Rasa bebek ini sedikit asin untuk lidah saya. |
ibis Bangkok Sathorn, terasa begitu padat di pagi itu. Saya yang
masih jetlag dan membayangi hantu Thailand di kamar seorang diri,
terhuyung-huyung turun ke lobi lalu menuju meja yang tertata sendok dan garpu
di atasnya. Ngomongin hantu Thailand memang menyeramkan, begitu menyesak
sampai ke dada memberikan definisi tentang itu. Mungkin pernah secara tidak
sengaja saya melewati sebuah cuplikan di Youtube tentang film Thailand, seremnya
buat saya langsung mual. Cerita dari orang yang pernah menonton film negeri
gajah putih ini menjadikan patokan untuk saya tidak bisa mematikan lampu di
kamar hotel semalaman.
masih jetlag dan membayangi hantu Thailand di kamar seorang diri,
terhuyung-huyung turun ke lobi lalu menuju meja yang tertata sendok dan garpu
di atasnya. Ngomongin hantu Thailand memang menyeramkan, begitu menyesak
sampai ke dada memberikan definisi tentang itu. Mungkin pernah secara tidak
sengaja saya melewati sebuah cuplikan di Youtube tentang film Thailand, seremnya
buat saya langsung mual. Cerita dari orang yang pernah menonton film negeri
gajah putih ini menjadikan patokan untuk saya tidak bisa mematikan lampu di
kamar hotel semalaman.
Orang-orang
sangat sibuk menyendok nasi atau mengunyah roti. Saya kok masih terasa
mules untuk memulai sesuatu yang bisa menghangatkan perut. Di samping kiri
saya, roti-roti dengan sereal begitu menggoda. Namun itu bukanlah menu yang
membuat saya benar-benar kenyang. Di depan itu, minuman yang terdiri dari juice,
teh dan kopi tidak begitu menggoda. Saya akan meneguk segelas juice apel
saja dan air putih dalam jumlah banyak. Di sudut yang menuju pintu dapur, aneka
makanan berat terhidang dengan sempurna. Kini saatnya saya menyendok nasi,
sayur-mayur, telur yang dibuat seperti agar-agar, dan menghindari daging karena
berbagai alasan ‘keselamatan’ yang kemudian membuat saya tidak selamat bukan
karena perkara daging. Berhadap-hadapan dengan makanan berat itu, meja buah
terhidang begitu menggugah selera. Mata saya langsung terbinar, seperti baru
saja menemukan harta karun dalam jumlah banyak. Melon warna kuning, pepaya dan
buah naga yang telah dipotong-potong kecil, cukup kuat untuk saya tarik ke
piring yang tersedia tak jauh dari itu.
sangat sibuk menyendok nasi atau mengunyah roti. Saya kok masih terasa
mules untuk memulai sesuatu yang bisa menghangatkan perut. Di samping kiri
saya, roti-roti dengan sereal begitu menggoda. Namun itu bukanlah menu yang
membuat saya benar-benar kenyang. Di depan itu, minuman yang terdiri dari juice,
teh dan kopi tidak begitu menggoda. Saya akan meneguk segelas juice apel
saja dan air putih dalam jumlah banyak. Di sudut yang menuju pintu dapur, aneka
makanan berat terhidang dengan sempurna. Kini saatnya saya menyendok nasi,
sayur-mayur, telur yang dibuat seperti agar-agar, dan menghindari daging karena
berbagai alasan ‘keselamatan’ yang kemudian membuat saya tidak selamat bukan
karena perkara daging. Berhadap-hadapan dengan makanan berat itu, meja buah
terhidang begitu menggugah selera. Mata saya langsung terbinar, seperti baru
saja menemukan harta karun dalam jumlah banyak. Melon warna kuning, pepaya dan
buah naga yang telah dipotong-potong kecil, cukup kuat untuk saya tarik ke
piring yang tersedia tak jauh dari itu.
Saya
dengan bangga memuat nasi dan lauk dalam jumlah banyak, tentu untuk porsi saya
sendiri. Pikir saya, breakfast kali ini begitu menguntungkan pada pagi
pertama di negeri orang. Saya tidak mau menyia-nyiakan kesempatan emas ini
karena belum tentu bisa menikmati hidangan selezat ini nantinya. Saya
meletakkan piring yang telah berisi itu di atas meja dengan alas warna-warni. Sesuai
keinginan sebelumnya, saya mengambil segelas juice apel dan segelas air
putih, di bagian akhir nanti saya menambahkan air putih sampai tiga gelas lagi.
dengan bangga memuat nasi dan lauk dalam jumlah banyak, tentu untuk porsi saya
sendiri. Pikir saya, breakfast kali ini begitu menguntungkan pada pagi
pertama di negeri orang. Saya tidak mau menyia-nyiakan kesempatan emas ini
karena belum tentu bisa menikmati hidangan selezat ini nantinya. Saya
meletakkan piring yang telah berisi itu di atas meja dengan alas warna-warni. Sesuai
keinginan sebelumnya, saya mengambil segelas juice apel dan segelas air
putih, di bagian akhir nanti saya menambahkan air putih sampai tiga gelas lagi.
Piring
berisi nasi dan sayur cukup menggiurkan lidah agar segera mencicipinya. Saya
aduk di sisi kanan, sedikit dicampur sayur lalu menyantapnya. Annafi yang telah
selesai sarapan pamit ke kamar untuk siap-siap. Semula, blogger dengan kacamata
tebal itu duduk di hadapan saya tanpa berkata banyak. Ia terlihat sibuk dengan smartphone,
mungkin saja sedang mengabari kerabat di Jakarta.
berisi nasi dan sayur cukup menggiurkan lidah agar segera mencicipinya. Saya
aduk di sisi kanan, sedikit dicampur sayur lalu menyantapnya. Annafi yang telah
selesai sarapan pamit ke kamar untuk siap-siap. Semula, blogger dengan kacamata
tebal itu duduk di hadapan saya tanpa berkata banyak. Ia terlihat sibuk dengan smartphone,
mungkin saja sedang mengabari kerabat di Jakarta.
Lima
menit kemudian, Nurul dan Vika terlihat di lobi. Saya melambai namun mereka
tidak melihat. Nurul tampak bercakap-cakap dengan seorang pelayan dan Vika
manggut-manggut di sampingnya. Nurul seperti tidak melihat saya dan mengambil
roti sebelum benar tersadar saya ada di depannya. Piring berisi nasi masih
penuh di depan saat Nurul menyadarkan saya tentang hal krusial itu. Apa yang
terjadi kemudian, masih untung, saya benar-benar tidak menyemarakkan rasa malu.
menit kemudian, Nurul dan Vika terlihat di lobi. Saya melambai namun mereka
tidak melihat. Nurul tampak bercakap-cakap dengan seorang pelayan dan Vika
manggut-manggut di sampingnya. Nurul seperti tidak melihat saya dan mengambil
roti sebelum benar tersadar saya ada di depannya. Piring berisi nasi masih
penuh di depan saat Nurul menyadarkan saya tentang hal krusial itu. Apa yang
terjadi kemudian, masih untung, saya benar-benar tidak menyemarakkan rasa malu.
“Bai,
kamu makan nasi ya? Aku sudah tanya sama pelayan, katanya semua mengandung
minyak babi!” tegas Nurul ‘menegur’ saya yang masih membolak-balikkan sendok
dan garpu di atas piring. Sesaat, saya menahan mual yang begitu menggelora. Saya
meneguk juice seketika dan air putih setelah itu. Sisa nasi di atas
piring sangat disayangkan namun tidak bisa saya apa-apakan karena kuah sayur
yang berminyak telah menyelimutinya.
kamu makan nasi ya? Aku sudah tanya sama pelayan, katanya semua mengandung
minyak babi!” tegas Nurul ‘menegur’ saya yang masih membolak-balikkan sendok
dan garpu di atas piring. Sesaat, saya menahan mual yang begitu menggelora. Saya
meneguk juice seketika dan air putih setelah itu. Sisa nasi di atas
piring sangat disayangkan namun tidak bisa saya apa-apakan karena kuah sayur
yang berminyak telah menyelimutinya.
‘Apakah
makanan ini mengandung minyak babi?’ menjadi keharusan saat kami hendak makan. Tahan
makan daging tidak lantas membuat saya aman di negeri orang, terutama di
Bangkok. Pengalaman pertama ke luar negeri memang menyesak di dada. Tetapi ini
cukup untuk menjadi pelajaran penting buat saya. Kekhawatiran dan ragu-ragu itu
pula yang membuat saya memilih seafood maupun freshfood untuk
menu makanan selanjutnya.
makanan ini mengandung minyak babi?’ menjadi keharusan saat kami hendak makan. Tahan
makan daging tidak lantas membuat saya aman di negeri orang, terutama di
Bangkok. Pengalaman pertama ke luar negeri memang menyesak di dada. Tetapi ini
cukup untuk menjadi pelajaran penting buat saya. Kekhawatiran dan ragu-ragu itu
pula yang membuat saya memilih seafood maupun freshfood untuk
menu makanan selanjutnya.
Begitu
pun saat kami makan siang di Siam Paragon, sebuah pusat perbelanjaan terkenal
di kota Bangkok. Saya lebih sering celingak-celinguk mencari makanan yang
benar-benar bisa disantap. Pertanyaan serupa mungkin tidak berlaku di tengah
keramaian itu. Pelayan di sini terlalu sibuk untuk mengurusi semua pelanggan. Saya
memilih yang menurut hati benar ‘aman’ walaupun kadar itu tidak bisa saya
jamin. Saya menghindari daging jenis apapun karena ragu soal proses
penyembelihan yang jauh dari hukum Islam. Saya memilih makanan lain yang
kiranya lebih aman.
pun saat kami makan siang di Siam Paragon, sebuah pusat perbelanjaan terkenal
di kota Bangkok. Saya lebih sering celingak-celinguk mencari makanan yang
benar-benar bisa disantap. Pertanyaan serupa mungkin tidak berlaku di tengah
keramaian itu. Pelayan di sini terlalu sibuk untuk mengurusi semua pelanggan. Saya
memilih yang menurut hati benar ‘aman’ walaupun kadar itu tidak bisa saya
jamin. Saya menghindari daging jenis apapun karena ragu soal proses
penyembelihan yang jauh dari hukum Islam. Saya memilih makanan lain yang
kiranya lebih aman.
“Di
sana ada nasi briyani, Bai!” kata Nurul yang telah memesan nasi khas Timur
Tengah itu.
sana ada nasi briyani, Bai!” kata Nurul yang telah memesan nasi khas Timur
Tengah itu.
“Dekat
mana?” saya masih ragu dan gamang.
mana?” saya masih ragu dan gamang.
“Kamu
jalan saja ke arah tadi,” kata Nurul yang tengah bersiap menyantap nasi briyani
di piringnya. Saya lalu mengarah langkah kembali ke tempat di mana mini bar
menyediakan makanan. Saya kembali memasang mata lebih teliti, membaca dengan
jeli, sampai akhirnya menemukan penjual nasi briyani. Tak lama setelah memesan,
menu itu diberikan kepada saya setelah membayarnya menggunakan kartu yang
diberikan Freddy. Mata saya terbinar karena nasi telah begitu diidam-idamkan
setelah pagi tadi gagal menyantapnya.
jalan saja ke arah tadi,” kata Nurul yang tengah bersiap menyantap nasi briyani
di piringnya. Saya lalu mengarah langkah kembali ke tempat di mana mini bar
menyediakan makanan. Saya kembali memasang mata lebih teliti, membaca dengan
jeli, sampai akhirnya menemukan penjual nasi briyani. Tak lama setelah memesan,
menu itu diberikan kepada saya setelah membayarnya menggunakan kartu yang
diberikan Freddy. Mata saya terbinar karena nasi telah begitu diidam-idamkan
setelah pagi tadi gagal menyantapnya.
“Akhirnya
makan nasi,” celutuk saya seorang diri dan tidak ditanggapi oleh yang lain.
makan nasi,” celutuk saya seorang diri dan tidak ditanggapi oleh yang lain.
Menarik mata di depan Siam Paragon namun tidak berani mencicinya. |
Penjual yang ramai. |
Di
sore yang begitu menggebu, kami yang telah siap dengan pakaian resmi menjadi
tamu kehormatan di acara Priceza Award di Aksra King Power, Victory Monument. Freddy yang menjadi guide sudah tidak
sabar dengan kehadiran kami di terminal Bangkok SkyTrain (BTS). Saya, Nurul dan
Vika yang naik satu taksi malah mendapat ‘kemudahan’ dengan diturunkan pada
tempat yang bukan jalan menuju pintu masuk ke BTS. Kelompok lain yang terdiri
dari Indah, Annafi, Yogi dan Juliawan dengan mudah mencapai tempat yang
dimaksud.
sore yang begitu menggebu, kami yang telah siap dengan pakaian resmi menjadi
tamu kehormatan di acara Priceza Award di Aksra King Power, Victory Monument. Freddy yang menjadi guide sudah tidak
sabar dengan kehadiran kami di terminal Bangkok SkyTrain (BTS). Saya, Nurul dan
Vika yang naik satu taksi malah mendapat ‘kemudahan’ dengan diturunkan pada
tempat yang bukan jalan menuju pintu masuk ke BTS. Kelompok lain yang terdiri
dari Indah, Annafi, Yogi dan Juliawan dengan mudah mencapai tempat yang
dimaksud.
Dres
kembang yang dipakai Vika diterbangkan angin ke mana suka. Belum lagi Vika mengenakan
sepatu high heels yang tampak begitu kesusahan menaiki tangga. Freddy
berulangkali menghubungi melalui jaringan telepon Line, sekadar memberi
petunjuk arah. Namun kami yang terlanjur kalut dalam terburu-buru terasa begitu
sesak di dada. Sopir taksi yang tidak begitu mahir berbahasa Inggris itu
sepertinya tidak paham apa yang kami maksud.
kembang yang dipakai Vika diterbangkan angin ke mana suka. Belum lagi Vika mengenakan
sepatu high heels yang tampak begitu kesusahan menaiki tangga. Freddy
berulangkali menghubungi melalui jaringan telepon Line, sekadar memberi
petunjuk arah. Namun kami yang terlanjur kalut dalam terburu-buru terasa begitu
sesak di dada. Sopir taksi yang tidak begitu mahir berbahasa Inggris itu
sepertinya tidak paham apa yang kami maksud.
Kembali
ke soal makanan yang tidak mengandung minyak babi, di gala dinner
sebelum acara puncak, hidangan yang terhidang begitu menggoda selera. Ramayana Restaurant by King Power begitu sesak oleh tamu undangan yang rapi dan wangi. Saya ingin mencaci
maki diri sendiri melihat menu-menu yang memang terasa nikmat. Kami telah duduk
di meja yang telah tersedia dengan secara bergantian mengambil makanan. Tiba
giliran saya yang celingak-celinguk ke meja prasmanan, bingung mau mencomot
menu apa. Memutar waktu ke pertanyaan di judul artikel ini seakan tidak mungkin
karena semua pelayan terlihat sangat sibuk.
ke soal makanan yang tidak mengandung minyak babi, di gala dinner
sebelum acara puncak, hidangan yang terhidang begitu menggoda selera. Ramayana Restaurant by King Power begitu sesak oleh tamu undangan yang rapi dan wangi. Saya ingin mencaci
maki diri sendiri melihat menu-menu yang memang terasa nikmat. Kami telah duduk
di meja yang telah tersedia dengan secara bergantian mengambil makanan. Tiba
giliran saya yang celingak-celinguk ke meja prasmanan, bingung mau mencomot
menu apa. Memutar waktu ke pertanyaan di judul artikel ini seakan tidak mungkin
karena semua pelayan terlihat sangat sibuk.
Saya
mengambil beberapa potong cake dan buah-buahan. Balik ke meja, beberapa
dari kami telah memilih makanan yang berat seperti daging. Saya balik lagi ke
meja prasmanan, mencari apa yang bisa diambil dengan mudah tanpa menimbulkan
ragu-ragu. Seorang pelayan mendekati saya yang kebingungan.
mengambil beberapa potong cake dan buah-buahan. Balik ke meja, beberapa
dari kami telah memilih makanan yang berat seperti daging. Saya balik lagi ke
meja prasmanan, mencari apa yang bisa diambil dengan mudah tanpa menimbulkan
ragu-ragu. Seorang pelayan mendekati saya yang kebingungan.
“Halo,
apakah kamu seorang muslim?” begitu tanya pelayan tampan itu dalam bahasa
Inggris. Pelayan ini menebak saya muslim karena duduk dalam kelompok berjilbab,
Nurul dan Annafi. Wajahnya kayak beraroma operasi plastik, jika penilaian
terhadap seseorang di Thailand selalu demikian. Namun pesona pria itu tidak
menjatuhkan anggapan saya terhadap hal berbau negatif untuknya. Saya lihat dia
tampan, ya begitu adanya tanpa memikirkan apakah dia mengubah bentuk wajah atau
tidak.
apakah kamu seorang muslim?” begitu tanya pelayan tampan itu dalam bahasa
Inggris. Pelayan ini menebak saya muslim karena duduk dalam kelompok berjilbab,
Nurul dan Annafi. Wajahnya kayak beraroma operasi plastik, jika penilaian
terhadap seseorang di Thailand selalu demikian. Namun pesona pria itu tidak
menjatuhkan anggapan saya terhadap hal berbau negatif untuknya. Saya lihat dia
tampan, ya begitu adanya tanpa memikirkan apakah dia mengubah bentuk wajah atau
tidak.
“Iya,
saya sedang mencari menu yang sesuai,” agak terbata saya melihat-lihat menu
yang berwarna-warni di atas meja. Tamu undangan lain tampak begitu nikmat
menyantap menu-menu yang terhidang.
saya sedang mencari menu yang sesuai,” agak terbata saya melihat-lihat menu
yang berwarna-warni di atas meja. Tamu undangan lain tampak begitu nikmat
menyantap menu-menu yang terhidang.
“Kamu
bisa mencoba seafood di sebelah sana, menu itu kami sediakan untuk tamu
yang tidak memakan babi,” ujar pelayan itu sambil menunjuk arah. Saya girang
bukan kepalang. Niat hati yang tarik ulur waktu untuk bertanya ‘apakah makanan
ini mengandung minyak babi?’ telah terjawab. Saya bergegas ke sisi ruangan yang
tersudut di bagian luar gedung. Asap mengepul dari tungku modern. Udang-udang
berwajah ceria di atas panggang. Saos kecap yang dicampur aneka resep lain
hampir sama dengan saos yang sering saya buat.
bisa mencoba seafood di sebelah sana, menu itu kami sediakan untuk tamu
yang tidak memakan babi,” ujar pelayan itu sambil menunjuk arah. Saya girang
bukan kepalang. Niat hati yang tarik ulur waktu untuk bertanya ‘apakah makanan
ini mengandung minyak babi?’ telah terjawab. Saya bergegas ke sisi ruangan yang
tersudut di bagian luar gedung. Asap mengepul dari tungku modern. Udang-udang
berwajah ceria di atas panggang. Saos kecap yang dicampur aneka resep lain
hampir sama dengan saos yang sering saya buat.
“Silakan
diambil,” ujar pelayan yang mengipasi diri. Entah ia lupa sedang berada di
depan panggangan udang yang butuh kipas saking kepanasan. Saya mengambil
beberapa udang yang besarnya sebesar genggaman anak-anak. Rasanya, ini lebih
dari cukup untuk mengenyangkan perut karena nanti malam kami tidak mendapat
jatah makan lagi dari Freddy – Priceza.
diambil,” ujar pelayan yang mengipasi diri. Entah ia lupa sedang berada di
depan panggangan udang yang butuh kipas saking kepanasan. Saya mengambil
beberapa udang yang besarnya sebesar genggaman anak-anak. Rasanya, ini lebih
dari cukup untuk mengenyangkan perut karena nanti malam kami tidak mendapat
jatah makan lagi dari Freddy – Priceza.
“Ambil
udang di mana, Bai?” benar kan? Semua pada ribut saat saya meletakkan
sekelompok udang di atas meja. Saya lupa setelah itu siapa yang mengambil udang
dan kepiting. Kami menyantap menu ini dengan lahap, kayak sedang piknik di
bibir pantai. Suara tawa menggelegar di meja kami karena hanya kami saja yang
makan udang dengan tangan.
udang di mana, Bai?” benar kan? Semua pada ribut saat saya meletakkan
sekelompok udang di atas meja. Saya lupa setelah itu siapa yang mengambil udang
dan kepiting. Kami menyantap menu ini dengan lahap, kayak sedang piknik di
bibir pantai. Suara tawa menggelegar di meja kami karena hanya kami saja yang
makan udang dengan tangan.
Hari
sebelumnya, saat lunch bersama CEO Priceza, Thanawat
Malabuppha, kami semua begitu
yakin bahwa makanan yang disajikan adalah halal. Menu-menu yang terhidang di
atas meja benar-benar membuat selera makan naik ke ubun-ubun. Mr. Thanawat yang berbicara
sembari tersenyum memberikan apresiasi kepada kami semua. Ramahnya melebihi
makanan yang terhidang di depan mata. Berulangkali pula Mr. Thanawat meminta kami untuk
menambah makanan lain agar kekuatan bertambah untuk jalan-jalan keliling
Bangkok setelah itu.
sebelumnya, saat lunch bersama CEO Priceza, Thanawat
Malabuppha, kami semua begitu
yakin bahwa makanan yang disajikan adalah halal. Menu-menu yang terhidang di
atas meja benar-benar membuat selera makan naik ke ubun-ubun. Mr. Thanawat yang berbicara
sembari tersenyum memberikan apresiasi kepada kami semua. Ramahnya melebihi
makanan yang terhidang di depan mata. Berulangkali pula Mr. Thanawat meminta kami untuk
menambah makanan lain agar kekuatan bertambah untuk jalan-jalan keliling
Bangkok setelah itu.
Ini ayam yang renyah. |
Monlamai
Vichienwanitchkul yang duduk
bersisian dengan saya rupanya lancar berbahasa Indonesia. Wanita cantik ini tak
jemu-jemu mempromosikan rasa menu yang terhidang. Bahkan, saya yang semula
malu-malu kucing kabur malah benar-benar tak tahu lagi urat malu di mana. Hampir
semua ikan yang besar itu saya santap sendirian yang menimbulkan tawa pada
semua.
Vichienwanitchkul yang duduk
bersisian dengan saya rupanya lancar berbahasa Indonesia. Wanita cantik ini tak
jemu-jemu mempromosikan rasa menu yang terhidang. Bahkan, saya yang semula
malu-malu kucing kabur malah benar-benar tak tahu lagi urat malu di mana. Hampir
semua ikan yang besar itu saya santap sendirian yang menimbulkan tawa pada
semua.
Mana udang? Kok kayak sembunyi di dalam kuah ini. |
Saya
yang kalut, hanya memotret menu-menu yang tersedia tanpa tahu lagi nama untuk
menu ini. Sihir makanan yang terhidang lebih besar daripada mengingat semua
soal rasa dan selera. Di bagian ini pula, kami tidak bertanya apa-apa soal menu
dan hanya menyantap saja dengan lahap.
yang kalut, hanya memotret menu-menu yang tersedia tanpa tahu lagi nama untuk
menu ini. Sihir makanan yang terhidang lebih besar daripada mengingat semua
soal rasa dan selera. Di bagian ini pula, kami tidak bertanya apa-apa soal menu
dan hanya menyantap saja dengan lahap.
Dan,
begitulah tanya itu menjadi panjang. Saya yakin satu hal, bahwa di mana-mana,
negeri terjauh sekalipun, makanan halal itu tetap ada.
begitulah tanya itu menjadi panjang. Saya yakin satu hal, bahwa di mana-mana,
negeri terjauh sekalipun, makanan halal itu tetap ada.