dalam. Perempuan
itu berusia sekitar 40 tahun. Kulitnya lebih terang. Matanya biru, rata-rata
masyarakat Lamno yang dikata keturunan Portugis.
Karena
saya tidak tahu, saya menanyakan suaminya. Kebodohan yang saya seseli kemudian.
Wajar saya bertanya demikian, selama ini saya belum pernah menemukan seorang
perempuan bekerja di bengkel kecil begini.
saya tidak tahu, saya menanyakan suaminya. Kebodohan yang saya seseli kemudian.
Wajar saya bertanya demikian, selama ini saya belum pernah menemukan seorang
perempuan bekerja di bengkel kecil begini.
Saya
terhenyak begitu perempuan itu menyebutkan dirinya yang menambal ban motor.
terhenyak begitu perempuan itu menyebutkan dirinya yang menambal ban motor.
Serius?
Perempuan
itu tidak menjawab pertanyaan yang belum sempat saya tanyakan. Dengan cekatan
perempuan yang sampai saat ini belum saya ketahui namanya membongkar ban
belakang motor saya. Menyiapkan kebutuhan untuk menambal ban kempes. Peralatan
penting sudah di sampingnya.
itu tidak menjawab pertanyaan yang belum sempat saya tanyakan. Dengan cekatan
perempuan yang sampai saat ini belum saya ketahui namanya membongkar ban
belakang motor saya. Menyiapkan kebutuhan untuk menambal ban kempes. Peralatan
penting sudah di sampingnya.
Saya
malah melongo.
malah melongo.
Jujur.
Saya tidak percaya. Pekerjaan kasar itu seharusnya dilakukan seorang laki-laki.
Namun perempuan itu malah lebih “gagah” dari perkiraan saya sebelumnya. Oh,
benarlah. Kenapa saya merendahkan kedudukan perempuan itu?
Saya tidak percaya. Pekerjaan kasar itu seharusnya dilakukan seorang laki-laki.
Namun perempuan itu malah lebih “gagah” dari perkiraan saya sebelumnya. Oh,
benarlah. Kenapa saya merendahkan kedudukan perempuan itu?
Profesi.
Tepat sekali. Mungkin itulah profesi perempuan itu. Saya akui, hasil kerjanya
telah mengantarkan saya sampai ke rumah. Aceh Barat yang barangkali belum
pernah disinggahinya. Saya sangat berterima kasih kepada kerja kerasnya!
Tepat sekali. Mungkin itulah profesi perempuan itu. Saya akui, hasil kerjanya
telah mengantarkan saya sampai ke rumah. Aceh Barat yang barangkali belum
pernah disinggahinya. Saya sangat berterima kasih kepada kerja kerasnya!
Apapun
alasannya. Perempuan itu mengajarkan satu hal. Bahwa, perempuan juga bisa
mengerjakan pekerjaan laki-laki (kasar). Anda setuju?
alasannya. Perempuan itu mengajarkan satu hal. Bahwa, perempuan juga bisa
mengerjakan pekerjaan laki-laki (kasar). Anda setuju?