Categories
Uncategorized

Ngotot Banget! Ibu Pakai Tas Mahal Itu Mau Bawa Turun Sendok Garuda Indonesia

Penumpang bawa turun sendok Garuda Indonesia. Penumpang bawa turun sendok pesawat. Bolehkah penumpang bawa turun sendok pesawat terbang?

Hal aneh di dalam pesawat bisa dialami oleh siapa saja. Pesawat terbang yang menyediakan makan gratis bisa menjadi rebutan. Pertanyaannya, bolehkah bawa turun sendok atau garpu bekas makan di dalam pesawat?

Peawat yang bersiap untuk terbang – Photo by Official Twitter Bandar Udara Sultan Iskandar Muda
Pulang
dari Denpasar, Bali, 11 September 2016 membawa syahdu yang merindu kalbu. Entah
kenapa, terasa ada yang kurang dan tersisa di Pulau Dewata. Empat hari
menjelajah dari panorama sawah menuju Tanah Lot, bukit menggulung ke Pura Ulun
Danu Bratan dan tentu saja kemewahan di segenap penjuru Nusa Dua.

Saya
telah terpisah dengan dua karib.
Pandu yang stay
di Denpasar cuma melambai-lambai manja begitu malam menjelang di hari terakhir
kami bertemu.
Sandi yang memiliki
penerbangan berbeda mesti menunggu dengan sabar di Terminal Keberangkatan
menuju Malang. Saya langsung
check in di konter agar bisa segera boarding
menuju Aceh, tanah tercinta.
Waktu
keberangkatan telah tiba. Petugas bandara memanggil seluruh penumpang Garuda
Indonesia tujuan Jakarta untuk segera memasuki pintu pesawat. Saya bergegas
mengantri di antara wisatawan domestik dan mancanegara.

Naik Pesawat Garuda Indonesia Gratis Siapa yang Tidak Mau?

Di antara mereka ada
yang pakai jilbab dan berpakaian seksi. Giliran saya memberikan boarding
pass
kepada petugas bandara. Memasuki ke lorong menuju pintu pesawat, rasa jet
lag
tiba-tiba mendera. Masuk ke dalam pesawat, saya merasa sedikit baikan,
entah karena diterpa hawa dingin atau karena aura lain. Saya mencari seat
di bagian paling belakang.

Tak perlu heran sih, walaupun saya termasuk
cepat check in dan mendapatkan kursi paling belakang. Mungkin saja
penumpang lain kebanyakan telah check in secara online.

Garuda Indonesia – Photo by Bai Ruindra
Saya
menghempaskan lelah di seat baris kelima dari kamar kecil. Lagu-lagu
kebanggaan negeri kita diperdengarkan dengan sayup-sayup. Saya memperhatikan
suasana yang sibuk di Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai.

Ada pesawat yang baru saja
landing. Mobil yang menarik troli menepi dari pesawat kami setelah
menempatkan barang di bagasi. Petugas bandara melambai-lambai dengan mesra.

Seat yang belum terisi penuh – Photo by Bai Ruindra
Satu
lagu habis berganti lagu lain. Lagu Ayam Den Lapeh menyeruak di antara
penumpang yang mencari seat. Di samping saya telah duduk dua orang yang
usianya tidak jauh beda dengan saya. Tampaknya, mereka dari Timur Tengah.

Si pria
memiliki hidung mancung dan rahang yang kokoh. Warna kulit lebih terang dari
warga pribumi atau keturunan campuran. Si wanita memakai jilbab lebih panjang
dan pakaian yang sangat longgar. Keduanya terlihat mesra dan membuat saya iri.

Lima
menit saya menunggu belum juga ada kawan di dua seat kosong. Seat
ini tetap kosong sampai saya mendarat di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang,
Banten.

Di atas awan bersama Garuda Indonesia – Photo by Bai Ruindra
Saya
– kemudian – menikmati kembali kesendirian. Perjalanan yang cukup lelah ke
Jakarta sebelum berlanjut ke Banda Aceh. Garuda Indonesia yang kami tumpangi
mulai menarik diri dari parkiran. Ia mengitari ‘arena’ panjang, menepi ke
lautan yang menampakkan Pantai Kuta, lalu berdiri tegak sebelum gas ditangcap.
Menikmati awan dan gunung yang tinggi – Photo by Bai Ruindra

Kejadian Lucu di Pesawat Garuda Indonesia

Tiba
waktu yang dinanti, pramugari yang cantik dan ramah membagikan menu spesial
untuk kami santap. Saya memilih nasi dengan ayam, minum juice apel. Goyangan
pesawat plat merah ini membuat saya tertegun sesaat.

Awan putih terlihat
mengambang dari kaca jendela. Sesekali badan pesawat bergetar memasuki kumpulan
awan yang hampa. Saya yang biasanya makan cukup lama dibuat lebih lama lagi. Saya
menyendok dengan perlahan-lahan.

Menghabiskan makanan itu tanpa sisa dan
meminum juice apel sampai habis lalu meminta air putih kepada pramugari.

Menu yang enak di angkasa – Photo by Bai Ruindra
Ribut-ribut
di belakang saya terdengar tidak teratur. Saya memalingkan wajah sejenak. Tampak
pramugari sedang berdebat dengan seorang ibu yang duduk di belakang pasangan
Timur Tengah tadi.
“Saya
sering kok bawa pulang ini!” suara ibu-ibu itu melengking. Pramugari yang
menangkap basah ibu itu membawa pulang entah apa itu tampak pias.
“Mohon
maaf, Ibu, maskapai tidak membenarkan penumpang membawa turun apapun dari dalam
pesawat,” nada bicara pramugari itu tetap teratur.


“Saya
sudah bilang, kemarin-kemarin nggak masalah kok, kenapa pula kali ini
nggak boleh?” ibu-ibu itu tetap ngotot mau membawa turun apa yang telah
diambilnya.
“Kami
pastikan kenyamanan penumpang, Ibu. Kru pesawat juga menjamin keamanan dan
kenyamanan penumpang. Namun, barang-barang yang ada di kabin hanya bersifat
sementara bukan hak milik penumpang!” tampak pramugari itu mencapai batas
kesabaran.
“Saya
selalu naik Garuda kok, Mbak. Biasanya nggak ada masalah!” lho,
ibu-ibu itu tetap keukeh pada pendiriannya. Pramugari mendorong troli
makanan ke samping saya. Saya memberikan tempat makan beserta kawan-kawannya
kepada pramugari yang tersenyum manis.
Sayap yang mengepak di atas laut – Photo by Bai Ruindra
“Kenapa?”
tanya pramugari yang mengambil tempat makan saya kepada temannya.
“Ibu
itu mau bawa pulang sendok dan garpu,” ujarnya setengah berbisik namun cukup
bisa saya dengar.
Aduh,
luar biasa keren jika ibu-ibu itu bisa membawa landing sendok dan garpu
berlogo Garuda Indonesia. Saya kayak mau bawa pulang juga. Saya mau
pamer-pamer ke orang-orang pernah naik pesawat ekslusif Indonesia ini. Saya
taruh di lemari kaca kek, atau di gantung dekat ruang tamu biar
benar-benar norak.
Tampaknya,
aksi ibu itu menyimpan sendok dan garpu ke dalam tasnya telah digagalkan. Misi yang
berdarah hati. Benar memang, semakin sering kita naik pesawat terbang, semakin
aneh-aneh tingkah laku penumpang. Biasanya saya hanya mendengar anak-anak
menangis maupun suara orang mengucap syukur begitu pesawat landing
sempurna.
Lautan yang membelah – Photo by Bai Ruindra
Saya
kembali fokus pada hiburan di layar 10 inci. Nonton film lebih menarik daripada
mendengar celoteh penumpang lain. Rasa kantuk setelah makan tidak datang saat
itu.

Aba-aba akan mendarat di Cengkareng juga belum ada. Awan putih menebal di
mana-mana. Bandar Udara Sultan Iskandar Muda masih sangat jauh dari yang saya
khayalkan. 

Categories
Uncategorized

Singgah di Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno-Hatta yang Dipenuhi Calon Penumpang Seksi

Singgah di Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno-Hatta yang Dipenuhi Calon Penumpang Seksi
Si seksi yang saya candid, maaf ya mbak!
Kok
banyak yang seksi ya di sini?”
Apa
cuma saya yang memiliki firasat ‘baik’ ini ditengah keramaian itu. Orang-orang
yang berlalu-lalang sibuk dengan kerepotan diri sendiri. Mungkin saja mereka
telah terbiasa dengan pemandangan yang mengharukan dan menghanyutkan tersebut. Naik
dan turun tangga adalah pemandangan yang serba mewah, elegan dan rapi serta
seksi. Mau tidak mau mata saya harus klik dengan mereka yang
berhadap-hadapan.

“Aduh,
Mak. Silau mata melihat mereka yang pakai celana dan rok di atas lutut!” saya
semakin kacau. Nyeracau sendirian karena tidak ada lawan bicara yang
membuat ngakak.
Pagi
yang menanjak siang, keringat telah mengucur di seluruh tubuh saya. Entah karena
pemandangan penuh keseksian, entah karena lelah pindah gate dari
kedatangan ke keberangkatan, entah karena alasan lain yang nggak jelas. Padahal
jelas sekali di terminal ini pendingin ruangan membuat seluruh tubuh sejuk,
adem dan damai sejahtera.

Bandar
Udara Soekarno-Hatta di Tangerang, Banten, menjadi pusat keramaian yang nyata. Tahun
2014, waktu pertama kali saya singgah ke sini dengan segenap harapan tidak
tersesat. Ke mana mata memandang adalah orang-orang sibuk dengan mendorong
troli, menarik koper, tergopoh-gopoh dengan ransel besar, dan bergaya cantik di
pinggir jalan atau pintu masuk keberangkatan maupun kedatangan.
Transit
di bandara berskala internasional ini adalah wajib jika ingin traveling
ke wilayah lain. Hukum ini sangat berlaku kepada kami dari Sumatera yang akan
melintasi Jawa atau ke Timur Indonesia, demikian juga sebaliknya.
Pertengahan
2016, Terminal 3 Ultimate menjadi sorotan yang menarik. Di September 2016, saya
menginjakkan kaki di megahnya bangunan ini. Garuda Indonesia menjadi salah satu
maskapai yang ‘parkir’ manis di terminal dengan luas mencapai 422.804 meter
persegi. Luas bangunan di bandara ini adalah 331.101 meter persegi. Area yang
digunakan sebagai tempat parkir adalah 85.578 meter persegi dan 6.124 meter
persegi digunakan untuk gedung VVIP.
“Kami angkat tema di bandara ini untuk
dekorasinya tentang art and culture, karena inilah Indonesia, banyak
budaya!” Budi Karya, Direktur Utama Angkasa Pura II. (Liputan6.com, 27/01/16).
Terminal
3 Ultimate akan melayani penerbangan domestik dan internasional. Jumlah gate
di dalam terminal ini mencapai 28 gate dengan pembagian 10 gate
untuk menjamu wisatawan internasional dan 18 gate untuk wisatawan
domestik. Saya patut berbangga masuk ke dalam jajaran oang-orang yang menarik
koper.
“Hei!
Anak kampung ada di Terminal 3 Ultimate!” rasanya mau melambaikan tangan ke
luar ruang tunggu di mana beberapa pesawat parkir indah. Kesan norak yang
menjelma bagai hantu di siang bolong mengurungkan niat untuk itu.
Terminal
3 Ultimate memang unik, luas, menarik dan mewah dibandingkan dengan terminal
sebelumnya – tahun 2014. Di terminal ini pula cukup mudah menemukan calon
penumpang dengan pakaian seksi. Setiap sudut adalah mereka yang penuh
kepercayaan diri dengan keseksian dan ketampanan. Tidak hanya itu, beberapa
selebriti juga terlihat duduk manis tanpa ada yang peduli. Mungkin karena sudah
biasa, mungkin karena masyarakat kita bukan penggila idola, mungkin juga karena
malu banget minta foto sama dia!

Di
sini pula saya merasa noraknya naik darah. Kok rasanya mau jepret saja
selebriti seksi itu. Rasanya mau klik saja si seksi di depan sana. Gatal
tangan berimbas kepada candid yang tiba-tiba telah menangkap sosok seksi
dengan santai menarik koper.
Kesan
ekslusif di Terminal 3 Ultimate memang kentara sekali. Tidak hanya calon
penumpang, namun bentuk bangunan, taman dan toko-toko yang buka merupakan
bagian yang asyik untuk disinggahi. Wajar jika terminal ini menjadi prioritas
Angkasa Pura II untuk pengembangan lebih baik.
Lelahnya
badan yang harus berganti gate dalam jarak yang jauh, terlupa begitu
saja. Kursi-kursi ruang tunggu ditata dengan rapi. Ada beberapa pilihan,
misalnya kursi busa, kursi besi maupun kursi yang bisa selonjoran yang
menghadap ke luar untuk menikmati pesawat take off atau landing. Saya
memilih kursi busa yang berwarna hijau. Duduk sendiri dengan santainya. Sesekali
menunduk untuk update media sosial. Kepala diangkat tahunya si seksi-seksi
lewat lagi di depan. Saya menunduk lagi, cek and ricek media sosial. Angkat
lagi dagu dengan sok ganteng, ada lagi si seksi yang meluruhkan hati jadi beku.
kalau begini terus, lama-lama saya akan meleleh…

Saya
sudah tidak sabar untuk menerima panggilan masuk ke pesawat oleh petugas
Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno-Hatta. Semakin lama di terminal ini,
semakin buram hari-hari saya nanti. Si seksi itu tidak bersalah, hanya saya
saja yang sok imut pura-pura manja!