Hanya ada kau dan aku dalam sebuah rasa yang
sama…
sama…
Perjalanan
panjang ini akan segera berakhir dengan kecupan mesra darimu. Antara Aceh dan
Bali jadi terasa sangat dekat saat membayangkan fisikku akan menyentuh fisikmu.
Hampir dua tahun pula kita hanya bersuara mesra melalui udara dan maya, bahkan
rasa cemburu yang kupendam sudah tidak terdefinisi.
panjang ini akan segera berakhir dengan kecupan mesra darimu. Antara Aceh dan
Bali jadi terasa sangat dekat saat membayangkan fisikku akan menyentuh fisikmu.
Hampir dua tahun pula kita hanya bersuara mesra melalui udara dan maya, bahkan
rasa cemburu yang kupendam sudah tidak terdefinisi.
Belum pula
ragaku menyentuh dinginnya tanah di antara deru ombak pulau Dewata, aku sudah
sangat tidak sabar menunggu burung besi putih dengan logo biru segera menghentikan
kipasan sayapnya dan senyummu menghilangkan penatku. Dari atas perairan biru
ini dapat kulihat dataran yang akan mempertemukan kita. Walau aku sudah sangat
sering melihat dan mendengar gelombang laut, tetapi rasanya pasti akan sangat
jauh berbeda. Laut Aceh sudah pernah pilu dengan musibah besar di akhir 2004,
laut Bali barangkali masih indah dihiasi pohon hijau dan pengunjung berlimpah
setiap saat.
ragaku menyentuh dinginnya tanah di antara deru ombak pulau Dewata, aku sudah
sangat tidak sabar menunggu burung besi putih dengan logo biru segera menghentikan
kipasan sayapnya dan senyummu menghilangkan penatku. Dari atas perairan biru
ini dapat kulihat dataran yang akan mempertemukan kita. Walau aku sudah sangat
sering melihat dan mendengar gelombang laut, tetapi rasanya pasti akan sangat
jauh berbeda. Laut Aceh sudah pernah pilu dengan musibah besar di akhir 2004,
laut Bali barangkali masih indah dihiasi pohon hijau dan pengunjung berlimpah
setiap saat.
Dan kita, akan segera mengulang manisnya rasa…
***
Kutapaki
langkah di atas jalan setapak menuju pertemuan kita. Tak sabar rasanya aku
ingin segera memelukmu yang entah masih kurus atau sudah lebih berisi. Terakhir
kali kau katakan padaku bahwa dirimu sedikit kelelahan menghadapi pekerjaan
yang menumpuk, mungkin ini akan berpengaruh pada pola makan dan kondisi berat
badanmu. Tapi sekali lagi, aku tidak pernah memandangmu sebagai bentuk terindah
dari pahatan Tuhan. Aku menerima jiwa yang kau punya karena aku tidak memiliki
pribadi dan bentuk fisik seperti dirimu.
langkah di atas jalan setapak menuju pertemuan kita. Tak sabar rasanya aku
ingin segera memelukmu yang entah masih kurus atau sudah lebih berisi. Terakhir
kali kau katakan padaku bahwa dirimu sedikit kelelahan menghadapi pekerjaan
yang menumpuk, mungkin ini akan berpengaruh pada pola makan dan kondisi berat
badanmu. Tapi sekali lagi, aku tidak pernah memandangmu sebagai bentuk terindah
dari pahatan Tuhan. Aku menerima jiwa yang kau punya karena aku tidak memiliki
pribadi dan bentuk fisik seperti dirimu.
Kau tahu?
Terakhir kali kita bertemu di salah satu sudut Ibu Kota, waktu itu hanya sehari
saja. Di bawah gerimis, di jalan setapak menuju penginapan, seperti jalan yang
kulalui kini. Perbedaannya, Ibu Kota sangat keruh dengan keadaan dan kita tidak
bisa saling memahami mau masing-masing. Kita juga tidak sempat menghabiskan
waktu bersama karena kau terlalu sibuk dengan tugas kantormu. Bahkan, untuk
minum secangkir kopi saja tidak bisa kau luangkan waktumu, aku memahami, karena
aku tidak mau kehilanganmu.
Terakhir kali kita bertemu di salah satu sudut Ibu Kota, waktu itu hanya sehari
saja. Di bawah gerimis, di jalan setapak menuju penginapan, seperti jalan yang
kulalui kini. Perbedaannya, Ibu Kota sangat keruh dengan keadaan dan kita tidak
bisa saling memahami mau masing-masing. Kita juga tidak sempat menghabiskan
waktu bersama karena kau terlalu sibuk dengan tugas kantormu. Bahkan, untuk
minum secangkir kopi saja tidak bisa kau luangkan waktumu, aku memahami, karena
aku tidak mau kehilanganmu.
Di bawah
matahari Bali yang terasa lebih teduh dibandingkan negeriku, kita akan bisa
menghabiskan lebih banyak waktu di sini. Tempat ini pula sengaja kau pilih
sebagai pertemuan kita; rumput hijau, bunga entah bernama apa, pohon rindang,
patung khas pulau ini yang tidak akan pernah kulihat berdiri di kampung
halamanku, serta tempat persinggahan yang dibuat seakan khusus untuk kita
berdua. Seperti yang sudah kau katakan padaku, kita akan bertemu di sebuah
gubuk di depan kolam ikan yang ada patung berwarna putih.
matahari Bali yang terasa lebih teduh dibandingkan negeriku, kita akan bisa
menghabiskan lebih banyak waktu di sini. Tempat ini pula sengaja kau pilih
sebagai pertemuan kita; rumput hijau, bunga entah bernama apa, pohon rindang,
patung khas pulau ini yang tidak akan pernah kulihat berdiri di kampung
halamanku, serta tempat persinggahan yang dibuat seakan khusus untuk kita
berdua. Seperti yang sudah kau katakan padaku, kita akan bertemu di sebuah
gubuk di depan kolam ikan yang ada patung berwarna putih.
Aku sudah menunggumu di sini…
***
Kau tersenyum melihatku!
Ah, betapa
tidak terbayangkan perasaanku melihat tubuhmu yang semakin mungil. Kau terlihat
lelah sekali. Bahkan, tubuhmu seperti tinggal tulang saat kupeluk erat.
tidak terbayangkan perasaanku melihat tubuhmu yang semakin mungil. Kau terlihat
lelah sekali. Bahkan, tubuhmu seperti tinggal tulang saat kupeluk erat.
Aku merindukanmu…
Sudah pasti.
Tanpa kau jawab, aku sudah tahu bahwa bahasa nonverbal darimu mengatakan hal
yang serupa. Kupeluk tubuhmu semakin erat, hal ini pun lumrah di pulau ini.
Banyak mata yang melihat tetapi tidak mempersoalkan, tentu beda dengan negeriku,
tidak bisa sebebas ini memeluk tubuhmu
yang lembut seperti kapas.
Tanpa kau jawab, aku sudah tahu bahwa bahasa nonverbal darimu mengatakan hal
yang serupa. Kupeluk tubuhmu semakin erat, hal ini pun lumrah di pulau ini.
Banyak mata yang melihat tetapi tidak mempersoalkan, tentu beda dengan negeriku,
tidak bisa sebebas ini memeluk tubuhmu
yang lembut seperti kapas.
Kutatap
matamu lebih lama, ada bintik merah dibalik kacamata biru itu.
matamu lebih lama, ada bintik merah dibalik kacamata biru itu.
Kau terlalu lelah, sayang!
Dan lagi, kau
selalu mengelak begitu kuutarakan protes terhadap apa yang sedang kau lakukan. Padahal
ini untuk kebaikanmu, kebaikanku, dan kebaikan kita semua. Delapan tahun bukan
waktu yang sebentar menjalin hubungan dalam jarak tak bertemu fisik. Ibu Kota
telah mengubah dirimu menjadi lebih garang dari yang kubayangkan. Ajakan
hubungan lebih serius pun tidak pernah kau balas dengan manja seperti saat
kubelai aura dalam dirimu. Kau seperti lupa bahwa aku harus mengakhiri masa
lajang di usia lewat 35 tahun. Kita sama-sama paham, pernikahan membutuhkan
kedekatan jiwa dan raga.
selalu mengelak begitu kuutarakan protes terhadap apa yang sedang kau lakukan. Padahal
ini untuk kebaikanmu, kebaikanku, dan kebaikan kita semua. Delapan tahun bukan
waktu yang sebentar menjalin hubungan dalam jarak tak bertemu fisik. Ibu Kota
telah mengubah dirimu menjadi lebih garang dari yang kubayangkan. Ajakan
hubungan lebih serius pun tidak pernah kau balas dengan manja seperti saat
kubelai aura dalam dirimu. Kau seperti lupa bahwa aku harus mengakhiri masa
lajang di usia lewat 35 tahun. Kita sama-sama paham, pernikahan membutuhkan
kedekatan jiwa dan raga.
Dulu kau belum bisa memenuhinya. Sekarangkah
waktumu?
waktumu?
***
Kami duduk
berhadapan. Sisa makanan di atas meja lesehan itu masih sangat banyak. Kau
hanya memakan sedikit saja. Aku pun tidak berniat melanjutkan makanku karena
iba melihatmu.
berhadapan. Sisa makanan di atas meja lesehan itu masih sangat banyak. Kau
hanya memakan sedikit saja. Aku pun tidak berniat melanjutkan makanku karena
iba melihatmu.
Kita sama-sama tertekan dalam hal ini. Tidak ada
salahnya kita segera saling membuang ego masing-masing.
salahnya kita segera saling membuang ego masing-masing.
***
Kutahu, kau akan menerimanya!
Di bibir
pantai, kau duduk menyilakan kaki di bawah atap putih dari kain payung, di
kursi biru dengan bantal putih, di antara gelombang, kusarung cincin di jari
manismu.
pantai, kau duduk menyilakan kaki di bawah atap putih dari kain payung, di
kursi biru dengan bantal putih, di antara gelombang, kusarung cincin di jari
manismu.
Pinangan ini
memang berat untukmu, aku juga rela berbagi waktu denganmu sampai tua. Pulau
ini akan mengabadikan segala rasa yang kupendam untukmu dan untuk bahagia kita.
Sudah tak terhitung lagi berapa kali aku menyakinkanmu untuk bersedia
menemaniku selama nafas masih terhembus. Sabarku sampai pada batasnya saat kau
mengatakan hidup kita tidak mesti ada ikatan.
memang berat untukmu, aku juga rela berbagi waktu denganmu sampai tua. Pulau
ini akan mengabadikan segala rasa yang kupendam untukmu dan untuk bahagia kita.
Sudah tak terhitung lagi berapa kali aku menyakinkanmu untuk bersedia
menemaniku selama nafas masih terhembus. Sabarku sampai pada batasnya saat kau
mengatakan hidup kita tidak mesti ada ikatan.
Aku berbeda, sayang. Nyawaku dititipkan oleh-Nya
tidak sekadar main-main, Dia sudah menentukan aturan khusus sebelum kita
memulai pergumulan lebih jauh. Ini bukan pula karena aku berdarah Aceh, ini
karena kita menyambah Tuhan yang sama. Kehidupan kita memang berbeda, kau di
Ibu Kota sedangkan pria yang mencintaimu ini di pelosok desa. Kau bahkan tidak
pernah menghirup udara segar di antara padi menguning pagi hari.
tidak sekadar main-main, Dia sudah menentukan aturan khusus sebelum kita
memulai pergumulan lebih jauh. Ini bukan pula karena aku berdarah Aceh, ini
karena kita menyambah Tuhan yang sama. Kehidupan kita memang berbeda, kau di
Ibu Kota sedangkan pria yang mencintaimu ini di pelosok desa. Kau bahkan tidak
pernah menghirup udara segar di antara padi menguning pagi hari.
Kau telah
menerima. Aku harap-harap cemas. Dalam aturan kehidupan kota yang tidak
tertulis, tentu kau akan sulit menghadapi pria sepertiku. Pertemuan yang kau
ajak ke pulau romantis ini membuatku serba salah. Aku tidak pernah duduk manis
di dalam pesawat sejauh ini, hanya Ibu Kota tempatmu yang paling jauh
kusinggahi. Aku masih belum percaya sebentar lagi akan meninggalkan segala
urusan di pedalaman Aceh kemudian menetap di Ibu Kota.
menerima. Aku harap-harap cemas. Dalam aturan kehidupan kota yang tidak
tertulis, tentu kau akan sulit menghadapi pria sepertiku. Pertemuan yang kau
ajak ke pulau romantis ini membuatku serba salah. Aku tidak pernah duduk manis
di dalam pesawat sejauh ini, hanya Ibu Kota tempatmu yang paling jauh
kusinggahi. Aku masih belum percaya sebentar lagi akan meninggalkan segala
urusan di pedalaman Aceh kemudian menetap di Ibu Kota.
***
Tempat ini
akan jadi saksi manisnya hidup yang kulalui bersamamu. Kau tahu apa yang
kurasa? Entahlah. Jauh-jauh kita ke mari menimbulkan rasa yang tak bisa
kusampaikan padamu. Malam ini pula kau sebut namaku berkali-kali sehingga aku
sulit berpaling dari dirimu. Di bawah temaram lampu kawasan Pirates Bay, Café &
Restaurant, Bali, kau suapi sepotong Apel yang lidahku merasakan lebih manis
dari biasanya. Di dalam kafe yang khusus diciptakan untuk pasangan seperti kita
ini kau peluk pinggangku dengan erat sekali. Kau sandarkan kepalamu di pundakku
sampai aku tidak bisa melihat rona matamu.
akan jadi saksi manisnya hidup yang kulalui bersamamu. Kau tahu apa yang
kurasa? Entahlah. Jauh-jauh kita ke mari menimbulkan rasa yang tak bisa
kusampaikan padamu. Malam ini pula kau sebut namaku berkali-kali sehingga aku
sulit berpaling dari dirimu. Di bawah temaram lampu kawasan Pirates Bay, Café &
Restaurant, Bali, kau suapi sepotong Apel yang lidahku merasakan lebih manis
dari biasanya. Di dalam kafe yang khusus diciptakan untuk pasangan seperti kita
ini kau peluk pinggangku dengan erat sekali. Kau sandarkan kepalamu di pundakku
sampai aku tidak bisa melihat rona matamu.
Di depan
kita, di tempat yang hampir sama dengan kita bermesraan, banyak pasangan lain
yang sedang melakukan sesuatu yang kita tidak tahu. Kau memang lebih agresif
dibandingkan saat bercakap-cakap sampai larut malam melalui udara. Karena
kuyakin, jiwamu sangat merindu kokohnya fisikku merangkul seluruh badanmu untuk
segera melepas keinginanmu.
kita, di tempat yang hampir sama dengan kita bermesraan, banyak pasangan lain
yang sedang melakukan sesuatu yang kita tidak tahu. Kau memang lebih agresif
dibandingkan saat bercakap-cakap sampai larut malam melalui udara. Karena
kuyakin, jiwamu sangat merindu kokohnya fisikku merangkul seluruh badanmu untuk
segera melepas keinginanmu.
Belum saatnya untuk itu…
Kau telah
kupinang, tunggulah waktu setelah itu. Bahagia ini akan berbeda saat kita sudah
dalam ikatan resmi agama dan pandangan sosial. Tidak ada yang akan memisahkan
kita selama ikatan suci telah kuucapkan.
kupinang, tunggulah waktu setelah itu. Bahagia ini akan berbeda saat kita sudah
dalam ikatan resmi agama dan pandangan sosial. Tidak ada yang akan memisahkan
kita selama ikatan suci telah kuucapkan.
Mari kita nikmati saja malam ini!
***