Categories
Uncategorized

Kisah Profesor Sombong dan Angkuh Naik Haji Tidak Dapat Mabrur

Profesor sombong naik haji tidak mabrur – Sunyi yang melabuhkan rindu. Rasman berdiri di ambang pintu. Malam kian berderit. Nyanyian bersenandung dari dahan pohon rumbia di belakang rumahnya. 
Naik haji ke Baitullah.
Telah lama sekali ia menikmati kesyahduan alam ini. Hawa menggelora yang menggetarkan nada-nada cinta dalam dirinya. Ia telah melayang tinggi. 
Ke puncak menara tak bernama dan tak bertuan. Ia menyaksikan kain-kain putih beterbangan. Mungkin saja membawa harapan, bisa juga karena angin terlalu kencang.
Pada
biduk yang meliuk asa itu. Rasman menaruh harap. Oh, bukanlah semata khayalan
atau mimpi. Ia bersemangat menggapai tujuan karena mata memandang penuh iri
dari orang lain.

Kemenangan untuknya semata-mata ia dapat karena pandangan
berbeda di sekitar nyawanya terkembang.

Rasman
meraih cita-cita. Ia bersikap layaknya anak kecil yang mengimpikan mainan baru.
Ia pamerkan kepada semua khayalak.

Bahwa dirinya yang mampu mendapatkan mainan
tersebut. Ia merasa tidak goyah atau terhina dengan ucapan orang lain. Ia
merasa setiap omongan adalah motivasi untuk meluruskan yang benar dalam
dirinya.

Ibarat
cobaan, Rasman merasa itulah masanya. Silih berganti orang memandangnya iri.
Berpacu dalam waktu orang menyela keinginannya. Ia tak habis pikir dengan
ucapan demi ucapan. Ia tak terkendali pula untuk memamerkan kekuasaan dirinya. 

Ke
mana-mana ia berkata, “Menuntut ilmu itu wajib!”
Di
lain kesempatan ia pula menyuarakan dengan tegas, “Menunaikan ibadah haji wajib
bagi yang mampu!”
Namun
Rasman alpa. Ia terus mengejar cita-cita. Harta dan tahta ia raih dalam sekejap
mata.

Tiap Jumat ia berkhotbah di masjid-masjid berbeda. Mendengungkan
keagungan ilahi. Mendendangkan ayat-ayat tentang haji tatkala musim haji
tiba. Meneriaki orang-orang berharta untuk segera menunaikan ibadah haji.

Padahal, dirinya sendiri belum melangkah ke tanah suci.

Khotbahnya
tak berhenti sampai di mimbar Jumat. Di warung kopi kampung sebelah, hampir
tiap malam ia bercakap-cakap hingga larut.

Rasman menjelaskan secara detail
pengetahuannya mengenai haji. Orang-orang yang awam – kebanyakan tak sekolah –
menyimak dengan saksama ceramah agama.

Rasman semakin menggelora. Sesekali ia
berucap, “Saya sedang menempuh pendidikan tinggi di Kota!”

Rasman
tak pernah berhenti menceritakan mengenai hajar aswad di dalam kabah, kemegahan
Masjidil Haram, kemewahan Masjid Nabawi, orang-orang yang berlari kecil antara
bukit Safa dan Marwah, tangan-tangan yang melempar batu, dan semua rukun serta
syarat haji lainnya.

Tiap malam Rasman duduk di warung kopi, tiap malam pula ia
menceritakan hal yang sama.

Berulang kali pula ia berucap dengan makna yang
sama sambil tertawa kecil, “Sebentar lagi saya selesai pendidikan tinggi di
Kota!”

Jika
mendengar penjelasan haji dari Rasman, benarlah adanya jikalau ia telah
menunaikan ibadah wajib tersebut. Ceritanya tak pernah terpenggal. Ia
menceritakan sekonyong-konyong telah berhaji puluhan kali.

Seakan-akan Rasman
paham betul letak koordinat utara, selatan, barat dan timur di tanah Arab. Sepertinya,
Rasman paham benar toko-toko penjual aksesoris di Mekkah maupun Madinah.

Padahal,
langkah kaki Rasman belum pernah tersentuh di bandar udara Jeddah sekalipun. Dan
di akhir cerita, Rasman akan menambahkan, “Tak lama lagi saya akan menerima
gelar profesor!”

Orang-orang
terkagum. Entah karena bodoh. Entah karena tak mau tahu. Entah karena pura-pura
tuli. Entah karena sudah tahu ucapan cerita pengantar tidur dari Rasman.

Di
malam berikutnya, saat Rasman menceritakan hal serupa, orang-orang juga
mendengarnya. Karena tak ada orang lain yang pandai menceritakan banyak ilmu
agama selain Rasman.

Di sana pula, hanya Rasman seorang saja yang menempuh
pendidikan tinggi. Katanya akan mendapat gelar profesor.

Walaupun, Rasman
kuliah ke Kota pada hari Sabtu dan Minggu saja. Orang-orang di warung kopi
tetap tak mengambil tanya, karena mereka tidak tahu soal itu, juga karena
mereka tak berani menyanggah omongan Rasman.

“Mana
kau tahu, kau tidak sekolah setinggi aku!” begitu kilah Rasman saat ada suara
bising di dekatnya.
Cerita
Rasman selalu mengenai haji. Seakan-akan ia paham betul bagaimana cara melunasi
dana pembayaran haji. Ia menjelaskan seluk-beluk pembayaran haji kepada
orang-orang.

Ia mengatakan betapa rumitnya mengurus haji kepada orang-orang. Ia
mengatakan kenal si ini dan si itu yang bisa meluruskan orang yang ingin
menunaikan ibadah haji.

Di akhir cerita ia mengulang, “Aku selesaikan profesor
terlebih dahulu, haji itu tak pandang umur!”

Di
lain waktu, Rasman mengatakan kenal dengan petugas haji dari kampung sebelah.
Tak lama setelah itu ia mengatakan mengetahui tata cara manasik haji.

Bahkan,
ia pernah mengikutinya untuk coba-coba. Seperti biasa, di akhir cerita ia
mengatakan, “Aku tak mau membuang waktu meraih profesor selagi muda!”

Tak
hanya di warung kopi saja Rasman bercakap banyak. Di dalam rumah, ia pun
demikian. Istri dan anaknya meraung dalam gelap. Istrinya meratap sedih.
Anaknya menyendiri.
Rasman
sering berujar, “Minta saja uang jajan pada ibu kau itu!”
Pada
istrinya, Rasman berucap, “Belilah kebutuhan rumah tangga ini dengan gaji kau
itu!”
Karena
gaji Rasman tak pernah lagi keluar serupiah saja semenjak dirinya mengejar
profesor. Pulang pergi ke Kota dalam jarang lima jam perjalanan darat, membuat
tabungan Rasman berkurang dengan cepat.

Gajinya sebagai guru pegawai negeri
sudah tak cukup menampung semua kebutuhan ini dan itu. Pendidikan doktoral yang
telah selesai belum terasa cukup sebelum profesor tersemat di depan namanya.

Gaji
tambahan dari perguruan tinggi swasta tempatnya mengajar sore juga tak bisa
menambal kebolongan di sana-sini.

Istrinya,
sebagai guru pegawai negeri harus menambal bolong-bolong di tubuh suaminya yang
penuh gengsi.
Rasman
tak pernah mau mendengar kata tidak ada. Setiap kali ia membutuhkan, pada masa
itu pula semua harus tersedia.

Wewenang pendidikan anaknya ia limpahkan kepada
istri. Ia tak akan melepaskan cita-cita yang sebentar lagi akan tercapai.

“Kapan abang melunasi biaya haji?” tanya istri Rasman malam itu.

“Nantilah.
Kau tak tahu aku sedang fokus pada penelitian profesor?”
“Profesor
itu milik dunia, sedangkan haji tidak demikian…,”
“Banyak
kali cakap kau. Kau cuma lulus sarjana, aku sebentar lagi akan dapat
profesor. Seharusnya kau bangga punya suami hebat macam aku ini!”
“Haji
itu lebih wajib…,”
“Aku
lebih paham soal itu. Kau pun cuma pelajari dan mengajar ilmu hitung. Aku ini
mempelajari dan mengajari ilmu agama sejak jadi guru sampai dosen.

Apa yang aku
tak bisa? Aku bisa bercakap-cakap dalam bahasa Arab, aku bisa mengartikan
al-Quran dengan benar, aku memahami isi kandungan al-Quran dan hadits, aku tahu
betul ajaran agama karena telah kumakan sampai habis semua itu!”

Rasman berkacak
pinggang. “Soal haji itu, aku sudah hapal di luar kepala tata cara
pelaksanaannya,”

“Abang
kan belum menunaikannya,”

“Panggilan
haji itu telah ada, aku saja belum sempat mengerjakannya. Sampai di tanah suci,
aku sudah tahu ibadah apa saja dan tempat pelaksanaannya. Kau tak perlu ragu!”

“Apakah
abang akan membawa kami serta jika menunaikan haji?”
“Oh
tidak! Kau lunasi sendiri biaya haji itu. Kau sudah tahu biaya kuliah sampai
mendapat profesor sering tak cukup. Aku wajib melakukan penelitian dan membuat
karya ilmiah dengan bagus supaya cepat mendapat profesor,”
“Kami belum mampu melunasinya,” istri Rasman menggigit bibir. Pikirannya
menari-nari akan biaya pendidikan anak mereka dan kebutuhan rumah tangga yang
diabaikan Rasman.

“Kau
sabarlah kalau begitu,”
“Kenapa
tidak abang tunaikan haji terlebih dahulu, lalu menunaikan haji kami sekalian,”
“Aku
fokus dulu ke penelitian ini,”
“Penelitian
abang tentang haji, alangkah baiknya jika dipraktikkan langsung,”
“Ilmu
haji yang kumiliki telah cukup. Tak perlu buang-buang uang penelitian ke tanah
suci. Orang-orang yang telah pulang dari sana cukup sebagai sampel penelitian
ini.

Lagi pula, masa tunggu haji itu bertahun-tahun, tak akan dapat gelar
profesor itu lagi nanti!”

Istri
Rasman tak lagi berkutik. Rasman mengacungkan tangan. Tanda bahwa dirinya tak
lagi mau diganggu.
Malam
semakin larut. Besok wukuf di Arafah. Salat hari raya sudah lebih dari cukup
bagi yang tak mampu ke Padang Arafah.
Di
pagi yang begitu cerah. Takbir berkumandang. Rasman berkemas dengan rapi karena
ia akan menjadi khatib di kampungnya sendiri.
Berdirilah
Rasman di atas mimbar setelah salat hari raya. Rasman berapi-api menerangkan
perjalanan Ibrahim dan Ismail. Di akhir khotbah, Rasman menambahkan jurus
ampuh, ia terlupa posisinya sebagai khatib, bukan penceramah di warung kopi.
“Sebentar
lagi saya akan menjadi profesor!”
Rasman
lupa mengucap salam penutup khutbah. Rindu tak lagi menggetarkan hatinya…
Categories
Uncategorized

5 Kebiasaan Buruk Siswa di Sekolah yang Tak Boleh Dicontoh

5 Kebiasaan Buruk Siswa di Sekolah yang Tak Boleh Dicontoh – Belajar
itu sangat membosankan! Kata siswa sih begitu. Bagi mereka, ke sekolah
itu have fun saja. Mau guru masuk atau kagak, no problem. Asalkan
bola voli nyasar di lapangan seharian di sekolah nggak kenapa.

Siswa tidak rapi.

Siswa memang
cenderung suka yang tidak disukai guru. Namun tahukah kamu jika guru itu bosan
mengajar? Apalagi saat menghadapi siswa nonbandel. Susahnya lebih daripada
siswa yang benar-benar bandel.

Kalau siswa bandel mah sudah ketahuan
belangnya. Awut-awutkan di kelas. Siswa yang setengah bandel ini, susahnya
minta ampun. Lebih baik ni, kalau mau jadi siswa bandel ya bandel banget
jangan tanggung-tanggung.

Kalau setengah jadi begitu, guru pun susah ngasih
surat panggilan kepada orang tua. Mau tulis alasan apa coba? Padahal guru sudah
geram sampai tingkat tinggi.

Lima
alasan sepele ini yang membuat guru bosan banget duduk manis atau
mengajar di kelas. Alasan yang terkadang dibuat-buat karena malas belajar.

Pura-pura Sakit

Banyak
mah yang pura-pura sakit saat pelajaran dimulai. Bahkan guru sudah
tanda, jika pelajaran Matematika atau Fisika di Putri pasti sakit. Kebiasaan ini
mendarah daging dan tidak akan dibuang oleh si siswa sebelum ditegur oleh guru.

Terkadang, guru cuek saja saat mengajar dan percaya nggak percaya. Giliran sakit
beneran guru sudah nggak yakin lagi.

Sakitnya
siswa yang nggak mau terima pelajaran itu beragam. Ada yang ringan-ringan saja
seperti sakit perut, yang intinya lebih baik tiduran di kantor guru atau ruang
UKS. Ada pula yang kesurupan tiap guru masuk.

Padahal jika dilihat dari
tabiatnya malah ingin cari perhatian lebih. Di sekolah kesurupan eh di Facebook
malah selfie haha hihi. Katanya lihat hantu eh pulang sekolah ngakak-ngakak.
Ada juga jenis sakit seperti pingsan tiba-tiba saat upacara atau di kelas
sebelum jam istirahat. Eh tahu-tahu si siswa ini nggak sarapan!

Sebentar-sebentar ke Kamar Mandi

Kesal
memang jika ada siswa yang keluar kelas saat jam pelajaran. Apalagi yang minta
permisi itu dia lagi dia lagi. Pokoknya, tiap ada guru di kelas selalu dia saja
yang keluar untuk pipis. Sekali dua kali sih guru akan percaya.

Berkali-kali
mah kebangetan namanya. Selidik punya selidik ternyata si siswa ini
keluar kelas karena ada yang bening-bening di kelas sebelah. Sengaja keluar
saat guru di dalam kelas supaya mudah curi-curi pandang ke si doi yang entah
pacarnya atau gebetan semata!

Tidur di Kelas

Siswa
tipe ini sebenarnya mudah diatasi. Biarkan saja dia tertidur dan guru lanjutkan
pelajaran. Namun jika tiap saat tertidur saja sangat menganggu kehidupannya. Dengan
mudah nanti mengatakan guru tidak menjelaskan materi ini dan itu, padahal dia
saja yang tukang tidur.

Tanggung-jawab guru sebenarnya dipertaruhkan untuk
siswa yang suka tidur ini. Satu sisi dia memang nggak menganggu namun sisi lain
sangat mengganggu. Siswa lain akan nyelutuk kok dia bebas tidur
sedangkan mereka belajar.

Ajak Teman Bicara

Tidur
sih nggak apa-apa karena rugi cuma dia seorang. Nah siswa yang ajak
teman bicara sangat tidak menarik. Tiap guru masuk dia-dia saja yang ngomong.
Rasanya gudang informasi hanya dia yang miliki. Jika teman bicaranya aktif,
maka bisik-bisik di kelas tak bisa dihindari.

Jika teman pasif hanya suara dia
yang terdengar. Coba saja tanyakan padanya mengenai penjelasan mata pelajaran,
paling hanya lima menit dia diam sebelum mulai bicara kembali. Herannya tak
pernah habis dia bicara. Jika dikasih hukuman ke depan kelas, satu kata pun
nggak akan keluar!

Sibuk Sendiri

Tiba-tiba
guru marah karena dirinya dilukis oleh seorang siswa. Siswa yang cenderung
sibuk sendiri memang ada-ada saja tabiatnya. Kalau nggak melukis pasti
buat tugas pelajaran lain. Kesibukan-kesibukannya tersebut seakan nggak pernah
habis. Kebiasaan itu berlanjut.

Pekerjaan rumah nggak pernah dikerjakan di
rumah karena bisa dikerjakan waktu pelajaran lain. Hapalan nggak perlu
dilakukan karena waktu guru lain masuk bisa menghapal. Jika pelajarannya jam
terakhir, jika jam pertama? Tetap saja sama. Datang lebih cepat lalu nodong
teman minta tugas. Begitu seterusnya.

Kesadaran
siswa patut ditingkatkan untuk setiap pelajaran. Jika siswa terus beralasan dan
guru mengabaikan alasan tersebut maka tak tertutup kemungkinan prestasi siswa
semakin hari semakin terjun payung. Sekarang, tinggal kita mau pilih yang mana! 
Categories
Uncategorized

Malang Sekali, Anak Ini Kecanduan Lem sampai Mabuk

“Kami
ngelemlah, Bang!” ujar paras manis di depanku. Deru
kendaraan bermotor sayup-sayup menghilang. Hanya tinggal beberapa saja yang
lalu-lalang di jalan utama kota kami. 

Ilustrasi.

Menjelang 
dini hari tak ada yang lebih menarik selain hawa malam yang semakin
dingin, pemandangan penjual kaki lima sedang menutup dagangan mereka, beberapa
lewat dengan sepeda motor; entah pria atau wanita dengan
make up tebal
dan rambut terurai sambil melambai-lambaikan tangan kepada siapa saja di jalan. 



Dan mereka yang sedang istirahat setelah memetik gitar, mendabuh wajan plastik,
menggoyang tutup botol yang disatukan dengan kayu, maupun botol minuman
sehingga membentuk irama
comprengan.

Satu
di antara mereka yang dengan penuh nikmat merokok adalah Wahyu – nama disamarkan.
Perawakan remaja umur 15 tahun ini tampak gahar dengan kulit gelap dan rahang
kokoh. Sinar temaram dari lampu jalanan membuatku bisa mengamati rupa dari
Wahyu. Asap rokok yang mengepul ke udara tak menutupi watak keras yang tersirat
dari anak sekolahan tersebut.
“Sejak
kapan kamu ngelem?” tanyaku memakai istilah mereka.
Wahyu
tidak langsung menjawab. Embusan asap rokok dari puntung kedua saat bertemu
denganku menimbulkkan polusi. Aku terbatuk-batuk. Wahyu cuek saja dan bahkan
tak menghormati orang yang lebih tua darinya. Kehidupan di jalanan membuatnya
tak bisa membedakan lagi adab dan sopan santun, mungkin demikian.
“Tiga
tahun lalu!” tegas Wahyu tanpa beban. Sepertinya, kebiasaan yang Wahyu lakukan
bersama mereka di sini tak lain hal yang wajar. Usia belia telah terkikis
akibat konsumtif terhadap barang-barang haram yang tak biasa.

Kamu pastilah
tahu soal narkoba – jarum suntik, pil atau sejenisnya. Kamu tahu bahaya narkoba
yang sedang mengincar generasi muda. Narkoba jenis “populer” yang sering sekali
aku dan kamu lihat di televisi atau baca di internet adalah barang mahal.

Mereka
yang ingin mencoba dan ketagihan narkoba mau tidak mau harus mendapatkannya
dengan harga tak murah. Pengguna narkoba sangat mudah dilacak dengan berbagai
cara oleh pihak berwenang. Namun ini tak berlaku pada Wahyu dan mereka yang
sedang bercengkrama di depanku.

Jiwa-jiwa muda ini penuh semangat. Tawa mereka
membahana di balik malam. Langkah mereka masih jauh ke depan. Cita-cita dan
harapan bahagia seakan-akan telah terkubur dalam sekali hirup lem plastik.

“Rasanya
bedalah, Bang!” kata Wahyu seperti pernah memakai narkoba jenis sabu maupun
ekstasi. Candu terhadap lem plastik selama tiga tahun membuat Wahyu tak bisa
berkutik.

Selain murah, orang-orang tidak tahu lem plastik ini adalah jenis “narkoba”
yang lebih mematikan. Bahkan penjual tidak curiga saat Wahyu membeli lem
plastik dalam jumlah banyak.

Lepas
ngamen lewat pukul 12 belas malam di tempat-tempat makan populer kota
kami, Wahyu dan mereka yang masih berkulit lembut itu berjejer menanti malam
penuh bidadari.

Tempat nongkrong mereka adalah jalanan sepi yang jarang dilalui
orang-orang. Mereka mulai menghirup. Meresapi. Merasakan kelezatannya. Terkapar
penuh halusinasi.

Mata berkunang-kunang menahan kehikmatan sesaat yang tiada
tara. Tubuh yang sedang dalam masa pertumbuhan telah rusak hanya karena “wangi”
lem plastik.

“Abang
mau coba nikmatnya?” tanya Wahyu santai. Aku tak bisa membayangkan bagaimana
mereka terbuai dengan aroma. Hanya dengan wangi lem plastik saja mereka dapat
terbuai ke langit ketujuh, bagaimana dengan narkoba sesungguhnya?
Ngamen semalam adalah
untuk membeli lem plastik buat kesenangan. Wahyu mulai mendekati mereka yang
sebagian telah teler.

Racauan yang keluar dari mulut mereka sudah tidak
teratur. Tentang cewek, guru paling cantik, guru kiler, sampai guru
olahraga yang celananya sobek di selangkangan saat latihan voli.

Kondisi mabuk
mereka benar-benar tidak teratur, seperti berada di antara alam nyata dan
khayalan. Sebagian besar berbicara “normal” dan tahu apa yang diucapkan. Berbeda
dengan teler narkoba sungguhan yang lupa diri.

Aku
menarik lengan Wahyu. “Sampai kapan kamu akan ngelem?”
Alah,
masih muda ni, Bang. Cuma ngelem doang kok!
Aku
bertaruh pada diri sendiri. Maju mundur nggak berlaku di sini. Aku sendiri,
mereka dengan jumlah banyak. Lagian, informan yang memintaku ke sini menasehati
untuk tidak ikut campur urusan lain selain melihat dan mendengar cerita mereka.
“Mereka
lebih beringas dari harimau!” sebut informan yang bekerja di LSM tersebut.
Tak
bisa kutampik. Wahyu – mereka – itu adalah brondong-brondong yang
punya nyali dan tenaga besar. Dalam keadaan ngelem pun bisa menghajar
orang.
Aku
mundur teratur. Tingkah aneh mulai kelihatan dari mereka. Peloncoan-peloncoan
ala remaja terjadi. Di antara malam yang terus merangkak, senda-gurau mereka
tak lagi syahdu.

Mereka memang tidak lebih sepuluh orang namun jika “banyak”
dari mereka ngelem tiap malam, bagaimana setelah hari ini?

*Jenis/merek
lem plastik sengaja tidak disebutkan. 
Categories
Uncategorized

10 Alasan Kenapa Kamu Memilih Pasangan Pria Ganteng

Pasangan hidup pria ganteng adalah pilihan. Ganteng; elok dan gagah (tentang perawakan dan wajah, khusus untuk laki-laki); tampan. Contohnya ia sangat tampan lagi baik budi sehingga banyak orang yang menyenanginya. – Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Ji Chang Wook, ilustrasi pria ganteng. 
Berawal dari sebuah cerita, duduk bersama tiga wanita yang usianya di bawah saya, mengalirkan cerita di pagi yang malu-malu beranjak siang. Tiga wanita ini asyik bercengkrama sesuai selera mereka yang – entah – benar serius atau hanya bualan semata. 
Celutuk mereka ibarat burung terbang yang hinggap pada kumbang baru mekar pagi tadi. Tawa mereka seperti cerahnya purnama semalam. Cekikikan mereka seperti ejekan kepada saya yang fisiknya tidak ganteng sempurna. Hilangkan kata sempurna karena saya memang tidak sepadan dengan kata yang telah saya catut definisinya di atas. 
Tiga wanita ini seakan sepakat bahwa; pria gantenglah yang layak menjadi pendamping hidup mereka! Karena apa? 

Tidak malu dibawa kondangan 

Pria ganteng tak malu dibawa kondangan! Begitu celutuk seorang di antara wanita di depan saya itu. Memang, wanita punya alasan tersendiri dengan pria ganteng. 
Ke kondangan paling rentan sekali dengan cibiran. Menggandeng pasangan di luar harapan, lebih pendek, gemukan atau buruk rupa tentu saja hinaan akan mengalir. Mengapa wanita itu mau menikah dengan pria itu. Kenapa pria itu nggak sadar diri. Atau pertanyaan lain yang muncul kemudian. 

Pria ganteng otomatis tinggi dan porposional 

“Saya akan menikah dengan pria tinggi!” ujar salah seorang dari mereka dengan bangga. Rata-rata pria ganteng itu gemar berolahraga dalam rangka menunjang penampilan. Coba Anda perhatikan pria-pria ganteng di sekeliling, badan pasti atletis, rahang kokoh, dada bidang dan sejumput kenangan lain yang mengarahkan bahwa hidup mereka sehat. 
Pria ganteng sadar betul mereka dalam perhatian orang lain. Dengan tinggi dan tubuh porposional membuat mereka lebih mencolok dari pada yang lain. Kembali ke poin pertama, saat di bawa pesta pasti akan dipuja-puji wanita! 

Pria ganteng rata-rata mapan

Katanya sih demikian. Coba deh perhatikan lowongan kerja yang beredar di internet atau di media cetak. Poin yang membuat saya kabur teratur adalah tinggi badan untuk pria minimal 165 cm atau bahkan lebih. 
Seakan-akan pria ganteng mudah sekali mendapatkan pekerjaan dengan pesona mereka ini. Wajar sih sebuah perusahaan membutuhkan yang bening-bening karena mau tidak mau pria ganteng ini akan berinteraksi dengan banyak orang. 
Kembali ke poin pertama, saat di pesta pun pria ganteng akan ditanyakan kerja di mana dan berapa penghasilan perbulannya. Pria jelek, jangan harap ada pertanyaan demikian! 

Memperbaiki keturunan 

Ayah tinggi, anak akan tinggi. Ibu tinggi, anak akan tinggi. Ayah pendek, anak akan pendek. Ibu pendek, anak akan pendek. Buktinya? 
Buah tak jauh dari pohonnya memang benar. Keturunan (darah) tak akan mengalir ke tempat yang salah. Menikah dengan pria ganteng paling tidak keturunan yang dihasilkan juga copian dari ayahnya. Ke mana-mana anaknya akan dibicarakan orang. Kembali ke poin pertama, akan ditanyakan siapa ayah anak ini?

Enak dilihat kapan saja

Bangun tidur lihat muka lu lagi! Sering mendengar ucapan ini bukan? Pria ganteng itu baru bangun tidur saja enak dilihat. Wanita mana yang nggak tergoda dengan pria seperti ini. Katanya sih – menurut saya pun demikian – untuk menilai seseorang itu cakep atau nggak ya pas bangun tidur! 

Pria ganteng bersih dan putih

Yang namanya pria ganteng itu identik dengan putih dan bersih. Kayaknya tubuh pria ini bagai persolen, bening seperti kaca sampai urat-uratnya kelihatan seksi sekali. Wajar saja pria ganteng itu bersih dan putih karena dari sononya memang demikian dan perawatan pun dilakukan maksimal seperti gym atau nyalon! 

Digilai wanita

Jelas sekali. Biarpun pria ganteng ini telah beristri para wanita tetap saja terpesona olehnya. Wanita mana yang tidak tergoda dengan pria ganteng, paling nggak sempat mengkhayal hidup bersama pria ganteng. 

Pria ganteng selalu wangi

Rasanya, keringat saja wangi dari pria ganteng ini. Nggak percaya? Coba deh dekat-dekat dengan pria ganteng, dalam jarang satu meter darinya saja wangi itu tercium. Entah pria ganteng ini menuangkan seisi galon minyak wangi ke tubuhnya atau memang minyak wangi itu yang lengket di badannya. 

Pria ganteng mencintai kerapian 

Intinya, pria ganteng itu mencintai tubuhnya sampai ke akar-akarnya. Mau celana dekil yang dikenakannya tetap saja terlihat stylish. Mau baju kumal yang dipakainya tetap saja dada bidang itu terlihat menggoda. 
Baju yang dikenakan selalu tersetrika dan wangi pengharum pakaian. Pria ganteng itu tak akan memakai baju tabrak warna. Rasanya, pakaian apapun yang dipakainya tetap terlihat mahal di badannya walaupun dibeli pada saat diskon!
Ada-ada saja jika duduk bersama wanita lajang. Maunya mencari kesempurnaan dalam diri pria. Nah saya? Maju mundur cantik Kak Syahrini saja ogah yang lihat! Mau saya goyang gumang pun hanya angin yang menertawai. 
Mau saya jungkir-balik, tiarap sampai megap-megap tetap saja nggak ada yang perhatian. Contohnya, sampai berlinang air mata saya di depan tiga wanita ini. Eh mereka sama sekali nggak mengubrisnya. Apa saya mesti operasi plastik terlebih dahulu ke Korea?
Categories
Uncategorized

Kamu Mahasiswa Baru? Sebaiknya Beli Notebook atau Smartphone di Awal Semester Ini

Notebook atau smartphone? – pixabay.com
Sebentar lagi, tinggal
menghitung hari seperti pesan lagu cinta dari Krisdayanti. Kamu yang saat ini
duduk manis di putih abu-abu, akan terbang tinggi ke langit tak berperi.
Angkasa yang luas untuk sebuah angan dan juga cita-cita yang terbengkalai dalam
rasa. Tepat saat ini bermanja, kamu membutuhkan pil-pil pahit untuk memuluskan
jalan menuju kemenangan.

“Bu, beli ini,”

“Pak, beli itu,”
“Ma, aku mau ini,”
“Pa, aku mau yang
itu,”
Tegas dalam egois dan
tidak mudah untuk mengatakan tidak. Begitulah waktu remaja yang melankolis
dalam keinginan-keinginan, yang tidak mungkin dimiliki lagi pada masa setelah
itu. Debar jantung begitu berkelebat saat hari itu tiba, menjadi mahasiswa.
Lalu apa dan bagaimana?
Di layar yang
bersinar, kamu butuh kesegaran dan menepikan sifat manja. Angka dan huruf
terpatri disela kalimat yang sebentar dihapus, di
ulang kembali ketikan
serupa dan bingung mengulang kalimat yang sama saat benar-benar ter­delete. Tiba pada waktu yang tidak terduga, kamu butuh atmofser lebih segar
untuk menyempurnakan hari. Di mana-mana orang memegang notebook (laptop)
untuk memulai aktivitas. Dosen di depan kelas dengan angkuhnya menjelaskan
teori hanya berdasarkan slideshow. Tugas-tugas persentasi harus dikirim
melalui email tengah malam. Tugas lain datang saat harus video call atau
chat panjang dengan seseorang terpenting pada itu jika kamu memiliki
hubungan jarak jauh, bahkan hubungan jarak dekat juga dihipnotis oleh perangai
ini. Gaya hidup dan keinginan untuk menjadi yang terbaik dimulai dari situ,
saat kamu membutuhkan sebuah notebook di awal kuliah itu.
Tapi,
di senja yang mungkin saja mudah berlalu, teman main kala menghadapi
bentak-bentakan senior saat pengenalan kampus, membawa serta smartphone high
end
dengan kualitas terbaik saat itu. Kamu pun menjadi bimbang dan kaku
untuk memulai cara mendapatkan barang mewah itu. Hati yang tergusur pilu mau
tidak mau harus memilih untuk memiliki satu di antara dua pilihan. Tinggalkan smartphone
kembali di rak toko yang megah, kamu tentu tidak bisa bergaya sepanjang waktu
bersama teman-teman baru. Meletakkan kembali notebook yang bisa saja
lebih murah daripada harga smartphone, kamu akan kebingunan saat tengah
malam tugas belum selesai.
Kamu
pilih yang mana? Kamu akan beli yang mana? Mana yang lebih prioritas antara smartphone
dengan notebook? Kamu perlu pertimbangkan beberapa hal sebelum memilih
satu di antara keduanya, bahkan jika kamu sanggup pun membeli dua sekaligus di
saat yang sama, kamu harus memiliki penerawangan lebih lanjut setelah hari itu.
Pertimbangan Pertama
Notebook lebih
dibutuhkan daripada sebuah smartphone. Pekerjaan kamu sebagai mahasiswa
dimulai saat iuran masuk dibayar dan tugas-tugas semakin membludak tak tentu
arah. Barangkali, masanya warung internet telah usai beberapa waktu lalu. Di mana-mana
orang (mahasiswa) bekerja dan menyelesaikan tugas di warung kopi dengan
internet gratis; entah pun mereka hanya bermain media sosial atau mendownload
drama Korea terbaru. Notebook yang memiliki tekstur lembut akan menemani
kamu sepanjang waktu dan bahkan bisa menjadis sahabat terbaik dalam melakukan
banyak tugas. Multitasking yang menawan cukup baik agar kamu bekerja
dengannya sepanjang waktu. Misalnya, kamu menyelesaikan tugas berupa rancangan
awal untuk sebuah bangunan pada matakuliah arsitektur yang saya tak tahu
namanya.
Pertimbangan Kedua
Siang
malam kamu lebih membutuhkan notebook daripada sebuah smartphone
karena ‘pekerjaan’ sebagai mahasiwa itu sungguh melelahkan. Tiba-tiba dosen
yang paling kamu gilai di kampus memberi tugas tambahan, harus dikumpul dalam
tiga puluh menit, kamu tidak mungkin mengejar komputer di laboratorium kampus
untuk menyelesaikannya. Kamu juga nggak mungkin numpang sama teman yang
sama pusingnya mengejar deadline. Kamu tentu tidak bisa berlari ke
warung internet satu-satunya yang masih buka di dekat kampus untuk
menyelesaikan tugas itu. Untung nggak untung bukan milik Arie Untung suaminya
Fenita Arie, nahas bisa saja terjadi saat mendadak seperti dikejar kecoa dalam
kamar pengap. Mati lampu, warung internet penuh, rental komputer tiba-tiba
nggak buka, down sekali tepuk jidat tugas kuliah itu melayang-layang di
konsep tak tertulis dalam kepala. Makanya kamu perlu punya notebook
sendiri daripada menerawang manja ke mana-mana sampai akhirnya nggak siap
tugas.
Pertimbangan Ketiga
Siapa
bilang notebook nggak bisa internet seperti smartphone? Maksudnya,
tidak rutin bermain di internet. Jika kamu cek and ricek ke studi yang
tidak saya survei dengan angket panjang kali lebar kali tinggi di Aceh,
rata-rata orang itu duduk di warung kopi lebih lama daripada di tempat lain. Mahasiswa
juga melakukan hal yang sama. Duduk manis dengan secangkir kopi sudah lebih
dari cukup untuk kamu menyelesaikan tugas, download drama Korea, live
streaming
musik keren, cas cis cus di media sosial dengan layanan chatting
unggulannya, juga bisa tebar pesona menjadi selebblog dari hasil coretan
penuh amarah maupun nada putus asa setelah ditendang cinta pertama. Begitu ngos-ngosan
kamu mengejar waktu untuk bermain aman ini, begitu pula kamu mudah mendapatkan
hasilnya. Jadi, dengan notebook kamu bisa mendapatkan banyak keuntungan
daripada mengandalkan smartphone.
Pertimbangan Keempat
Notebook adalah hal
penting – lebih penting – untuk kamu sebagai mahasiswa. Bukan tidak boleh
membeli smartphone tetapi bukan pada masa awal kuliah. Saat kamu sudah
benar-benar dapat bernapas dengan tenang, baru celingak-celinguk ke toko
sebelah untuk mendapatkan smartphone terbaik. Walaupun kamu dari
keluarga berada, kamu patut menyimpan amarah untuk ini karena orang tua kamu
nggak cuma bayar SPP tetapi juga harus melunasi sewa kamar, beli isi kamar
(jika harus), keperluan kamu sehari-hari yang masih manja di bulan pertama dan
kroni-kroni sepenuh goni yang nggak mungkin saya jabarkan di sini. Napas orang
tua yang tersengal-sengal jangan sampai langsung terputus tiba-tiba saat kamu
meminta segera dibelikan smartphone. Masih panjang waktu kamu untuk dapat
bergaya dengan hidup yang mewah. Siapa yang tahu dari bekerja sebagai freelancer
dengan notebook keren, sebagai creator, komikus, penulis beken
atau penulis blog kamu malah nggak harus beli smartphone, bisa
dapat dari hadiah atau endorse!
Pertimbangan Kelima
Bergaya
dalam hidup senang masa muda masih bisa pinjam punya teman kok. Teman kamu
yang sudah lebih dulu memiliki smartphone dengan kamera bagus, bisa saja
diajak hunting objek, kamu yang jadi bintangnya dan sebarkan pesona ke
media sosial. Masa kamu nggak bisa merajuk kepada teman yang telah dianggap
saudara itu? Nah, sekali masih ada yang bisa dijadikan ‘korban’ kamu akan aman
sampai batas sabar menantikan kehadiran sebuah smartphone.
Saya
tahu, kamu telah memiliki pertimbangan terbaik saat ini. Sama halnya saat kamu
memikirkan Kedokteran UI atau UGM. Mungkin saja kamu telah punya rencana ketemu
Song Jong-ki di Korea Selatan setelah kuliah di salah satu universitas di sana.
Kamu
mahasiswa baru dan masih bingung memilih antara notebook atau smartphone?
Isi saja hati kamu dengan keyakinan pasti akan mendapatkan itu. Toh, sesuatu
yang diyakini suatu saat pasti akan dimiliki. Sekarang, nikmati masa-masa ujian
akhir sekolah dengan rautan pensil setajam silet! Enjoy the showcase!
Categories
Uncategorized

Obrolan Manja dengan Customer Service Cantik, ‘Kutanya Paket Data Kok Cepat Habis?’

Siang
yang bergerimis, gelap tiba-tiba menyelimuti kota kami. Di tengah kota yang
tidak padat, partikel-partikel jaringan data seakan-akan sedang menyemarakkan
pawai kebangsaan. Di sana-sini orang-orang memainkan smartphone sambil
tertawa dan termenung. Di bagian lain, orang-orang sibuk mengetik di atas keyboard
laptop pada warung kopi dengan fasilitas internet gratis.
“Teh panas saja, Bang!” ujarku kepada pelayan yang sudah dikenal. Mungkin saja, dia telah sangat bosan melihat rupa orang yang sama ini di warung kopi tempatnya bekerja. Teh panas adalah pesanan terfavoritku, selain murah juga karena aku tidak bisa minum kopi. Teh panas ini disajikan dalam cangkir warna bening yang akan bertahan selama beberapa jam sampai benar-benar aku teguk hingga habis.
Aku
mulai memainkan jari di atas keyboard laptop butut yang telah menemani waktu
hampir 6 tahun. Di beberapa bagian laptop ini telah sangat merajuk untuk
diganti dengan yang lain. Portable bawaan konektivitas internet telah
tercabut pada satu waktu karena tersambar petir. Aku harus mengganti external
portable
untuk dapat melakukan interaksi melalui jaringan internet.
Halaman
dokumen masih menyala putih. Kata-kata yang telah kusiapkan untuk memulai
sebuah artikel belum juga menumpuk di sana. Bingung yang kalut mendadak emosi
saat dering telepon masuk. Aku sedang tidak ingin menerima panggilan dari
siapapun itu karena kotak-kotak kecil di kepala tentang sebuah tulisan yang
menurutku sangat menarik harus segera ditulis.
Aku
menarik smartphone yang selalu diletakkan di atas meja dalam keadaan
layar ke bawah. Aku juga tidak meletakkan smartphone langsung di atas
meja tanpa ada tisu atau sejenisnya. Ada pula yang tanya kenapa aku selalu
meletakkan smartphone dalam keadaan terbalik, “Untuk menjaga lensa
kamera!” tegasku.
Nomor
masuk ke smartphone itu sudah aku hapal betul. Semenjak penggunakan pascabayar
dari salah satu provider penguasa, panggilan ‘darurat’ selalu masuk dari call
center
dengan nomor cantik empat angka. Nomor ini tidak bisa dihubungi
balik jika kita tidak sempat menerima panggilannya. Aku sudah bisa menebak,
seperti yang sudah-sudah, customer service ini akan bermanja-manja
denganku tentang pelayanan dan tentu saja promosi peningkatan paket data.
Aku
menggeser notifikasi warna hijau ke kanan untuk menerima panggilan itu. Beberapa
saat aku diamkan untuk memberi harapan dan sekadar mendengar sapaan khas dari suara
di seberang sana. Hening seketika menjadi lebih khidmat di antara suara ketukan
di keyboard seorang pria muda di kananku. Mungkin dia sedang mengetik
laporan atau sedang bermain game dengan tingkat ketelitian cepat. Hening malah putus
asa kembali saat dua remaja cekikikan di depanku sambil menonton sebuah
tayangan di internet yang suaranya terlempar ke luar. Aku menarik napas pendek,
berharap entah pada apa yang akan terjadi dan menghanguskan kesal karena belum
terlintas apa yang ingin kutulis hari itu.
“Halo,”
suaraku diberatkan untuk hal yang ‘nggak’ begitu penting ini. Trik marketing provider
terkenal itu telah aku hapal dan mampu menghipnotis pelanggan setia untuk
pindah paket dari terendah ke termahal.
“Selamat
siang, Bapak – dia menyebut namaku jelas – , saya Ratih dari Customer Sercvice…,”
suaranya renyah seperti kerupuk singkong yang baru keluar dari kuali berminyak
panas di atas api membara.
Ratih
mengurai hari itu dengan santai menurutnya. Aku menjawab sambil lalu karena
merasa masih terganggu dengan panggilan telepon ini. Aku mengambil alih
kekesalan dari sudut pandang yang rawan menjadi lebih menarik atas suara
‘manja’ Ratih. Entah benar namanya itu entah aku terlupa akan hal tersebut. Biasanya,
aku cepat lupa pada nama yang belum dikenal dengan baik.
“Baik,
Bapak. Saya cek di sistem kami, Bapak telah mengaktifkan Paket Cantik pada
tanggal 20 Februari senilai Rp.50 ribu,” Ratih memulai pembicaraan dengan to
the point
. Aku makin kesal karena tahu bahwa telah mengaktifkan paket yang
dimaksud, alasan pasti karena paket data yang menjadi langganan bulanan tidak
cukup untuk pemakaian satu bulan.
“Paket
saya tidak cukup, Mbak,” ujarku acuh sambil membuka browser untuk entah
apa di internet.
“Kami
sarankan Bapak untuk mendapatkan pelayanan terbaik kami dengan melakukan upgrade
paket data,” aku belum tertarik sama sekali untuk ini. Dua bulan lalu, aku juga
telah melakukan upgrade paket data namun tidak mendapatkan kemudahan dan
penghematan berarti. Ratih lalu menjelaskan prosedur naik kelas itu dan besar
biaya yang akan aku bayarkan di tagihan bulan berikutnya.
“Saya
butuh paket data yang hemat, Mbak. Ada nggak paket data khusus jangan telepon
dan SMS saja, saya nggak pakai telepon dan SMS!” ujarku dengan amarah yang
tiba-tiba kembali menyala. Ini kok sudah bayar mahal tapi paket data
terkuras bagai meneguk air putih segalon sekali teguk saja.
“Mohon
maaf, paket data yang Bapak minta belum terdapat dalam sistem kami,”
“Mbak
ini tahu kenapa paket data cepat habis?” tanyaku penuh selidik.
“Baik,
Bapak, untuk saat ini di daerah Bapak – dia menyebutkan nama lengkap kotaku – telah
mengalami peningkatan kecepatan internet persekon 40 mbps. Kecepatan internet
ini berpengaruh pada pengurangan paket data secara berkala. Misalnya Bapak
membuka Facebook, paket data yang dikeluarkan akan semakin besar dibandingkan
membuka aplikasi lain yang lebih rendah kustominasinya,” aku mulai mendapatkan
titik terang dari masalah yang selama ini kacau.
“Untuk
itu, kami sarankan untuk mematikan atau on off paket data apabila tidak
terjadi pemakaian,” aku juga tahu kalau itu. Ratih lalu menjabarkan kembali –
alih-alih promosi cantiknya untuk mendapatkan pelanggan setia – paket data yang
semula ditawarkan untuk aku upgrade.
“Saya
tidak berminat pindah paket, Mbak,” tegasku.
“Baik.
Apabila Bapak ingin melakukan pemindahan paket bisa menghubungi kami kembali
pada layanan call center,”
“Saya
perlu paket data yang besar dan hemat, Mbak!”
“Baik.
Kami sampaikan sekali lagi bahwa kecepatan internet di daerah Bapak telah
mengalami peningkatan mencapai 40 mbps persekon, sehingga paket data cepat
habis dalam suatu waktu pemakaian,” Ratih mengulang kembali pengetahuan baru
itu.
Aku
mengelus dada. Kecepatan naik sampai 40 mbps, paket data cepat habis tetapi tetap
saja internet sesekali ngadat bukan main. Aku tak sudi bermanja-manja
dengan customer service itu karena ke depan aku belum mendapatkan
kemudahan seperti yang aku inginkan. Jika aku melakukan upgrade paket
data apakah akan terjamin penghematan? Aku ragu untuk ini dan mendengar saja
ocehan Ratih yang mengulang promosi paket ‘hemat’ seperti sales yang
sedang mencari pembeli.
“Baik,
Bapak, untuk permintaan paket data seperti yang diminta belum ada dalam promosi
kami saat ini,”
“Saya
butuh paket data hemat, Mbak,” jadi nggak penting lagi meladeni jika cuma
mendengar promosi ini itu.
“Mohon
maaf, Bapak, belum tersedia sampai saat ini,”
“Saya
tunggu kapan ada saja, Mbak,”
“Baik.
Adalagi yang bisa kami bantu?”
Bantu
apa? Cuma cuap-cuap manja dan ujung-ujung minta dinaikkan status paket data? Oh,
tidak. Aku tambah pusing untuk itu. Paket data yang sekarang saja telah
dihematkan namun belum hemat juga. Harga yang cukup mahal tetapi tidak ada
‘dispensasi’ kepada pelanggan yang setia. Mau pindah ke ‘rumah’ lain, di sini,
di kotaku hanya ada ‘rumah’ ini yang terlihat mewah.
Ratih
kemudian menutup panggilan manja itu. Besok-besok, akan ada Ratih yang lain
dengan segenap promosi dan permintaan upgrade paket data. Sesekali, aku
mau menerima telepon dari call center dengan kabar Anda
mendapatkan mobil lima ratus juta rupiah karena telah menjadi pelanggan setia!
Tahu-tahunya,
pesan singkat model begini bukan dari provider yang dimaksud tetapi dari
nomor-nomor cantik yang tak kalah manja dari Ratih. Jika cuma alasan aku sering
aktifkan paket tambahan lalu harus pindah paket ke harga yang lebih mahal, maaf
saja aku belum tertarik dengan ‘desahan’ itu.

Aku aktifkan juga tidak rutin,
hanya untuk menambal kebutuhan yang timpang secara brutal. Obrolan manja yang
kumau adalah obrolan yang benar-benar merasuk ke dalam jiwa dan raga. Usai
obrolan itu, di akhir bulan ini, sebelum jatuh tempo masuk tagihan dan paket
data baru, paket data yang jatahnya 10 hari ke depan hanya tinggal sisa nasi
bungkus. Aku tambah kuota karena sayang mengganti sim card di smartphone
yang bagus ini. Bongkar pasang slot sim card dapat membuat bagian
itu tidak lagi cantik.

Begitu
saja obrolan manja itu terlampaui pada batas waktu. Di lain momen nanti,
mungkin saja aku mendapatkan panggilan telah memenangkan undian mobil mewah. Siapa
yang tahu? 
Categories
Uncategorized

Ganteng Saja Tidak Cukup untuk Mendapatkan Jodoh di Aceh

Ilustrasi – atjehcyber.com
“Kamu
sudah simpan emas berapa mayam?”
Pertanyaan
ini semakin wajar di usia 30 tahun. Sepak terjang seorang pria mapan bukan lagi
dilihat dari fisik yang ganteng namun berapa besar jumlah emas yang disimpan. Emas
adalah mahar wajib di Aceh. Tanpa emas sama saja tanpa pernikahan (ijab kabul).
Pada perjalanan panjang sebuah percintaan, mahar yang diberikan beragam,
tergantung dari derajat seseorang. Pengaruh keluarga maupun pendidikan begitu
kentara sehingga dalam menimang gadis mau tidak mau harus menyiapkan mental
teramat kuat. Namun jangan pernah meremehkan pria Aceh karena jika telah tertambat
hatinya, berapapun besar mahar yang telah ditentukan akan disanggupinya.

Mahar
dalam bentuk emas adalah idaman karena emas adalah perhiasan termahal sejauh
ini. Logam mulia ini dijual dengan harga mahal dan harganya cenderung meningkat
dari waktu ke waktu. Jika boleh mengalkulasikan, 1 mayam emas (3,33 gram)
secara kasar berada di kisaran Rp.1.500.000. Jenis emas juga memengaruhi harga
sehingga ada yang emas 88 karat dan juga emas murni (99 karat). Dalam lamara
sebuah pernikahan, kisaran emas itu rata-rata berada di atas 10 mayam. Hitung-hitungan
untuk ini 10 x 1.500.000 = 15.000.000 untuk sebuah cinta. Harga ini belum mati
jika berkaitan dengan isi kamar, uang hangus dan lain-lain. Keringanan yang
terjadi adalah bisa ‘menyicil’ mahar ini sejak lamaran sampai hari akad nikah. Bahkan,
ada pula yang mengutang (tidak lunas) mahar sampai menikah.
Pria
idaman adalah mereka yang sanggup melunasi mahar yang telah ditentukan oleh
pihak keluarga wanita. Mahar ini juga sangat menentukan kepercayaan seorang
wanita kepada pria, demikian juga sebaliknya. Kemelut yang terjadi tidak serta
merta menjadikan pernikahan batal atau gagal dilaksanakan. Pria Aceh akan
mencari cara agar mendapatkan mahar emas untuk meminang kekasih hati. Proses
pemberian mahar yang tidak sekalipun membuat pria Aceh bisa berlapang dada.
Dalam waktu yang cukup sebelum sampai ke hari pernikahan, mereka masih dapat
mengais emas di tempat halal agar menikahi gadis idaman dengan segera.
Gantengnya
seorang pria Aceh adalah saat mampu melunasi mahar emas kepada pujaan hatinya. Ganteng
saja tidak cukup untuk mendapatkan jodoh di Aceh sebelum menyimpan emas sesuai
ukuran mahar yang telah ditentukan keluarga calon mempelai wanita.
“Bagaimana
jika saya tidak sanggup?”
Maka,
pernikahan itu tidak akan pernah terjadi. Patokan mahar emas telah terjadi
selama turun-temurun sehingga anak muda Aceh dengan wajar mencari rejeki agar
dapat membeli emas. Kisah yang dianggap galau sebenarnya tidak pernah terjadi
karena kemampuan seseorang dalam melamar gadis idaman dengan mahar emas selalu
saja ada. Bahkan, jika kembali ke dasar jodoh di tangan Tuhan atau semua
orang pasti ada jodohnya
, pertemuan dengan jodoh itu terkuak sudah. Pria yang
berani ‘melempar’ emas ke pelukan gadis idaman ia adalah sosok terganteng yang
pernah ada di Aceh. Pria yang belum berani ke arah sana menenuai ganjaran dari
berbagai definisi yang tak lantas dapat dijabarkan begitu saja. Orang-orang
boleh saja beranggapan bahwa pria yang belum melamar sebagai seorang pengecut,
sebagai seorang yang takut akan datangnya rejeki, seorang yang belum layak
dikatakan perkasa.
Ganteng
saja tidak cukup untuk mendapatkan jodoh di Aceh. Bisa saja, setelah menulis
ini saya akan dikejar oleh mereka yang memiliki wajah rupawan dan berani
melamar dengan mahar besar. Ukuran ganteng seseorang hanya diketahui bagaimana
sudut pandang orang tersebut menilai. Namun perkara “Dia ganteng,” mengacu
kepada fisik yang tampak di luar.
“Saya
ganteng tapi belum menemukan pasangan!”
Karena
apa? Beragam faktor mengacu kepada seberapa siap si ganteng mencari pasangan
hidup. Siapnya ia menerima kekurangan pasangan maka saat itu pula akan
mendapatkan pasangan yang diidamkan. Pasangan yang menerima satu sama lain
adalah mereka yang segera ke jenjang pernikahan. Namun pasangan yang saling
menuntut kesempurnaan, walau telah diganjar dengan mahar puluhan mayam emas
tetap saja tidak siap-siap.
Emas
yang megah membirukan mata hati wanita di Aceh. Pria ganteng itu pun mencari
cara untuk mendapatkan emas dan pujaan hati. 
Categories
Uncategorized

Benarkah Wanita dengan Gelar Pendidikan Tinggi Susah Dapat Jodoh di Aceh?

Wanita dengan pendidikan tinggi, Ilustrasi – sejarahhotspot.blogspot.com
“Kok
di Cantik itu belum menikah ya?”
Pertanyaan
ini kerap sekali muncul di benak masyarakat Aceh. Pernikahan memang sama, di
mana-mana demikian. Pertanyaan “Kapan kawin?” begitu menggoda orang-orang untuk
terus bertanya. Jodoh di tangan Tuhan tidak bisa lagi dijawab benar atau tidak
karena tidak semua orang selamanya berada dalam konteks yang demikian. Orang-orang
yang cenderung mengubris kehidupan orang lain sejatinya mulut besar yang susah
dihentikan.

Soal
pernikahan pula, di Aceh terlalu rumit untuk dibicarakan. Orang-orang Aceh
tidak bermain aman saja dalam urusan menikah. Menikah tidak semudah memacari
seorang gadis atau bermain dengan si ganteng yang putih mulus. Menikah di Aceh
akan bermain soal keturunan siapa dan bagaimana latar belakang pendidikannya.
“Si
Manis itu maharnya tinggi sekali!”
Mahar.
Kamu akan menemukan hal ini sebagai dasar sebuah pernikahan. Dalam Islam memang
telah disebutkan bahwa tanda pernikahan adalah mahar namun tidak menjelaskan
secara detail mahar itu berapa dan dalam bentuk apa. Di Aceh, mahar seorang
pria menikahi seorang wanita idaman adalah emas. Emas saja tidak cukup apabila
keluarga si wanita tidak mau menerima pinangan dari seorang pria yang cuma bekerja
sebagai tukang bangunan. Strata pekerjaan sangat menentukan seorang pria
mendapatkan jodoh di Aceh. Strata pendidikan seorang gadis pun mengemukakan
dirinya sebagai pemain ulung dalam sebuah pernikahan. Gadis yang akan dilamar
dengan pendidikan tinggi sekonyong-konyong memasang ‘tarif’ tinggi pula. Wanita
yang demikian seperti tidak mau melirik pria yang bekerja sebagai tukang kebun
walaupun memiliki emas dalam jumlah banyak. Bagi wanita dan keluarga wanita
yang telah menempuh pendidikan sampai ke luar negeri, jodoh terbaik untuknya
dan bagi keluarganya adalah pria yang setara dengan dirinya.
Dan,
pertanyaan pada judul artikel ini seakan membenarkan bahwa wanita yang mencari
pria bukan sebaliknya. Wanita yang memasang sabuk pengaman terlalu erat semakin
hari makin bertambah umur. Pria yang ditolak tentu saja tidak mau berdiam diri
dengan seorang wanita saja. Bahkan, wanita dengan panjang gelarnya tersebut
bukan tidak mungkin dijauhi oleh pria karena takut dicambuk terlebih dahulu. Pria
sadar diri dan mencari aman dengan wanita yang sepadan sehingga tidak berani
mendekati wanita dengan gelar profesor. Pria merasa kerdil sebelum mengetuk
pintu karena hukum alam akan berlaku dengan sendirinya. Sekali saja wanita
dengan gelar pendidikan tinggi ini menolak, maka pria akan berlari ke pintu rumah
sebelah yang bisa saja lebih mekar dari senyuman dan tata krama.
“Dia
kan sudah S2 di luar negeri!”
Tanpa
disadari bahwa pelebelan ini begitu berlaku di Aceh. Wanita yang telah menempuh
pendidikan tinggi sampai ke luar negeri, dengan sendirinya akan mematok mahar
cukup tinggi pula. Entah beginilah pola hidup, entah karena kebiasaan
masyarakat, atau karena ego keluarga dari wanita yang demikian adanya. Emas dengan
nilai 10 mayam (1 mayam sama dengan 1.33 gram), akan dilempar melalui jendela
dari wanita yang akan naik jabatan di kampus ternama ini. Keluarga terpandang
dengan segenap keharmonisan dan keharuman anaknya paling tidak menerima emas
sebesar 20 mayam saat melamar. Belum lagi jika berbicara adat pernikahan Aceh
yang beragam, emas saja tidak cukup tanpa memenuhi kamar dengan peralatan rumah
tangga sampai puluhan juta.
Begitukah
mahar seorang gadis yang baru saja pulang dari luar negeri? Bagai dua sisi mata
uang, pertanyaan ini adakala benar. Lirik kiri dan kanan, beberapa lulusan
pendidikan tinggi belum menikah di atas usia 30 tahun. Saat rekan-rekannya
sedang bersenang-senang bersama suami dan anak, ia masih melawan ego membimbing
skripsi mahasiswa. Saat teman-teman seusianya mengurus rumah tangga, ia masih
mempertimbangkan pria tetangga yang tak mau melamar. Hasrat hati mungkin saja
ingin tetapi karena telah memasang tarif pada kali pertama, pria lain
memundurkan langkah untuk mengetuk pintu rumahnya.
Jodoh
tak akan lari ke mana namun apabila terus ditolak, jodoh akan lari ke
mana-mana. Wanita dengan gelar pendidikan tinggi mungkin saja terlalu sibuk
dengan disertasi atau memang tidak mau menerima emas dengan jumlah sedikit. Mungkin
saja mereka mengalkulasikan biaya pendidikan dan meninggikan titel luar negeri.
Pernikahan yang selayaknya mesra di tahun 30-an belum berbuah manis karena pria
yang diincar tak kunjung tiba.
Wanita
Aceh dan fenomena jodoh ini tidak bisa dipisahkan begitu saja. Dalam suatu
waktu, mereka terlihat egois dan pongah karena telah memiliki gelar tinggi. Di waktu
tertentu, mereka lupa bahwa usia terus berjalan, pria mencari idaman di rumah
tetangga. Jika memang berharap pria yang setara, yang sempurna segala rasa,
sampai waktu lebih lama jodoh itu tidak menjawab tantangan.
“Dia
tidak mau menerima si Tampan karena belum ada pekerjaan tetap!”
Olok-olok
tetangga terus berlanjut karena hidup penuh warna-warni. Kehidupan yang semakin
marak oleh keegoisan tidak akan pernah melihat ke belakang. Kehidupan yang
semakin dewasa juga tidak pernah lagi menelurkan apa da mengapa. Orang-orang
terlalu sibuk dengan kehidupan pribadi sehingga ditolak seorang wanita dengan
gelar luar negeri, segera mencari wantia tanpa gelar sekalipun. Soal bahaya itu
adalah segenap rasa yang diselami kemudian hari. Hari ini belum terasa, besok
akan dimanja karena percintaan itu bukan hari ini saja.

Benarkah
wanita Aceh susah mendapatkan jodoh jika telah memiliki gelar tinggi? Saya rasa
anggapan ini kembali kepada masing-masing yang menjalani. Soal pendidikan nggak
ada pendapat harus rendah atau tinggi. Namun soal jodoh jangan pernah menolak
sampai tiga kali. Wanita yang cenderung menolak si Tampan, si Ganteng dan si
Rupawan, besok hari akan sulit mendengar ketukan pintu dari si gagah lainnya. Maka
apa yang mesti dilakukan, biar pria seorang tukang panjat kelapa, jika baik
budinya, jika dewasa pemikirannya, nggak ada salah untuk menerima kehadirannya
dalam cinta. 
Categories
Uncategorized

Jangan Ikut-ikutan ‘Om Telolet Om’ Jika Kamu Tidak Tahu Maksudnya

Om Telolet Om bikin heboh dunia
‘Om Telolet Om’ bikin heboh dunia – Official Facebook Manchester City
Fenomena
‘Om Telolet Om’ makin gencar saja sampai ke ranah internasional. Dampak positif
adalah Indonesia dikenal banyak orang dan menjadi penghibur ditengah-tengah
aktivitas kelas berat baik itu perang maupun urusan kemanusiaan. Namun, jangan
ikut-ikutan fenomena ‘Om Telolet Om’ jika kamu nggak tahu apa maksudnya.

Cari Tahu Tentang ‘Om
Telolet Om’
Kamu
cari tahu dulu apa itu ‘Om Telolet Om’. Benar nggak memberikan semangat positif
atau malah sebaliknya. Kamu harus paham betul makna yang tersirat dari ‘Om
Telolet Om’ jangan sampai ikut-ikutan cuit lantas kamu akan rugi, misalnya akan
berdampak kepada pidana dan sejenisya. Kamu harus paham betul bahwa plesetan
apapun di Indonesia ini sekarang menjadi hal sensitif. Salah satu kata saja
kamu bisa dilaporkan ke pihak berwajib. Ujung-ujungnya kamu akan berurusan
dengan hukum padahal itu adalah hal sepele.
‘Om Telolet Om’ Hanya
Sebentar
Fenomena
ini hanya sebentar saja. Jadi kamu nggak perlu terlalu larut dalam hal ini
karena akan menganggu kesibukan kamu yang lain. Sesekali memposting tentang Om
Telolet Om nggak masalah asalkan jangan keterusan. Kamu patut pertimbangkan baik
buruk terlarut dalam suatu fenomena. Jika kamu ingin terkenal, cuit di media
sosial dalam jangka waktu lama nggak masalah. Namun jika kamu nggak mau
dideteksi sebagai penarik perhatian, sekali cuit sudah cukup untuk membuat kamu
tetap eksis di media sosial. Kamu percaya nggak bulan depan Om Telolet Om ini
akan berkurang eksistensinya. Ketenarannya Om Telolet Om juga mungkin saja akan
dijadikan lagu, game atau parodi lain sehingga abadi untuk sementara waktu dan
akan dilupa karena ribetnya masalah hidup yang mati satu tumbuh seribu.
Jangan Ikut-ikutan ‘Om
Telolet Om’
Manusia
memang lumrah menjadi pengikut budiman terhadap sesuatu. Namun jangan terlalu
dibuat serius akan sesuatu tersebut. Ikut-ikutan dalam suatu isu bisa melegakan
hati dan merugikan kamu sendiri. Ikut-ikutan ke hal-hal positif nggak ada yang
larang apalagi menghibur seperti ‘Om Telolet Om’ ini. Jangan ikut-ikutan ‘Om
Telolet Om’ jika kesannya kamu norak sekali. Porsi kita ada pada tempatnya maka
menempatkan sesuatu itu harus sesuai ruang yang ada. Candaan dari ‘Om Telolet
Om’ ini ditempatkan pada salah satu ruang kecil saja karena poin setelah itu
kembali pada ulasan sebelumnya, fenomena ini hanya sebentar.
‘Om Telolet Om’
Pengalihan Isu?
Apa-apa
kok dikaitkan dengan isu tertentu. Padahal, ‘Om Telolet Om’ ini terjadi
secara alamiah, tidak disengaja. Best Seller di pasaran bagai lagu dan
buku karena media yang mendukung itu ada. Media yang dimaksud adalah media
sosial yang tidak menuntut bayaran apapun. Kamu cukup menulis, mengupload
video, unik dan menarik maka sistem yang tertanam di media sosial akan membaca,
mendapat retweet dan share lalu dikenal oleh seluruh negeri. ‘Om
Telolet Om’ sama sekali tidak layak disebut sebagai pengalihan dari suatu itu. Jika
begitu, kamu salahkan saja anak-anak yang melakukan hiburan ini. Kamu juga bisa
menyalahi fenomena lain yang kemudian muncul akibat media sosial semakin mudah
diakses. Barangkali, kamu bisa salahkan media sosial, Facebook dan Twitter,
yang menyalahi aturan menayangkan kelucuan ini. Tentu ini menjadi tidak lucu
lagi. Hidup ini bukan hanya untuk memikirkan yang berat, bukan cuma berpikir
negatif saja, lurus-lurus terus tidak berbelok sekalipun, jika kamu tercebur
suatu saat makan akan basah oleh lumpur sampai busuk dan bau seumur hidup.
Apa Maksud ‘Om Telolet
Om’?
“Apa
itu ‘Om Telolet Om’?” saya juga pernah bertanya apa maksudnya. Rasa penasaran
membuat hasil yang cukup mengejutkan dan menggelitik. ‘Om Telolet Om’ rupanya
hanya berawal dari hal-hal kecil saja. Kenapa bisa meledak seperti bom di
Indonesia, mengalahkan isu politik dan isu perang di Timur Tengah, tentu saja
karena media sosial dan manusia itu butuh hiburan.
‘Om
Telolet Om’ adalah aktivitas yang melibatkan anak-anak di pinggir jalan. Anak-anak
ini sedang menunggu bus antar-kota yang lewat. Mungkin karena jenuh mereka
melakukan atraksi yang membuat orang-orang tertawa. Anak-anak ini rupanya
meminta supir untuk membunyikan klakson dengan nada ‘telolet’ yang sebenarnya
sangat familiar di telinga orang Indonesia. Bunyi klakson ‘telolet’ sudah ada
dari tahun ke tahun dan penumpang dari kakek sampai anak kecil saat ini tahu
benar tentang ini.
Jangan
ikut-ikutan ‘Om Telolet Om’ jika kamu tidak mau ketagihan. Fenomena ini bahkan
membuat banyak orang ketagihan dari dalam negeri sampai luar negeri, dari
masyarakat biasa sampai pejabat publik, dari selebriti sampai pesepak bola
profesional. ‘Om Telolet Om’ cukup menghibur dan sensasional sebagai penutup
tahun. 
Categories
Uncategorized

Traveling Ketemu Jodoh? Ini Tips LDR Terbaik

tips LDR
Hubungan jarak jauh – kelascinta.com
Traveling ketemu jodoh?
Semua bisa jadi mungkin. Belum lagi berbicara kemudahan komunikasi saat ini.
Jika dahulu komunikasi hanya sebatas pesan singkat dan telepon saja, saat ini
malah bisa video call. Tidak hanya berhenti sampai di sana, ikon-ikon
menarik pun bisa menyertai pesan instan. Malas bercerita melalui video bisa
kirim foto-foto bagus atau foto sedang melakukan aktivitas. Kekhawatiran pesan
singkat tidak dibaca sudahlah terlupa karena pesan instan memberikan notifikasi
bahwa pesan terhasil dikirim, dibaca dan bahkan dikasih tahu kalau dia sedang
mengetik pesan untuk kita.

Hubungan
jarak jauh yang terjalin karena traveling ada yang berjalan serius lho. Lalu
untuk membuat pasangan nyaman ada beberapa tips yang bisa dipakai agar hubungan
jarak jauh ini bisa langgeng, aman sentosa dari masalah ringan sekalipun. Tips ini
bisa digunakan agar pasangan dan kamu saling percaya satu sama lain.
Jauhi Prasangka
Kamu
sudah komitmen untuk menjaga hubungan walaupun jarak jauh, maka dari itu jangan
menaruh prasangka berlebihan kepada pasangan. Prasangka itu bisa berupa apa
saja. Dari prasangka ini pula masalah menjadi besar padahal pasangan kamu tidak
mau membesar-besarkan masalah tersebut. Prasangka bahwa dia tidak setia, dia
tidak menghubungi karena sibuk dengan orang lain, dia sedang jalan-jalan dengan
orang lain. Padahal kita tahu benar bahwa hubungan jarak jauh tidak bisa
ditebak satu sama lain. Dia sedang apa kita tidak tahu. Benar atau tidak dengan
apa yang dilakukannya juga nggak ada yang tahu. Intinya, percaya saja apa yang
diucapkannya.
Hindari Kirim Pesan Bertubi-tubi
Karena
prasangka berlebihan tadi, kamu akan mengirimkan pesan bertubi-tubi. Tidak
semua orang mau menerima pesan begitu banyak dalam satu waktu. Pesan yang kamu kirim
terlalu banyak tentu mengganggunya dalam melakukan apapun. Misalnya saja saat
dia bersama rekan kerja, akan sangat terganggu dengan pesan dari kamu yang
masuk satu menit satu. Pekerjaannya juga bisa berantakan karena pesan-pesan
kamu. Ingin sekali dibalas namun tidak penting memperpanjang masalah. Tidak
dibalas, puluhan sampai ratusan pesan masih diterima.
Jangan Telepon di Jam Sibuk
Pasangan
telah memberikan pemahaman bahwa jam segini tidak bisa menerima telepon. Lantaran
karena alasan kangen, karena ingin ini dan itu kamu ngotot untuk melakukan dial-up
nomornya. Akibat dari itu tentu saja panggil telepon dari kamu tidak akan
diterimanya. Jam-jam sibuk tentu saja kamu paham sendiri. Pasangan yang terbuka
akan memberi tahu pekerjaannya. Jika seorang pegawai kantoran tentu saja kamu
nggak mungkin menghubunginya pada jam pagi atau setelah siang. Kamu harus
bersabar untuk menanti sore atau malam hari. Bahkan sebagian pekerja kantor
bisa belum pulang sampai pukul sepuluh malam. Mana mungkin dia menerima telepon
dari kamu, mendengar manja dan merajuk itu padahal dia sedang pusing dengan
pekerjaannya.
Jangan Cemburu Berlebihan
Cemburu
kepada pasangan boleh saja. Asalkan tidak berlebihan cemburu itu masih dibatas
wajar. Namun cemburu yang sampai posesif dan entah apapun istilah lainnya itu, akan
membuat pasangan tidak nyaman. Cemburu pada dasarnya karena suatu hal kecil.
Namun karena hubungan jarak jauh cemburu itu menjadi dibesar-besarkan agar kamu
mendapatkan perhatian lebih dari dirinya. Cemburu kepada pasangan jarak jauh
tentu berbeda dengan pasangan yang dekat dengan kamu.
Hubungan
jarak jauh memang susah-susah gampang. Namun untuk kamu yang telah
menjalinnya dengan serius tidak ada kendala lagi. Hanya saja kamu butuh waktu
untuk bersama, di akhir tahun, atau di waktu lain yang sama-sama bisa diatur. Kamu
bisa mengunjunginya sesekali, memberi surprise pada hubungan yang
terjalin romantis.