Pesan moral TRAIN TO BUSAN; mainlah bersama anak atau luangkanlah waktu
bersama anak!
bersama anak!
Train
to Busan merupakan salah satu film Korea Selatan yang menghipnotis penonton,
bisa dikatakan demikian. Satu alasan tentu promosi yang gencar sekali dari film
ini dan pemeran utama pria adalah sosok yang sedang dalam kejayaannya, bahkan
pria ini merupakan aktor termahal di Korea Selatan untuk tahun 2016. Akting Gong
Yoo memang tidak bisa diragukan lagi, saya suka akting pria ini setelah Silenced
(Dokani) tahun 2011.
to Busan merupakan salah satu film Korea Selatan yang menghipnotis penonton,
bisa dikatakan demikian. Satu alasan tentu promosi yang gencar sekali dari film
ini dan pemeran utama pria adalah sosok yang sedang dalam kejayaannya, bahkan
pria ini merupakan aktor termahal di Korea Selatan untuk tahun 2016. Akting Gong
Yoo memang tidak bisa diragukan lagi, saya suka akting pria ini setelah Silenced
(Dokani) tahun 2011.
Film
yang sebenarnya cukup “ringan” jika menilik pesan moralnya telah mencapai Box
office di Korea Selatan dengan laba 80.2 juta dollar. Train to Busan
(Busanhaeng) yang dirilis Juli 2016 hanya mengeluarkan 182.000 dollar untuk
produksinya. Sang director Yeon Sang-ho tentu boleh bermain-main setelah
kesuksesan film ini. Film yang berdurasi 1 jam 58 menit ini kemudian termasuk
ke dalam golongan kelas berat, bukan lagi tontonan untuk anak-anak ketika para zombie
mulai menyerang.
yang sebenarnya cukup “ringan” jika menilik pesan moralnya telah mencapai Box
office di Korea Selatan dengan laba 80.2 juta dollar. Train to Busan
(Busanhaeng) yang dirilis Juli 2016 hanya mengeluarkan 182.000 dollar untuk
produksinya. Sang director Yeon Sang-ho tentu boleh bermain-main setelah
kesuksesan film ini. Film yang berdurasi 1 jam 58 menit ini kemudian termasuk
ke dalam golongan kelas berat, bukan lagi tontonan untuk anak-anak ketika para zombie
mulai menyerang.
Train
to Busan dimulai dengan kerinduan Kim Soo-ahn, anak perempuan Seok-woo aka Gong
Yoo kepada ibu kandungnya yang telah bercerai dan menetap di Busan. Seok-woo
yang bekerja di pasar saham tidak memiliki waktu untuk mengasuh Soo-ahn
sehingga anak ini sering kesepian walaupun tinggal bersama neneknya, ibu
Seok-woo. Tiap pulang kerja, Soo-ahn akan menagih janji kepada ayahnya agar ke
Busan. Seok-woo selalu berjanji namun belum menepatinya sehingga pada ulang
tahun anaknya tersebut, pria itu terpaksa harus menepati janji setelah mendapai
Soo-ahn menerima telepon dari ibunya. “ibu” hanya tokoh bisu di dalam film ini
namun cukup kuat walaupun tidak diperlihatkan nyata. Anak mana yang tidak rindu
kepada ibunya sedangkan sosok ayah sibuk dengan aktivitas sendiri.
to Busan dimulai dengan kerinduan Kim Soo-ahn, anak perempuan Seok-woo aka Gong
Yoo kepada ibu kandungnya yang telah bercerai dan menetap di Busan. Seok-woo
yang bekerja di pasar saham tidak memiliki waktu untuk mengasuh Soo-ahn
sehingga anak ini sering kesepian walaupun tinggal bersama neneknya, ibu
Seok-woo. Tiap pulang kerja, Soo-ahn akan menagih janji kepada ayahnya agar ke
Busan. Seok-woo selalu berjanji namun belum menepatinya sehingga pada ulang
tahun anaknya tersebut, pria itu terpaksa harus menepati janji setelah mendapai
Soo-ahn menerima telepon dari ibunya. “ibu” hanya tokoh bisu di dalam film ini
namun cukup kuat walaupun tidak diperlihatkan nyata. Anak mana yang tidak rindu
kepada ibunya sedangkan sosok ayah sibuk dengan aktivitas sendiri.
Permainan
ayah dan anak dimulai sejak perjalanan mereka menuju stasiun kereta api cepat. Kedekatan
Seok-woo dengan putrinya tidak terlihat secara gamblang di awal perjalanan
mereka. Seok-woo sibuk dengan smartphone, tertidur dan mengabaikan
putrinya. Dalam hati, saya mengatakan bahwa pria ini hanya melepas “hajat”
mengantar anaknya kepada sosok ibu yang dirindui. Saya sengaja tidak membaca
resensi Train to Busan sebelum menonton film ini walaupun sangat tergoda karena
media sosial menaikkannya ke permukaan. Semula, saya pikir ini hanya film
pembunuh zombie yang hambar dan kemenangan ada di pihak tokoh utama. Namun
jangan kecewa, rata-rata film Korea Selatan yang saya tonton, endingnya
mengecewakan dan mengejutkan. Seperti Silenced, Gong Yoo juga membuat saya
kecewa di akhir Train to Busan.
ayah dan anak dimulai sejak perjalanan mereka menuju stasiun kereta api cepat. Kedekatan
Seok-woo dengan putrinya tidak terlihat secara gamblang di awal perjalanan
mereka. Seok-woo sibuk dengan smartphone, tertidur dan mengabaikan
putrinya. Dalam hati, saya mengatakan bahwa pria ini hanya melepas “hajat”
mengantar anaknya kepada sosok ibu yang dirindui. Saya sengaja tidak membaca
resensi Train to Busan sebelum menonton film ini walaupun sangat tergoda karena
media sosial menaikkannya ke permukaan. Semula, saya pikir ini hanya film
pembunuh zombie yang hambar dan kemenangan ada di pihak tokoh utama. Namun
jangan kecewa, rata-rata film Korea Selatan yang saya tonton, endingnya
mengecewakan dan mengejutkan. Seperti Silenced, Gong Yoo juga membuat saya
kecewa di akhir Train to Busan.
Totalitas
Gong Yoo dalam memerankan Seok-woo saya acungi jempol. Kekakuan antara ayah
dengan anak di menit-menit awal begitu terasa. Namun hentakan demi hentakan ala
Korea mulai maju saat seorang wanita yang telah digigit zombie naik ke
dalam kereta api tanpa ada yang tahu. Alur Train to Busan tergolong cepat
tetapi tidak hambar. Dialog-dialog amarah dan perdebatan yang menurut saya
tidak penting hanya selintas saja. Lebih dari itu, kemasannya adalah seorang
anak sedang bermain dengan ayahnya tetapi dikemas dalam permainan mengerikan.
Gong Yoo dalam memerankan Seok-woo saya acungi jempol. Kekakuan antara ayah
dengan anak di menit-menit awal begitu terasa. Namun hentakan demi hentakan ala
Korea mulai maju saat seorang wanita yang telah digigit zombie naik ke
dalam kereta api tanpa ada yang tahu. Alur Train to Busan tergolong cepat
tetapi tidak hambar. Dialog-dialog amarah dan perdebatan yang menurut saya
tidak penting hanya selintas saja. Lebih dari itu, kemasannya adalah seorang
anak sedang bermain dengan ayahnya tetapi dikemas dalam permainan mengerikan.
Tokoh-tokoh
lain, ada yang penting ada pula yang selintas saja. Wanita hamil, Sung-gyeong,
yang diperankan oleh Jung Yu-mi cukup berandil besar. Kamu yang belum menonton
jangan berharap akhir dari cerita Train to Busan begitu mengharu-biru. Train to
Busan bukan untuk happy-happy ala-ala ayah dan anak. Kedekatan ayah dan
anak dibangun dari penumpasan zombie-zombie yang terus berkeliaran. Naluri
Seok-woo sebagai seorang ayah tampak nyata saat zombie-zombie mulai tak
keruan sifatnya. Siapa saja yang digigit akan berubah menjadi zombie. Seok-woo
menjadi ayah yang memainkan permainan petak umpet di dalam kereta api
dalam menjaga putrinya. Seok-woo melakukan apa saja agar permainan tersebut
selesai dengan bahagia, harapannya tentu sang anak ketemu ibunya di Busan.
lain, ada yang penting ada pula yang selintas saja. Wanita hamil, Sung-gyeong,
yang diperankan oleh Jung Yu-mi cukup berandil besar. Kamu yang belum menonton
jangan berharap akhir dari cerita Train to Busan begitu mengharu-biru. Train to
Busan bukan untuk happy-happy ala-ala ayah dan anak. Kedekatan ayah dan
anak dibangun dari penumpasan zombie-zombie yang terus berkeliaran. Naluri
Seok-woo sebagai seorang ayah tampak nyata saat zombie-zombie mulai tak
keruan sifatnya. Siapa saja yang digigit akan berubah menjadi zombie. Seok-woo
menjadi ayah yang memainkan permainan petak umpet di dalam kereta api
dalam menjaga putrinya. Seok-woo melakukan apa saja agar permainan tersebut
selesai dengan bahagia, harapannya tentu sang anak ketemu ibunya di Busan.
Train
to Busan menjadi sebuah perjalanan panjang antara ayah dan anak dalam menyelami
isi hati masing-masing. Soo-ahn yang menginginkan permainan masa kecil happily
ever after malah bermain dengan zombie-zombie. Seok-woo yang tidak
memiliki waktu untuk putrinya kemudian mengerti arti pengorbanan seorang ayah. Begitu
kisah zombie yang tidak begitu menarik apabila dikemas dengan
bunuh-membunuh saja. Train to Busan adalah sebuah permainan “zombie”
antara ayah dengan anak. Kedekatan batin antara ayah dengan anak akan terjalin
begitu kuat saat sesuatu yang berhubungan dengan nyawa terjadi. Seorang ayah
akan rela melakukan apa saja dalam menjaga, menyelamatkan dan memberikan
kehidupan lebih baik kepada anaknya kelak. Ayah akan berkorban waktu, tenaga, bahkan
cinta untuk anaknya. Gong Yoo dalam Seok-woo telah memberikan semua apa yang
saya sebutkan ini. Niscaya ayah akan menyelamatkan nyawa anaknya sekalipun
segerombolan zombie mencabik-cabik tenaganya.
to Busan menjadi sebuah perjalanan panjang antara ayah dan anak dalam menyelami
isi hati masing-masing. Soo-ahn yang menginginkan permainan masa kecil happily
ever after malah bermain dengan zombie-zombie. Seok-woo yang tidak
memiliki waktu untuk putrinya kemudian mengerti arti pengorbanan seorang ayah. Begitu
kisah zombie yang tidak begitu menarik apabila dikemas dengan
bunuh-membunuh saja. Train to Busan adalah sebuah permainan “zombie”
antara ayah dengan anak. Kedekatan batin antara ayah dengan anak akan terjalin
begitu kuat saat sesuatu yang berhubungan dengan nyawa terjadi. Seorang ayah
akan rela melakukan apa saja dalam menjaga, menyelamatkan dan memberikan
kehidupan lebih baik kepada anaknya kelak. Ayah akan berkorban waktu, tenaga, bahkan
cinta untuk anaknya. Gong Yoo dalam Seok-woo telah memberikan semua apa yang
saya sebutkan ini. Niscaya ayah akan menyelamatkan nyawa anaknya sekalipun
segerombolan zombie mencabik-cabik tenaganya.
Train
to Busan bukan film zombie mengerikan. Train to Busan adalah film yang
mengajarkan arti kasih sayang dan cinta antara ayah dan anak. Sekali lagi, film
ini akan membuat kamu menitikkan air mata di akhir cerita.
to Busan bukan film zombie mengerikan. Train to Busan adalah film yang
mengajarkan arti kasih sayang dan cinta antara ayah dan anak. Sekali lagi, film
ini akan membuat kamu menitikkan air mata di akhir cerita.
Baca Juga Eksplore Bali dengan Kamera Zenfone 3