rasa dan pesona di sana. Borne mengingatkan tentang film Anaconda (The
Hunt for the Blood Orchid) yang pernah mengambil lokasi pengambil
gambar di hutan belantara Kalimantan. Film yang rilis tahun 2004 ini diproduksi
oleh Columbia Picture dengan deretan bintang Hollywood seperti Kadde
Strickland, Matthew Marsden, Jhonny Messner, Morris Chestnut dan Sally
Richardson. Film yang mengambil lokasi di Kalimantan Timur ini sukses di Box
Office dunia dengan total penghasilan sekitar 70,9 juta dolar Amerika.
telah melihat. Dunia telah merasa begitu gagahnya belantara negeri kita. Dan
dunia juga telah menyusuri ketakutan demi ketakutan yang muncul seketika dalam
film ular raksasa itu. Alasan film Anaconda seri ini syuting di Kalimantan
karena mitos yang masih dipercaya di hutan Borneo.
Tahun 2007, di daerah
Bengalon, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, benar menemukan seekor ular
besar yang pernah digambarkan dalam film para ilmuwan sedang melakukan
penelitian di hutan tropis tersebut.
Ular besar yang terlihat dalam film memang
tidak sebenarnya namun perkara benar atau tidak hutan Kalimantan menyimpan ular
besar tidak ada yang tahu. Pesona Kalimantan tak lain adalah pesona “mengerikan”
untuk dijamah karena alam liar membuat kita musti hati-hati dalam bertindak.
fiksi boleh saja berbohong. Tetapi panorama alam di hutan dan lautan tak pernah
bisa dimanipulasi. Inilah Borneo. Negeri impian para pencari
kekayaan di laut dan di darat. Hutan dengan kayu berlimpah. Laut bersemak
ikan-ikan. Tak ada yang diragukan lagi.
Borneo
akan berbicara tentang banyak persoalan. Karena budaya tentang sebuah sisi
kehidupan manusia bermula di sana.
Suku Dayak
jauh perjalanan yang bisa saya tempuh untuk mencapai dataran Kalimantan. Ini
bukan soal perjalanan memindahkan fisik saja. Ini adalah perjalanan lebih dari
itu. Sebuah perjalanan mengenai kedekatan batin antara saya dengan Kalimantan,
orang-orang yang menghuni pulau terbesar di Indonesia.
Aceh ke Kalimantan. Perbaduan budaya yang tak biasa. Beda adat-istiadat. Beda
bahasa. Beda gaya tubuh. Beda suku. Aceh terlahir sebagai salah satu daerah
dengan kekayaan sejarah pejuang kemerdekaan dari Teuku Umar, Cut Nyak Dien dan
lain-lain.
Aceh juga daerah dengan populasi pemeluk Islam terbesar di
Indonesia. Saya tidak risau tinggal di Aceh karena semua yang “halal” ada di
sini. Kalimantan tidak demikian. Ada jejak Dayak di sana.
perbedaan yang mengharuskan saya menelusuri sebuah peradaban. Dayak tentu tak
sama dengan suku Aceh yang mayoritas memeluk Islam. Dayak memiliki tata krama
yang saya tak tahu seperti apa.
Dayak menyimpan rahasia yang mengubah peradaban
manusia menjadi lebih beradab dengan tata cara kehidupa mereka di dasar hutan. Membaca
tentang Dayak tentu tak bisa saya banggakan sebelum bertemu dengan orang Dayak
sebenarnya.
Orang Dayak memiliki cerita dari nenek moyang mereka. Saksi
keberadaan mereka tersimpan di pedalaman Kalimantan. Orang Dayak menato
tubuhnya karena persoalan suku, derajat dan kelamin.
Bahkan, seorang penyanyi
dari Amerika Serikat, yang tergabung dalam grup musik Red Hot Chilli Peppers,
Anthony Kiedis, datang langsung ke Kalimantan untuk dapat menato tubuhnya,
ditato oleh orang Dayak, dengan tato Dayak asli. Mana mungkin vokalis ini bisa
mendapatkan ciri khas dan ukiran yang sama di negeri Paman Sam.
saya ingin tahu tentang tato, walaupun saya tidak bisa menato tubuh karena
keyakinan saya tidak membenarkannya. Proses tato yang tradisional tentu berbeda
dengan proses tato yang dilakukan secara modern.
Tradisi tato ini saya harap
masih menjadi peninggalan berjalan sehingga orang-orang bisa melihat dan
mengabadikannya dalam ingatan. Tak hanya tato, saya ingin melihat bagaimana
bentuk rumah masyarakat Dayak. Saya ingin merasakan bagaimana sebuah peradaban
lahir di antara perbedaan suku dan agama.
Toh, kisah seperti ini sulit
saya dapatkan karena Aceh memiliki banyak kesamaan satu sama lain. Suku Dayak
yang beragam Islam tentu memiliki tata cara sama dengan saya.
Suku Dayak yang
berbeda keyakinan, mereka yang masih teguh pada kepercayaan leluhur tentu saja
berbeda dalam menjalani kehidupan.
Dayak tak lain tuan rumah yang akan
menyambut kedatangan pendatang di Kalimantan. Mengenal mereka adalah untuk
menerima perbedaan.
masih mari kita berbagi cerita. Banyak persoalan yang bisa kita bagi bersama.
Tentang hidup di Aceh yang tentram di bawah Syariat Islam. Tentang kehidupan
damai setelah konflik (perang saudara) dan tsunami. Tentang apa saja yang bisa
saya bagikan.
Juga tentang Dayak yang ingin saya selami, rasakan dan nikmati
suguhan yang bisa saya tonton dan kecapi. Jejak Dayak adalah peradaban yang
berkembang menuju perubahan modern. Namun saya yakin sekali di tengah rimba
Kalimantan masih tersisa keturunan Dayak yang bisa dijumpai untuk ditanyai
mengenai mereka, mengenai Dayak yang seakan-akan telah dilupa.
Wisata Bahari
telah menjadi makanan saya sehari-hari. Dari lautan pula saya berbenah menjadi
lebih baik setelah musibah besar di akhir 2004. Lautan di Aceh, apakah sama
dengan lautan di Kalimantan?
bahari tentu tak ubah di mana-mana. Ikan yang mengelilingi dunia akan tetap
sama jenisnya di Aceh dengan di Kalimantan, kecuali ikan jenis tertentu. Saya
pun ingin bertanya pada laut di sana, apakah mereka pernah menangis ketika Aceh
luluh-lantak dilanda tsunami?
Apakah ombak di lautan lepas Kalimantan sebesar
ombak di Aceh? Apakah pasirnya sama putih atau kecoklatan? Apakah masih ada
nelayan yang melaut?
lautan Kalimantan untuk dapat membedakan pelukannya dengan lautan di Aceh. Lautan
selalu mengantarkan rindu untuk dapat melihat matahari terbit maupun tenggelam.
Apakah di Kalimantan ada pantai yang menunggu matahari terbit dari timur?
Apakah di Kalimantan ada pantai yang menjadi arena penantian matahari terbenam
di barat? Masih asinkah air laut di sana? Bisakah kami memanggang ikan di tepi
pantai?
Cekikikan Flora dan Fauna
di hutan Kalimantan terdapat kera abu-abu. Benarkah itu? Di Aceh ada salah satu
daerah dengan penduduk bermata biru, katanya mereka keturunan Portugis. Kera
abu-abu di Kalimantan ini keturunan dari manakah dia?
flora dan fauna tentu beragam. Binatang liar di hutan tak akan sama denga
binatang jinak yang dekat dengan perkampungan penduduk. Eksotisnya hutan
Kalimantan membuat para pelancong ingin segera meleburkan diri dalam suara
alam.
Bisingnya kota besar, polusinya kota besar, akan segera lenyap begitu
angin sepoi-sepoi, suara cicit burung, daun-daun bergesekan, menerpa aura
perasa dan penciuman manusia.
apa yang mendera saya? Entahlah.
Kalimantan sekonyong-konyong memunculkan aura mistis yang enggan saya kunjungi,
tapi ingin saya ke sana. Keraguan yang mencekam karena saya takut pada beberapa
binatang buas. Namun alam tak pernah berbohong untuk dikunjungi.
Sabda alam
selalu benar pada sesuatu yang diragukan manusia. Hutan Kalimantan memesona
manusia karena mereka punya banyak selera.
Saya tidak dapat menyebutkan flora
dan fauna yang tersembunyi di sana, karena saya belum melihat sendiri
keadaannya. Kata orang bijak; jika ingin tahu isi dalam sebuah rumah,
masuklah ke dalam rumah tersebut!
Kalimantan adalah rumah alam terbuka. Petaka dan bahagia bisa saja terjadi. Binatang
buas bisa menerkam kapan saja. Binatang jinak bisa datang bermanja kapan saja. Saya
tidak tahu, karena saya belum memberikan sesisir pisang pada monyet yang
berloncatan di antara pohon-pohon di sana.
Kalimantan
– Borneo – dialah sebentuk rupa yang tersembunyi bagi saya. Kisahnya hanya
sebuah angan-angan yang belum tercapai. Tentangnya hanya sepintas keingin-tahuan
karena mata dan raga belum pernah menginjak dan menatap rupanya. Tulisan ini
hanya sebuah khayalan tingkat tinggi karena Borneo lebih berarti dari ini!