![]() |
Nikah di Aceh mahal – ilustrasi pernikahan di Aceh. |
Tag: Perkawinan
![]() |
Mahar gadis Aceh mahal – ilustrasi pernikahan di Aceh. |
Mahar Gadis Aceh Mahal
Peunuwoe dalam Pernikahan di Aceh Mahal
Uang Hangus dalam Pernikahan di Aceh
Daging Meugang Pengantin Baru Wajib di Aceh
perempuan, siapa pun Anda, semestinya mengulang kembali kisah lama dalam
keluarga. Karena poligami itu adalah karma. Percaya atau tidak, poligami tak
ubah seperti penyakit keturunan. Dari orang tua diturunkan kepada anak. Hanya saja,
poligami tidak menyangkut dengan aliran darah langsung seperti ayah menurunkan
kepada anaknya atau kepada cucunya anak kepada anak cucunya.
adalah penyakit “ayah” yang akan diturunkan kepada anak perempuannya – khusus pada
anak perempuan saja. Ayah tak lain adalah laki-laki yang menyakiti hati
perempuan yang telah dinikahinya. Tidak gampang mengatakan poligami itu “halal”
karena hati orang tidak semua sama. Sekarang menyetujui suami setuju mendua
namun di lain waktu bisa saja meminta perceraian.
ketika anak perempuan dipoligami oleh suaminya, Ayah yang memoligami semestinya
harus bersikap bijaksana. Ibu yang menyetujui ayah dari anaknya berpoligami
juga harus bisa menerima. Memang tidak ada dasar yang menguatkan bahwa poligami
adalah penyakit keturunan – penyakit kehidupan.
Namun ini terjadi secara
beraturan. Keluarga yang pernah berpoligami, akan berimbas pada keluarganya
poligami yang sama. Jika anak perempuannya menerima poligami, maka cucu perempuannya
akan dipoligami, jika cucu perempuannya tidak dipoligami, maka anak dari cucu
perempuannya akan dipoligami.
sudah semacam silsilah sebuah keluarga. Percaya atau tidak begitulah
kenyataannya. Enteng-enteng saja mengatakan bahwa poligami itu mudah
asalkan sanggup bersikap adil. Adil dari segi fisik (material) belum tentu adil
dari segi batin (termasuk hubungan suami istri). Tetapi, lebih dari itu semua, mana
mau seorang perempuan berbagi badan suaminya dengan perempuan lain?
gampang melakukan poligami. Jika laki-laki yang hanya memiliki anak
laki-laki tentu tak berimbas. Jika laki-laki memiliki anak perempuan, lihatlah
bagaimana anak perempuannya dipoligami.
Tidak gampang saat seorang
perempuan mengurus anak dan rumah tangga sedangkan suami di rumah istri kedua. Tidak
mudah melerai perkelahian kecil anak-anak saat suami sedang berada di
rumah istri pertama.
Tidak bisa meratakan baju mahal untuk semua anak dalam
sekali lebaran. Jika semudah membalik telapak tangan membeli emas 10 mayam
untuk istri pertama dan kedua. Tidak mungkin membeli mobil mewah untuk dua
orang istri dalam waktu bersamaan.
Jika pun mungkin; istri pertama akan
mengatakan mobilnya lebih bagus, kedua akan mengatakan emas miliknya ditempa
lebih ulet. Dan seterusnya.
sudah dihalalkan dalam agama. Namun poligami adalah penyakit sosial yang kadang
tak terlihat. Istri pertama cerita pada temannya, istri kedua cerita pada
temannya juga. Dari cerita-cerita itu akan tersampaikan pula iri dan dengki
berkepanjangan. Bertemu muka saling sapa, saling berlomba memoles wajah dengan
hiasan mahal. Berpaling muka saling mengisyaratkan hati masam.
ini dianggap tak pernah terjadi?
perempuan tiada yang tahu. Laki-laki mudah saja memoligami. Tinggal melafalkan
akad nikah. Tinggal serumah. Cari nafkah.
ke hukum karma di atas, percaya atau tidak percaya. Realitanya kita lihat saja
kata dunia. Agama boleh berkata halal.
Namun dunia berkata lain. Ego
sekali bisa berakibat fatal berkali-kali. Ayah berpoligami dengan bahagia, anak
perempuan belum tentu menerima dipoligami oleh suaminya!
Anak Keempat
ASI untuk si bungsu. Aku harus menghitung ulang tanggal halangan bulan lalu.
Aku berharap perhitungan ini salah. Bulan lalu aku halangan sekitar tanggal dua
atau tiga. Bulan ini sudah hampir sampai di penghujung. Yang benar saja?
tidak datang bulan. Aku juga merasa aneh. Tiap melihat ikan asin aku langsung
muntah-muntah, padahal aku paling suka makan ikan asin ditemani sayur daun ubi.
Saat ini, membayangkan saja aku bisa tidak selera makan.
begini, matahari terik dan aku kepanasan, mual dan muntah juga belum hilang.
Tidak mungkin terus percaya tidak ada masalah apa-apa atau sekadar masuk angin.
berniat periksa ke puskesmas. Ke bidan di ujung kampung, sama juga, tidak akan
kulakukan. Semenjak mual-mual dan muntah satu bulan lalu, aku juga jarang
berinteraksi dengan tetangga. Semua keperluanku dicukupi suami yang pergi pagi pulang
sore.
bulan. Sejak kelahiran si sulung berumur delapan tahun kini, aku sudah membulat
tekad tidak akan mengandung lagi. Namun dua tahun kemudian adik si sulung
lahir, anak perempuan yang tidak mau kukucirkan rambutnya. Dan dua tahun lalu
aku baru melahirkan bayi tembam yang tiap malam merengek menganggu tidurku.
aku yang hamil terus? Si Ainun, tetangga rumahku, sudah lima belas tahun kawin
belum hamil-hamil juga. Ainun pernah berobat ke mana-mana, belum ada
tanda-tanda akan mengandung. Aku yang tidak menginginkan punya anak lagi, terus
saja mengandung!
Resep? Ainun pikir aku sedang membuat kue bolu? Ada-ada saja pertanyaan si Ainun
itu.
kemudian langsung melar. Ima malah ngeluh dan menyesal ikut keluarga berencana.
Berencana apa? Katanya hanya merencanakan waktu akan mengandung lagi. Kalau
ingin punya anak, KB bisa dilepas. Tapi, si Ita, dua tahun lepas KB, sampai
sekarang belum beranak juga. Lain lagi dengan Muna yang malah langsung beranak
selepas lepas KB. Aku bingung.
KB. Ini sudah pilihan tepat. Lain halnya dengan suamiku, dia tidak mau tahu aku
lelah melahirkan anak terus-terusan. Aku juga capai membesarkan tiga anak yang selalu
berulah. Apalagi si sulung. Seluruh kampung sudah memvonis dia. Musim rambutan
dia panjat rambutan orang tanpa meminta. Mangga di rumah tetengga sedang
berbuah, dia malah panjat malam hari. Belum lagi jambu di rumah Ainun yang dia
petik lalu dijual. Ainun marah besar. Untuk dimakan sendiri, Ainun tidak
masalah. Tapi si sulung malah menjualnya. Ainun yang punya pohon jambu belum
pernah menjualnya sendiri. Ainun menegur. Si sulung lari terbirit-birit. Aku
geram. Ainun melapangkan dada. Menerima tapi perang dingin denganku, sindirnya
aku tidak bisa mengajari baik buruk pada si sulung.
bertambah. Rasanya berat badanku juga naik beberapa kilo.
aku tidak keluar rumah. Aku tidak mau orang lain melihat hamilku. Di kampung
ini semua jadi bahan ejekan. Aku merasa mereka mencemoohku karena mengandung
lagi.
Ketiga anakku yang keluyuran di luar rumah, aku tidak peduli. Yang penting
mereka masih ingat pulang. Selain keluarga, tidak ada yang tahu aku hamil. Jika
ada yang datang bertamu, aku memilih sembunyi di kamar. Aku tidak ikut lagi
kegiatan ibu-ibu. Tidak ke undangan pesta di kampung. Tidak ke mana-mana.
sulung bisa diplester. Si sulung dengan enteng pamer ke Ainun akan punya adik
lagi. Pulang dari situ, kumarahi di sulung, tapi dia malah nyengir dan tertawa.
ibu-ibu mereka minta nasi lebih untukku yang sedang hamil. Naas sudah. Seluruh
kampung tahun aku hamil.
membukakan pintu untuknya. Ainun membawa masakan enak. Ada kerang dimasak
dengan santan. Tahu goreng. Tempe goreng.
malah Ainun yang berona bahagia?
terima ini. Senyum palsu. Makanan jadi suap untuk bisa menjengukku. Tanpa
kupersilahkan, Ainun menerobos masuk dan meletakkan makanan bawaannya di meja
makan. Menyuruhku makan banyak. Bertanya persiapan persalinan. Kandunganku
sehat atau tidak? Sudah periksa ke bidan? Sudah ini? Sudah itu? Ainun banyak
tanya. Dengan alasan ingin istirahat, aku meminta Ainun pulang.
lahap.
makin membesar. Tidak lama akan pecah. Penantianku selama ini akan berakhir.
Aku sudah tidak tahan. Senyum Ainun. Semangat dari Ima dan yang lain tidak
lantas membuatku bahagia.
berhari-hari aku tidak menyapu. Ainun yang memerhatikan di teras rumahnya langsung
menghampiri. Aku tidak mendengar celoteh Ainun yang memintaku istirahat.
Mengerti apa dia? Satu pun anak belum dia lahirkan!
anak tangga dapur. Terasa dunia berputar. Pusing. Aku terpeleset. Jatuh ke
dapur di anak tangga kedua. Ainun berlari menghampiriku. Dia melihat ada
pendarahan. Dia berteriak minta tolong. Aku menepis tangannya yang akan
memapahku ke kamar.
ayahnya. Ima juga sudah meminta suaminya menjemput bidan. Aku masih membantah,
belum saatnya persalinan!
kamar dan melepaskan pakaian bawahku. Ima berteriak. Ainun histeris meminta air
dan kain bersih. Kepala bayi sudah keluar!
Luar dalam. Sekali lagi teriakan napasku. Tangisan bayi pecah. Kata Ainun,
diraut wajah lelahnya, dan Ima yang pias, bayiku laki-laki.
suami dan si sulung. Bidan langsung memeriksaku dan bayi baru lahir. Ocehan
bidan tidak lagi kudengar. Rasanya sakit sekali. Aku juga malu. Namun senyum
bahagia suamiku, membuat emosiku sedikit mereda.
kami sehat dan baik-baik saja. Mendengar itu, hatiku kembali galau. Belum lama
berhenti menyusui, hari ini sampai dua tahun ke depan aku kembali harus
menyusui.
bidan kampungku. Tidak ada ejekan dari raut wajah mereka. Senyum mereka
merekah. Aku yang tidak bahagia, mengapa mereka begitu bahagia?
Empat anak. Suami yang selalu minta dilayani. Masak. Menyusui. Cuci baju.
Mendengar tetangga yang selalu merendahkan si sulung yang bandel. Menegur kedua
adik si sulung yang selalu telat mandi.
keempat ini semakin membuatku kacau. Aku tak paham, adakah yang salah denganku.
Mengapa aku tak dapat merasakan bahagia sebagaimana perempuan lainnya.
Bagaimana harus kujalani hari-hari ini? Adakah yang dapat mengerti aku?
Prahara Perkawinan di Aceh
mengenai perkawinan menjadi perkara yang sensitif. Sebelum meminang wanita
idaman, pria Aceh harus menyiapkan mahar yang lumanyan besar untuk takaran
masyakarat berkehidupan seadanya. Tetapi karena untuk dapat hidup bahagia
bersama wanita idaman tak apalah mengeluarkan emas sebanyak 10 sampai 20 mayam
bahkan lebih.
yang besar itu, pria Aceh juga harus menyiapkan “uang hangus” untuk segala
keperluan mempelai wanita. Uang hangus ini biasanya sudah ditentukan oleh pihak
keluarga wanita dengan jumlah menurut kesepakatan. Dengan uang hangus ini pula
mempelai wanita bisa membeli perlengkapan kamar dan sejenisnya supaya menunjang
keindahan pernikahan kelak.
di atas, ternyata masalah perwakinan di Aceh lumanyan panjang dan butuh
kesabaran. Kita lupakan masalah mahar karena saya sudah menulisnya di salah
satu cerpen yang dimuat di Majalah Femina. Mari kita lihat beberapa prosesi pernikahan
di Aceh yang menurut adat-istiadat merupakan hal yang sangat istimewa.
pengantin atau malam pertama, di Aceh ada yang namanya malam membubuhkan pacar
(inai) di jari tangan dan kaki, telapak tangan dan kaki. Pengantin wanita akan dirias
bagaikan penari India yang penuh warna merah tua di tangan dan telapak kaki.
membubuhkan pacar tersebut punya tradisi tersendiri, di mana orang tua, sanak
famili dan kerabat dekat lainnya beramai-ramai ke rumah mempelai. Di malam itu
akan dilakukan peusijuk gaca, di mana
akan dilakukan tradisi khusus semacam meminta berkat melalui tradisi yang konon
diakui sebagai ajaran Hindu. Karena ini di Aceh, peusijuk udah dianggap sebagai budaya sendiri dan dilakukan sesuai
kaidah Islam yang berlaku. Biarpun masih banyak yang menyangsikan dan enggan
melakukan peusijuk tetapi ulama di
Aceh seakan diam saja dan ikut melakukan tradisi ini, karena itu pula masyarkat
yang melakukan peusijuk tidak
serta-merta disalahkan sepenuhnya.
wadah menghaluskan pacar tersebut. Setelah itu, mempelai wanita juga dipeusijuk oleh minimal tiga orang yang
dianggap layak melakukannya. Peusijuk ini
pertama sekali dilakukan oleh orang yang dituakan seperti imam masjid atau
ulama terdekat.
bersiap-siap untuk dihiasi telapak tangan dan kaki dengan pacar. Dalam membubuhkan
pacar pada mempelai wanita biasanya dilakukan oleh orang yang lumanyan telaten
dalam melukis sehingga hasilnya akan lebih bagus pula.
dibubuhkan pada pengantin wanita minimal tiga malam berturut-turut. Bisa ktia
bayangkan bagaimana kreatifnya pelukis pacar ini, sanggup melukis bekas goresan
malam sebelumnya sehingga tetap terlukis model yang sama.
suatu keharusan dan ciri khas penting dalam perkawinan di Aceh. Dengan telapak
tangan dan telapak kaki berwarna merah menjadi pertanda bahwa seorang wanita
baru saja dipinang pria idamannya, dan akan melangsungkan akad nikah sampai
peresmian pernikahan mereka. Pacar ini pun merupakan suatu penghargaan kepada
wanita Aceh dalam mempercantik dirinya sendiri secara alami. Terlepas dari
simpang-siur boleh atau tidak, toh agama tidak mengharamkan pacar yang pohonnya
bisa kita temukan di belakang rumah.
semati yang diucapkan oleh pria di depan penghulu saya rasa tidak jauh berbeda
dengan daerah lain. Dan di Aceh pelaksanaannya bisa menjelang peresmian
pernikahan atau pun bisa sebulan sebelumnya.
berbeda, Intat Linto merupakan prosesi di mana rombongan mempelai pria
mengantai pengantin pria ke rumah wanita. Intat Linto dilakukan pada hari
pelaksanaan pesta di rumah pengantin wanita. Sedangkan Tueng Dara Baro
merupakan prosesi kebalikan dari Intat Linto, di mana pengantin wanita diantar
secara berombongan ke rumah mempelai pria.
prosesi ini memiliki kesamaan, sama-sama melakukan peresmian pernikahan. Perbedaannya
hanya pelaksanaan di tempat berbeda dan beberapa adat yang tidak sama. Pada saat
Intat Linto, para rombongan banyak membawa seserahan yang akan diberikan kepada
pengantin wanita, atau keluarga wanita. Seserahan ini dikenal sebagai peunuwo bisa dalam beragam bentuknya,
hal ini tentu tidak jauh beda dengan daerah lain, barangkali hanya disesuaikan
dengan kebutuhan dan penamaan.
Dara Baro, pihak pengantin wanita juga melakukan prosesi yang sama disebut peunulang. Di mana memberikan seserahan
kepada pihak mempelai pria, seserahan ini pun saya pikir merupakan hal yang
wajar dan sesuai kemampuan ekonomi dalam membelinya.
Linto maupun Tueng Dara Baro, rombongan akan disambut oleh kemeriahan
penari-penari cilik yang menarikan tarian khas Aceh, seperti Ranup Lampuan. Hal ini tentu saja
membahagiakan raja dan ratu sehari yang baru tiba di rumah kediaman mereka
dengan penuh senyum tawa. Penari-penari cilik ini sudah dipersiapkan secara
khusus dan memang memiliki tempat tersendiri dalam menghibur dibandingkan
hiburan lain. Gaya-gaya kecil mereka mampu menghipnotis rombongan untuk melepas
lelah sejenak selama perjalanan.
dipertemukan maka prosesi selanjutkan adalah duduk di pelaminan, namanya Duek Dara. Kedua mempelai duduk di atas
pelaminan mewah dalam suasana panas dan ribut tamu-tamu diundang.
dan wanita) mereka sama-sama menjalani prosesi yang lumanyan lama. Dimulai dengan
peusijuk dari orang yang dituakan hingga
saling menyulam makanan maupun sesi foto bersama. Selama Duek Dara ini pula pengantin pria dan wanita harus benar-benar
sabar melawan panas dahaga dan sanak-saudara yang minta foto bersama.
saya sebutkan di atas, peusijuk
merupakan prosesi yang merngandung kontroversi di Aceh. Sebagian berpendapat
bahwa peusijuk merupakan prosesi yang
sama dilakukan oleh umat Hindu. Namun dilihat dari pelaksanaannya, peusijuk di Aceh sudah mengalami
perubahan sesuai kebutuhan aturan dalam Islam.
dengan menaburkan padi maupun beras dari ujung rambut hingga ujung kaki
pengantin. Atau pun karena peusijuk
dianggap sebagai kepercayaan menolak bala. Pada dasarnya, bahan untuk melakukan
peusijuk ini terdiri dari beras, biji
padi, tepung tawar, air, ketan, dan dedaunan khas Aceh.
Peusijuk dilakukan dengan “melempar” beras dan padi yang sudah
dicampur antar kepala dan kaki pengantin yang duduk bersila, kemudian tepung
tawar yang sudah dicampur dengan air akan diteteskan pada kedua telapak tangan
dan kaki melalui setangkai daun khas Aceh tersebut,lalu orang yang mempeusijuk akan menyuapi ketan ke mulut
kedua mempelai dan diakhiri dengan salaman.
tidak sama dengan proses yang dimaui Islam. Saya sendiri tidak menemukan aturan
baku yang melarang peusijuk, bahkan
sampai menanyakan kepada ulama di daerah masih membolehkan peusijuk ini. Karena, budaya tidak bisa dihilangkan hanya saja
dikombinasikan dengan Islam. Pada peusijuk
sendiri – selain masih dianggap pemberkatan – selama prosesnya dibacakan basmalah dan doa-doa keselamatan dunia
akhirat.
pun kerap dilakukan prosesi ini.
pernikahan tetap akan bahagia sesuai kemauan
suami istri bukan dari faktor luar. Bagus tidaknya watak suami dan istri akan
menentukan kokohnya pernikahan. Bagus atau tidaknya proses menuju rumah tangga
bahagia, semua karena budaya adalah kebiasaan yang tidak bisa dibuang selama
kita hidup bermasyarakat!