Saya punya sebuah cerita.
Ada seorang anak bertanya pada
bapaknya, macam nyanyian
Bimbo-lah nadanya. “Pak, kok kita berbuka dengan yang manis?”
bapaknya, macam nyanyian
Bimbo-lah nadanya. “Pak, kok kita berbuka dengan yang manis?”
Bapak itu termenung sebelum menjawab. “Karena anjuran agama begitu,”
“Kalau agama tidak menganjur, kita boleh berbuka dengan yang lain ya?”
“Bolehlah,”
“Oh,”
Si anak ini, antara sadar dan tidak sadar menimbang-nimbang perkataan
bapaknya. Tidak tahunya, si anak ini tidak bisa menahan jika tidak minum
banyak.
bapaknya. Tidak tahunya, si anak ini tidak bisa menahan jika tidak minum
banyak.
Begitu berbuka tiba, si anak mencari-cari gelas lalu diisikan air putih
dengan penuh. Kedua orang tuanya heran melihat anak mereka tidak menyentuh
minuman manis di atas meja makan. Padahal ibunya sudah bersusah payah membuat
penganan manis demi anaknya.
dengan penuh. Kedua orang tuanya heran melihat anak mereka tidak menyentuh
minuman manis di atas meja makan. Padahal ibunya sudah bersusah payah membuat
penganan manis demi anaknya.
“Kenapa kamu minum air putih saja?” tanya ibunya.
“Kata ibu guru air putih itu lebih sehat bu,”
“Lho, berbuka kan lebih baik dengan yang manis?”
“Kata bapak, boleh tidak dengan yang manis, bu!”
Si anak menaruh nasi di piring setengah porsi, lauk setengah porsi.
Sebelum menyentuh nasi dan lauk, si anak kembali meneguk air putih. Segelas
saat berbuka, segelas sebelum makan.
Sebelum menyentuh nasi dan lauk, si anak kembali meneguk air putih. Segelas
saat berbuka, segelas sebelum makan.
“Kenapa kamu minum terus?” tanya bapaknya.
“Karena saya haus pak!”
“Makanlah dulu,”
“Iya pak!”
Si anak menyuap nasi pelan-pelan. Dua sendok tersuap, seteguk air putih
diminum. Belum setengah piring habis dimakan, air putih sudah habis segelas
lagi. Nasi dan lauk masih tersisa banyak, si anak sudah minum segelas air putih
lagi.
diminum. Belum setengah piring habis dimakan, air putih sudah habis segelas
lagi. Nasi dan lauk masih tersisa banyak, si anak sudah minum segelas air putih
lagi.
“Kenapa kamu banyak sekali minum?” tanya ibunya.
“Karena air putih lebih bermanfaat dari pada yang lain,”
“Nasi juga lebih bermanfaat,”
“Saya sudah makan barusan, minumnya belum cukup!”
Si anak kembali meneguk segelas air putih. Penganan lain yang
manis-manis di atas meja tidak tersentuh sedikitpun.
manis-manis di atas meja tidak tersentuh sedikitpun.
“Saya harus minum banyak, supaya besok saya punya stok air putih di
dalam tubuh!” ujar si anak lagi.
dalam tubuh!” ujar si anak lagi.
Waktu berbuka selesai. Mereka ambil wudhu. Si saat wudhu, si anak juga
kembali meneguk air putih di keran rumah tanpa sepengetahuan orang tuanya.
Berdiri di belakang ayahnya si anak terengah-sengah saat ruku’dan sujud. Usai
shalat magrib si anak terkulai di ruang keluarga sambil menonton sebuah
tayangan televisi.
kembali meneguk air putih di keran rumah tanpa sepengetahuan orang tuanya.
Berdiri di belakang ayahnya si anak terengah-sengah saat ruku’dan sujud. Usai
shalat magrib si anak terkulai di ruang keluarga sambil menonton sebuah
tayangan televisi.
Tak lama azan isya terdengar dari masjid dekat rumah mereka. Kedua orang
tua si anak sudah bersiap menunaikan isya dan tarawih, si anak malah terdiam di
depan televisi.
tua si anak sudah bersiap menunaikan isya dan tarawih, si anak malah terdiam di
depan televisi.
“Kenapa kamu belum juga berkemas?” tanya ibunya.
“Badan saya sangat berat bu!”
“Kamu minum berapa gelas air putih?”
“Saya tidak hitung bu!”
Akhirnya, si anak ditinggal orang tuanya di rumah seorang diri.
Sebentar-sebentar dirinya berlari ke kamar mandi membuang air kecil. Badannya
lemas dan perut keroncongan. Saat kedua orang tuanya pulang tarawih dirinya
masih bolak-balik ke kamar mandi.
Sebentar-sebentar dirinya berlari ke kamar mandi membuang air kecil. Badannya
lemas dan perut keroncongan. Saat kedua orang tuanya pulang tarawih dirinya
masih bolak-balik ke kamar mandi.
“Makanya, lain kali didengar kata orang tua,” tegur ibunya.
“Kata bapak, boleh buka bukan dengan yang manis!”
“Tapi bukan dengan air putih segalon juga!”