Categories
Uncategorized

Pendidikan yang Benar Saat Ini: Guru Tak Pernah Salah

Bacalah dengan (menyebut)
nama Tuhan-mu yang menciptakan
. Demikian, bunyi al-Quran Surat al-Alaq ayat
1. Anjuran pertama untuk membaca yang kemudian dimaknai sebagai suatu proses
pembelajaran. Wahyu pertama yang diturunkan Allah swt. kepada Nabi Muhammad
saw. di Gua Hira’ menjadi pedoman dalam belajar – menuntut ilmu. Sejatinya,
belajar menjadi pokok masalah pendidikan kita saat ini. Dalam konsep keilmuan,
belajar ditafsirkan sebagai tata cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan baik
ilmu agama maupun ilmu alam.

Anak-anak ikut UNBK.
Kisruh yang kemudian menjadi perdebatan adalah saat
pembelajaran secara tradisional dan pendidikan terkonsep matang dalam kurikulum,
yang sesuai dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, dipandang tidak
sejalan. Di mana, tarik-ulur sebuah pembenaran menjadi ‘hukum’ halal atau haram
belajar ilmu alam.

Santri di pendidikan nonformal seolah-olah didoktrin untuk
menyebut, pendidikan umum – ilmu alam – tidak akan dibawa mati (akhirat).
Sebaliknya, siswa di sekolah berlomba-lomba mendapatkan nilai, belajar dari
satu tingkat ke tingkat lebih tinggi, menjadi sarjana, sebelum mendapatkan
pekerjaan layak dalam memenuhi hajat hidup lebih baik.

Perbedaan yang kentara sekali justru terjadi dalam sikap
santri dan siswa. Santri masih sangat patuh kepada pengajarnya di pendidikan
nonformal. Meskipun terdapat anggapan keliru, santri tidak akan berkutik untuk
menyanggah dan cenderung kualat jika berdebat. Sebaliknya, di pendidikan
formal, siswa yang dinina-bobokan oleh pengaruh zaman, kian tergerus emosinya
untuk mengkritik bahkan telah lupa tata cara hormat kepada guru.

Hormati guru. Hormati guru. Hormati guru. 

Meskipun sampai
seribu kali saya menulis kalimat yang sama, perilaku ahli di luar perkarangan
sekolah menjadi sebuah pembenaran atas tindakan seorang guru yang dipandang
salah. Siapa saja boleh berpendapat dan menyalahkan guru, namun jangan pernah
lupa dari jam 07.00 pagi sampai jam 14.00 siang, mereka yang acapkali lantang
berbicara menitipkan nasib anaknya kepada guru. Guru tidak hanya mengajarkan
membaca semata tetapi telah berbicara soal masa depan bahkan cita-cita anak
yang dilupakan orang tua di rumah.

Penguatan pendidikan di sekolah nonformal dan formal
sebenarnya telah terarah sesuai bahan ajar yang baku. Semua berpaku kepada ‘Iqra’ atau bacalah atau diminta kita
membaca. Makin banyak membaca maka makin bertambah ilmu. Konsep dasar dalam
pendidikan yang sebenarnya di manapun tempat belajar adalah sama. Meskipun
seseorang telah mendapat gelar profesor, tanpa membaca, status keilmuannya
patut dicurigai antara benar atau khilaf mendapatka titel tersebut.
Fenomena yang kemudian terjadi saat ini adalah ikut
campurnya orang tua dalam kelangsungan pendidikan. Isu Hak Asasi Manusia (HAM)
menjadi tunggangan yang membenarkan segala bentuk tindakan. Orang tua
seolah-olah lupa bahwa tiap semester anaknya mendapat nilai merah. Kebaikan
seorang guru yang mengubah nilai menjadi hitam sesuai keinginan kurikulum dan
juga orang tua tak pernah mendapatkan ucapan terima kasih.

Menguatkan Pendidikan Bisa Lemah Karena Efek Semua Tahu Orang Tua

Efek semua tahu dari orang tua anak-anak zaman now sangat memengaruhi kehidupan normal
di sekolah. Tiap jam pelajaran adalah kewaspadaan dalam mengajar karena salah
tindakan akan berdampak masuk bui. Guru yang diam dianggap lemah padahal
diamnya seorang guru dalam menerima sebutan babi,
anjing, mati kau
, dan ragam kosa kata lain karena ‘menghormati’ orang tua
anak yang sok berkuasa.
Simpel saja soal hormat-menghormati ini. Terserah anak-anak
bisa apa, atau cuma bisa memukul bola voli saja. Kalimat-kalimat ejekan dan
cemoohan dari siswa tentu berangkat dari rumah yang orang tua abai – bahkan
pura-pura tidak tahu. Guru yang sekali menyentil karena anak tidak mengerjakan
tugas, mungkin karena ribut di kelas, lantas menjadi pelampiasan dari mati kau atau anjing kau.
Memang, saya akui sangat kasar sekali. Bahkan, saya malu
untuk menulis di sini karena orang tua yang memiliki titel doktor, mungkin juga
tokoh masyarakat tidak akan pernah menerima pembelaan seorang guru. Namun,
pernahkah kami merekam ucapan culas tersebut? Tentu, saya tidak – entah bagaimana
dengan yang lain.
Saya biarkan karena berpikir bahwa anak-anak memiliki mental
tersendiri dalam menghadapi tabiat mereka. Berangkat dari nama-nama binatang
itu, guru yang tidak sanggup menerima barangkali akan mencubit, bahkan sampai
memukul. Buru-buru orang tua datang karena fisik anaknya telah lembam. Maka,
guru ‘dianiaya’ ke kantor polisi, meninggalkan tugas mengajar 9 kelas dengan
siswa masing-masing kelas 27 orang. Putusan terakhir adalah divonis bersalah
karena ‘mencubit’ anak rangking 30 dari 30 siswa di kelas tersebut!
Saya selalu berkata kepada siapa saja, jika ada yang
bertanya soal pengalaman mengajar. Saya berani menjamin, anak-anak pintar dan
rangking tak pernah mengumpat dengan nama-nama binatang atau kalimat lain yang
dilupakan guru begitu saja. Niscaya, anak-anak yang butuh perhatian adalah
mereka yang perkalian angka 5 saja dibuatnya jadi penjumlahan.
Guru tidak akan mampu menguatkan pendidikan ‘seorang’ diri
tanpa dukungan orang tua. Ikut campurnya orang tua karena merasa telah hebat
mengenal anaknya. Kembali lagi bahwa anak-anak akan takut kepada orang tua
daripada guru yang mereka nilai hanya ‘mengajar’ di dalam kelas.
Murka orang tua tidak akan dikasih smartphone, hasilnya tidak bisa bermain game atau mengumpat di media sosial. Marah orang tua tidak akan
dikasih jajan harian yang berakibat anak-anak ini merampok tas anak-anak
pendiam di dalam kelas. Namun, marahnya guru tetap akan memberikan nilai kepada
anak bandel sekalipun sesuai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). Selain karena
tuntutan kurikulum juga supaya naik kelas atau lulus ujian akhir nantinya.

Menguatkan Pendidikan dari Belajar Proses Bukan Nilai Akhir

Akhir-akhir ini pendidikan kita menjadi sorotan karena nilai
akhir. Saya akui, begitu beratnya mengajar di dalam kelas karena tuntutan harus
membubuhkan nilai siswa di angka KKM. Apabila belum tuntas, wajib memberikan
remedial, jika tidak tuntas juga, kasih tugas. Belum tuntas juga, harus tuntas
dengan berbagai cara.
Anak-anak seolah melupakan proses mendapatkan nilai itu
sendiri. Bagi mereka, dapat nilai sempurna adalah kebanggaan meskipun
pengetahuan yang diterima hanya sedikit. Apapun cara dilakukan agar bisa
menaikkan nilai.
Saya melihat anak-anak yang tidak menikmati proses belajar
itu sama sekali, tidak mencintai pelajaran – satupun. Hal ini terjadi karena
sejak awal masuk kelas telah dituntut nilai sekian agar bisa lulus, nilai begini
tidak akan mendapatkan rangking dan seterusnya. Proses belajar mengajar yang seharusnya
‘dienakkan’ dengan bersenang-senang menjadi sangat monoton.
Guru tidak dihormati. Siswa santai, terkantuk-kantuk, tunggu
jam istirahat untuk main voli dan bel pulang. Akibat guru ‘lemah’ yang tidak
dihormati ini pula proses pendidikan kita sangatlah berada di ambang batas.
Belok kanan hutan belantara. Belok kiri jurang terjal. Lurus saja tak mungkin
kena siswa karena bui yang mengakhiri karir dengan mudah.
Proses dan proses. Anak yang tidak bisa hapal perkalian,
dikasih hukuman berdiri, pulang ke rumah lapor orang tua. Anak yang tidak bisa
membaca ayat al-Quran, juga diberi hukuman, pulang ke rumah menangis di pundak
orang tua. Lantas, proses apa yang mereka nikmati?
Tidak ada. Orang tua dengan bangga, penuh keangkuhan datang
ke sekolah dan menuntut guru dimaksud. Sedangkan guru, sama sekali tidak
meminta anak-anak menghapal perkalian atau membaca ayat al-Quran di depan orang
tua, karena masih mempertimbangkan rasa malu si anak.
Demikian ribetnya konsep di kehidupan nyata sehingga
pendidikan tidak dinikmati sebagaimana mestinya. Buah jambu butuh proses
sebelum bisa kita makan. Kue pie membutuhkan proses panjang agar bisa dihidangkan.
Pendidikan yang berproses dari awal sampai akhir sebenarnya adalah milik mereka
yang tidak cengeng dan tahan banting.
Dalam berproses ini pula pendidikan butuh sosok yang tegas,
berani mengambil tindakan meskipun nantinya orang tua berbondong-bondong ke
sekolah. Sekali lagi saya tegaskan, anak-anak yang kena getah tak lain mereka
yang duduk paling belakang dan rangking terakhir.
Pendidikan zaman dulu dikenal sangat keras meskipun ‘hanya’
Kurikulum 1994 saja dengan titel CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). CBSA kemudian
diplesetkan menjadi Catat Buku Sampai Abis karena didominasi mengajar dalam
kelas dan mencatat. Tetapi, kerasnya guru dalam mengajar menghadirkan generasi
yang hormat terhadap guru. Anak tidak bisa hapal perkalian lantas dipukul pakai
rol, pulang ke rumah akan mendapatkan cap jari lima di pipi.
Proses ini yang telah hilang dari pendidikan kita. Anak
tidak hormat, saat disuruh maju ke depan akan mengejek guru dengan hapalan nama
binatang. Saya tidak memberikan gambaran bahwa pendidikan saat ini tidak bagus
tetapi hilangnya proses karena tindakan-tindakan dari mereka di luar pagar
sekolah.
Guru ciut. Guru tidak dihormati karena siapa? Baiklah tidak
kita salahkan orang tua yang gemar melapor polisi. Namun kehati-hatian guru
dalam mengajar dan menegur saat ini telah membuat buram pendidikan kita.
Serahkan anak kepada guru lalu lupakan. Baiknya kita kembali
ke konsep, guru tak pernah salah atau guru selalu benar. Konsep zaman dulu yang
ditakuti banyak orang ini tak lain senjata mematikan untuk menyukseskan
generasi. Tak mungkin guru mengajarkan kejelekan karena kurikulum terintegrasi
dengan nilai kognitif, afektif dan psikomotor. Jangan pernah mendikte aturan
sekolah karena itulah kebaikan untuk anak kita. Jikapun guru bersikap jahat,
telah dipasang CCTV tiap kelas lalu disebarkan kepada orang tua yang ngotot anaknya baik.
Pendidikan kita tak akan pernah kuat selama guru tidak
dihargai. Apabila konsep yang ada saat ini terus menjadi ketakutan tersendiri,
pendidikan yang baik akan menjadi kenangan terindah di Indonesia.
Categories
Uncategorized

Suami Pengangguran, Wanita Mantan Pengawai Ini Menangis karena Makin Banyak Anak

Wanita selalu sedih kalau suami pengangguran. Wanita pasti sedih suami pengangguran. Suami pengangguran buat wanita tertekan. Suami pengangguran salahkan wanita bekerja?

Aku bekerja menafkahi keluarga kecilku. Setiap hari tiada tanggal merah dalam kalender tak tertulis hidupku. Dari pagi sampai malam menjelang waktu kuistirahatkan penat, masih saja tersisa pekerjaan yang membuatku tak bisa memejamkan mata. Sehingga jadi benar filosofi yang kudengar selama ini, tugasku tak akan pernah lekang dari dapur, kasur dan sumur!

Aku keberatan? Rasa lelah kujawab iya. Jika kulayangkan somasi atas berat tanggung jawabku, aku harus mengirim surat permohonan ganti posisi kepada Tuhan. 

Kodratku adalah perempuan yang secara tidak tertulis wajib menjalankan tiga kewajiban tersebut. Mau tidak mau, dari masa ke masa aku memikul beban yang sama dengan perempuan mana pun. 
Ilustrasi.
Saat mengandung, akulah yang susah menunggu kelahiran anak sampai sembilan bulan. Saat menyusui, akulah yang terbangun di tengah malam gulita. 
Saat mengajarkan huruf-huruf abjad, akulah yang ditanyai. Saat anakku paham bahasa, akulah yang menjadi pusat kebenaran. Saat semua masih terlelap, akulah yang pontang-panting menyiapkan sarapan di pagi buta untuk keluarga. 
Saat semua sudah tertidur, akulah yang rutin memeriksa seluruh isi rumah sampai benar-benar aman tak ada pintu atau jendela yang masih terbuka. 

Wanita Sabar Jalani Rumah Tangga Meski Suami Pengangguran

Kujalani semua amanah Tuhan kepadaku, menjaga suami dan anak-anak selalu dalam keadaan baik-baik saja. Mungkin orang menganggap baik, keluargaku selalu baik. 

Aku pun membenarkan jika keluargaku tak ada prahara yang sampai membuat suami main perempuan lain, atau anak-anak mencari kesenangan masing-masing. 
Selama ini, aku masih mampu mengendalikan keluarga kami agar tetap harmonis. Dalam hal apa pun, aku selalu menuruti keinginan suami dan anak-anak. 
Namun, dalam hal tertentu aku kadang sangat lelah ingin segera membaringkan tubuh di alas lembut. 
Aku punya suami seorang pengangguran. Seharusnya tidak perlu kukatakan begitu, tapi aku harus mengatakannya. Di kota kami, suamiku termasuk seorang lelaki yang tidak punya pekerjaan tetap. 
Sewaktu lajang, suamiku kerja semrautan memenuhi kebutuhan hidupnya yang tak seberapa. Benar saja, suamiku tidak merokok sehingga tidak perlu merongoh kocek lebih banyak dibandingkan laki-laki lain. 
Untuk urusan keluarganya pun, suamiku tak ambil pusing karena anak bungsu dengan suka hati menjalani hidupnya yang mewah. Kebutuhan suamiku ditanggung saudaranya yang lain, bahkan mertuaku. 

Istri Tetap Tabah Suami Pengangguran

Kini? Semua beban material rumah tangga aku yang pikul. Akulah perempuan penuh kekuatan yang bekerja siang malam. 
Sebagai seorang pegawai negeri, tentu aku harus menghemat tenaga agar pekerjaanku tidak menumpuk. Sebagai ibu rumah tangga, aku juga punya tanggung jawab yang tidak sedikit dibandingkan laki-laki mana pun. 
Aku bekerja di salah satu kantor milik pemerintah di kota kecil kami. Keseharianku penuh dengan pekerjaan yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat, sesekali aku melakukan penyuluhan keluarga sehat ke kampung-kampung terpencil. 
Aku memang bukan seorang dokter, namun pekerjaanku sangat berhubungan dengan dunia medis. Di bawah perlindungan kantorku, para dokter bisa mengepak sayap ke mana-mana memberikan pelayanan kesehatan mereka. 
Aku mengejar rejeki yang berserak, kebutuhan suami dan anak-anak harus terpenuhi sampai akhir bulan. Suamiku sudah mengganti posisi ibu untuk kedua anak kami. Nayla yang berumur enam tahun sudah duduk dibangku kelas satu sekolah dasar. 

Adiknya Nayla, Raka, baru saja berumur satu setengah tahun. Dan kedua anakku ini dibawah kendali ayah mereka. Sering pula Nayla jadi sangat keras kepala waktu kuminta mengerjakan tugas sekolah, kuperhatikan sejenak, hal itu tak lain dari watak suamiku yang sering mengajarkannya pada Nayla. 
Putri sulung kami ini sudah sangat berprinsip, di usianya yang masih kanak-kanak Nayla sudah berpikir kritis akan banyak hal dan tentu saja sudah punya keputusan kuat. Sekali Nayla katakan benar, tak akan pernah Nayla udah jadi tidak. 
Sekali Nayla ingin baju yang baru dilihat di iklan, sampai kapan pun Nayla tak akan pernah mau menerima baju yang sama walau harganya lebih mahal. 

Suami Pengangguran Makin Banyak Anak

Entahlah, aku tidak begitu tahu apa yang dilakukan suamiku sejak pagi sampai sore hari dengan kedua anak kami. Sedikit tidaknya, watak suamiku sebagai lelaki keras dan tangguh sudah tertular pada Nayla. 
Aku pun tidak bisa memungkiri bahwa anak seusia Nayla sangat mudah meniru sesuatu yang baru. Dan yang lebih mencengangkan bagiku, Raka pun ikut-ikutan rewel saat tidak ayahnya tak ada di rumah. Raka sering melimpahkan airmata di tengah malam buta saat suamiku keluar rumah nonton bola bersama teman-temannya. 
Raka pun tidak pernah mau menerima dongeng sebelum tidur saat susu formula kebanggaannya habis di lemari kaca rumah kami. Raka juga sama kerasnya dengan Nayla, dalam usia balita putra kami ini kerap menunjuk mainan mobil-mobilan mahal. 
Entah apa yang terjadi, setiap kali Raka melihat mainan di iklan kami harus membeli yang sama. Aku malah bingung bagaimana Raka bisa membedakan kemauannya. 
Suamiku punya tanggung jawab lain diluar pekerjaannya mengurus Nayla dan Raka. Di lorong rumah kami, suami dipercaya jadi ketua lorong. 
Setiap warga yang tinggal di lorong B perumahan pegawai ini wajib melapor masalah kepada suamiku. Posisi ini menjadikan suamiku bukan lagi pengangguran banyak acara, yang banyak menghabiskan waktu di warung kopi tanpa ada inti pembicaraan berarti. 
Suamiku sudah dituakan, walau gaji tak seperapa yang sering direkap menjadi tiga bulan sekali, aku patut menghela nafas setengah panjang. 

Suami Tak Ada Inisiatif Bekerja Tetap Jadi Pengangguran

Pekerjaan sebagai ketua lorong tidak sama dengan kepala desa. Suamiku tidak berkantor, tidak punya tanggung jawab khusus, tidak punya jam kerja padat pula. Orang-orang baru akan mengedor pintu rumah kami saat suatu masalah terjadi, selain rapat sesekali di balai kampung. 
Biar kupaksakan tentang apa pun, dari segi keuangan suamiku tetap seorang pengangguran. Hari itu Nayla sangat terburu. Tidak seperti biasanya Nayla ingin cepat-cepat ke sekolah. Suamiku masih belum siap dan aku pun masih mengurus Raka yang banyak tingkah sejak subuh. 
Nayla mengeluarkan lengkingan panjang di depanku. 
“Mama nggak ada sedikit pun perhatian kepada kakak!” 
Aku terperangah. Belum pernah kudengar Nayla mengeluarkan kata-kata seperti itu. Kulirik suamiku yang masih terbuai dengan berita korupsi di pagi hari. 
Suara televisi tak kalah besarnya dari suami Nayla. Seandainya rumah kami tak kedap suara, mungkin saja para tetangga akan mendengar pekikan Nayla. 
“Sabar dulu, kakak,” ujarku menenangkan. 
“Nayla tak sabar, Ma! Selalu Raka, selalu dia!” Nayla mulai mengumpat. Herannya, suamiku tak bergeming. Setiap pagi hanya aku yang sibuk menyiapkan keperluan keluarga, suamiku malah duduk manis denga secangkir kopi di depan televisi. 
Berita-berita terbaru dari media nasional akan memperkaya bahan debat suamiku dengan teman-temannya di warung kopi. 
Nayla terus mengeluarkan nada protes di sampingku. Raka pun melotot karena perhatianku terbagi. Nayla malah makin tak karuan, menarik-narik lenganku yang sedang menyuapi Raka sarapan. 
Karena aku tidak mengubris maunya, Nayla menyenggol piring nasi Raka sampai tumpah ke lantai berkeramik putih susu. 
“Nayla!” 
Mata Nayla malah menatapku tajam. Raka mulai menangis. Dan suamiku masih belum beranjak. 
“Pa, isiinlah sebentar nasi Nayla ke tempatnya!” perintahku. 
“Biasanya Mama yang isi,” jawab suamiku tak bergeming. 
Mulai lagi?

Suami Pengangguran Makin Hari Makin Egois

Pertengkaran di pagi hari hampir selalu terjadi. Tidak hanya karena alasan Nayla atau Raka. Banyak hal sepele yang membuat sabarku hilang entah ke mana. Seharusnya suamiku paham sedikit saja posisiku, paling tidak membantu pekerjaan rumah di pagi hari. 
Suami sangat mengerti aku sering tidur larut karena Raka mengamuk minta ini itu. Suami tahu juga rutinitasku di pagi hari, tidak hanya menyiapkan keperluan rumah tangga kami namun harus bergegas ke kantor yang jaraknya lima belas menit perjalanan. 
Dan suami sangat-sangat tahu, di kantor pekerjaanku menggunung sedangkan suamiku hanya menidurkan Raka lalu bisa duduk kembali di depan televisi. 
“Jam segitu mana ada berita lagi, paling berita gosip artis!” alasan suamiku setiap saat ditegur. 
Aku mendengus. Nayla tidak diam setelah menumpahkan nasi Raka. Raka menangis, Nayla ikut-ikutan adu suara dengan adiknya. Pikiranku tambah kacau. Suamiku seperti sudah tutup telinga mendengar kedua anaknya tersedu-sedan. 
Kutinggalkan Raka dan Nayla yang terus berlomba dengan suara paling keras, kudekati suami dan menyambar remote lalu kumatikan televisi yang sedang memberikan pejabat korupsi. Berita-berita itu lagi. Tidak penting-pentingnya untuk kelangsungan keluarga kami. 
“Lho? Kok dimatikan?” protes suamiku. 
“Itu!” tunjukku ke arah Nayla dan Raka. Kedua anak kami masih berlinang air mata. Raka guling-guling di lantai. Nayla berdiri dengan seragam sekolah sudah rapi. 
“Itu kan tugas Mama,” 
“Tugasku? Papa bantu dong sesekali! Sambil nonton berita tak penting itu Raka bisa disuapi, kan?” 
“Setelah Mama pergi kerja, Papa juga yang suapi Raka!” suamiku malah ngotot. 
“Oya? Jadi menurut Papa, Mama tidak ada campur tangan apa-apa dalam keluarga kita? Dari pagi sampai malam, Mama habiskan waktu untuk keluarga ini. Kok tega-teganya Papa berkata begitu?” suaraku meninggi. 
“Jadi Mama sudah capai bekerja? Pensiun saja!” 
Percuma!
Aku tidak akan pernah menang berdebat dengan suamiku. Laki-laki ini selalu berada di garis batas keinginannya. Aku sangat paham, bahkan sudah kuselami wataknya semenjak kami belum menikah. 
“Terserah! Papa ambil Nayla dan antar dia ke sekolah sekarang, biar saja tasnya kosong tak ada makan apa-apa!” putusku. Kularikan badanku ke tempat Raka. Kupungut putra bungsu kami lalu kubawa ke kamar mandi. Biasanya Raka akan mengakhiri tangisannya selesai dimandikan. 
Mudah sekali suamiku bicara putusan pensiun. Dia pikir hidup kami akan sejahtera saat aku pensiun? Tidak akan pernah. Karena akulah tulang punggung keluarga ini! 
Tak lama suara Nayla pun reda, rayuan suamiku berhasil membuat Nayla berhenti menangis. Dari sudut mata kulihat mereka berlalu. Tak lama suara dengungan sepeda motor keluar dari perkarangan rumah kami. 
Aku terpengkur. Kuperhatikan Raka lekat-lekat. Putraku itu sedang memainkan percikan air. 
Apa jadinya putra kami ini kelak? Beban istrinya juga?

Cerita ini hanya Cerpen Terbaik saja

Categories
Uncategorized

Wajib Tahu! Pisang Awak Obat Paling Ampuh Obati Penyakit Lambung

Obat paling ampuh obati sakit lambung adalah pisang awak. Pisang awak obat penyakit lambung terbaik. Makan pisang awak hindari penyakit. Makan pisang awak tubuh tambah sehat. 

Setahun ini, saya kerapkali merasakan sakit berlebihan pada perut. Sakit ini bisa tiba-tiba terjadi dan membuat saya benar-benar kacau untuk melakukan banyak hal. Di kesempatan lain, saya enjoy saja karena tidak merasakan apa-apa.
Sakit yang tiba-tiba ini biasanya karena salah makan atau makan makanan yang pedas dan asam, bahkan karena terlambat makan dan perut dalam keadaan kosong. Solusi yang dilakukan adalah langsung mencari makanan. 
Pisang awak obat ampuh sakit lambung.
Namun masalah yang muncul tidak langsung lega, makanan yang dikonsumsi dalam keadaan perut sakit malah membuat tidak mudah dicerna. Perut semakin sakit dan makanan yang dimakan kebanyakan dimuntahkan.

Khasiat Pisang Awak untuk Sakit Lambung

Kejadian terparah, Ramadhan tahun lalu di mana usai berbuka dan setelah sahur saya muntah-muntah tak karuan. Apapun makanan yang saya makan, tetap dimuntahkan. 
Perut terasa perih dan memanas sampai ke dada bahkan di setiap persendian. Mau tidak mau saya harus makan walaupun dalam jumlah sedikit untuk energi dan tidak drop total. 
Keadaan yang tidak memungkinkan untuk puasa akhirnya saya konsultasi ke dokter dan mendapat vonis lambung bermasalah. Sebab pertama karena makan tidak teratur. 
Saya mendapat resep untuk diminum selama masa penyembuhan. Dan apabila sudah kuat saya dianjurkan untuk kembali berpuasa.

Pengalaman Pisang Awak Obati Sakit Lambung

Ternyata, sakit ini tidak hanya berurusan dengan perut kosong saja. Pikiran yang terkontaminasi dengan hal-hal negatif kadangkala membuat gundah berlebihan. 
Akibat dari gundah ini sakit di bagian perut terasa sampai ke kepala, mata juga ikut-ikutan kabur. Sedikit saja psikologis kena, maka sakit akan langsung dirasa. 
Obat-obatan yang diberikan dokter kemudian tidak lagi dikonsumsi karena tidak membawa pengaruh apa-apa selain rasa kantuk. 
Saya menerima saran di sana-sini untuk berobat secara tradisional. Ragu saya ketepikan dan berangkat ke tujuan dimaksud. 
Saya menemui seorang pandai agama yang biasa mengobati penyakit lambung dan gundah hati. Beliau mengurut perut saya dengan minyak zaitun diikuti dengan doa-doa dan beberapa penggalan ayat al-Quran yang saya tidak tahu dari surat mana dan ayat berapa.

Orang Pintar Sebut Khasiat Pisang Awat terhadap Penyakit Lambung

“Orang sakit lambung itu kembali lagi seperti bayi. Bayi dikasih makan pisang waktu kecil karena buah ini mudah dicerna oleh usus. Obat orang sakit lambung itu adalah pisang. Begitu sakit, makanlah pisang. Pisang yang bagus adalah jenis pisang Awak!” – Ummi, begitu kami menyebut nama beliau –

Pisang Awak merupakan salah satu pisang yang sangat mudah didapatkan dengan harga murah. Satu sisir pisang ini bisa didapat dengan harga lima ribu rupiah. Pisang ini biasanya juga dibuat untuk gorengan yang dijual sore dan malam hari. 
Jangan salah pilih, ini dia pisang awak.
Resep yang alami ini kemudian saya terapkan sesuai anjuran dari Ummi. Wanita ini sebenarnya bukan seorang yang tahu benar soal penyembuhan penyakit. 
Bekal yang dimilikinya adalah terapi diri sendiri ketika sakit lambung. Beliau makan pisang Awak sampai sekarang dan terbukti sudah jarang merasakan sakit lambung. 

Atur Pola Makan dengan Pisang Awak

Jadwal makan pisang Awak ini wajibnya dua kali dalam sehari. Sunatnya bisa kapan saja apabila perut terasa kosong atau tiba-tiba merasa sakit. Jadwal wajib pertama adalah di pagi hari. 
Cara makan pisang Awak di pagi hari adalah dengan dihaluskan kemudian dicampur dengan nasi dan garam secukupnya. Cara menghaluskannya adalah dengan menumbuk menggunakan gelas atau sejenisnya. 
Pisang yang kira-kira telah halus dicampur dengan nasi kemudian dihaluskan kembali untuk ukuran tidak akan sakit begitu masuk ke dalam perut. Jangan salah bahwa orang sakit lambung, makanan yang keras, atau makanan yang tidak tepat bisa membuat sakit seketika. 
Jadwal wajib kedua adalah menjelang tidur. Mau tidur jam sepuluh malam. Mau tidur jam dua dini hari. Perut tidak boleh dibiarkan kosong. 
Sedangkan jadwal sunat antara jam sepuluh pagi sampai jam dua belas siang dan antara jam empat sore sampai jam enam. Jadwal lain saat terasa sakit dengan cara makan pisang Awak saja, satu atau dua.

Pisang adalah salah satu manfaat terbaik dan nyaman untuk usus. – bayikusehat.com –

Saya menerima cukup banyak manfaat setelah mengonsumsi pisang Awak secara rutin. Saya seperti seorang bayi yang harus mengunyah makanan lembut dan pisang tiap hari. 
Selama saya merasakan nyaman dengan kondisi ini, nggak malu pula saya bawa pisang Awak di dalam ransel. Perut terasa lebih nyaman dan saya bebas untuk melakukan aktivitas. 
Pisang Awak yang saya konsumsi juga membuat usus lebih mudah bekerja karena selama ini dipaksa untuk tidak menggiling apa-apa atau hanya menggiling makanan seadanya dalam waktu tidak teratur.

Apa Saja yang Terkandung dalam Pisang Awak

Kalsium dalam pisang bermanfaat untuk tekanan darah yang sehat serta fungsi jantung sehat. Orang yang mengonsumsi pisang akan memiliki tekanan darah lebih baik dan stabil. – bayikusehat.com –

Resep dari Ummi tidak terlalu berat untuk saya jalani. Resep ini juga tidak membawa efek samping sampai sekarang. Buah – termasuk pisang – merupakan salah satu makanan sehat dari berbagai kacamata. 
Jika sebelumnya saya sering lemas dan merasa sakit luar biasa, setelah menjalani kehidupan dengan pisang Awak ini saya merasa tenaga lebih dari cukup untuk beraktivitas. Kondisi tubuh yang semula tidak terkendali kian hari semakin terkontrol. 
Selama sakit saya sering marah-marah nggak tentu, selama mengonsumsi pisang Awak saya malah lebih sabar. 
Sekarang, saya mengonsumsi pisang Awak bukan lagi untuk menyembuhkan sakit lambung namun sudah ke taraf pencegahan agar tidak kembali sakit. 
Rutinitas yang nggak memakan waktu lama ini membuat saya tidak lagi merasa sakit berkepanjangan. Memang, saya tidak bisa mengatakan telah sembuh total namun saya sangat terbantu dengan menu pisang Awak ini. 
Menu yang semula saya remehkan, menu yang sejak awal saya nggak mau makan sama sekali karena merasa nggak enak, seperti bayi dan alasan lain. 
Saya malah tertawa sendiri karena nggak bisa lepas dari pisang Awak. Dan ternyata, bukan hanya saya saja yang merasakan hal serupa. Setiap ketemu dengan orang yang pernah sakit lambung, selalu saja pisang ini solusinya. 
Benar kata orang tua dulu, pisang menyimpan segudang manfaat. Nggak salah orang tua kita menyumpal pisang Awak yang telah dihaluskan ketika masih bayi. 
Kandungan vitamin dan mineral lebih dari cukup untuk membangun stamina. Kandungan vitamin dan mineral secara terperinci saya jabarkan di bawah ini (dikutip dari bayikusehat.com). 

Kandungan vitamin pisang

  1. Vitamin A sebesar 144 IU
  2. Vitamin C sebesar 19,6 mg
  3. Folate (penting selama hamil) sebesar 45 mcg
  4. Vitamin B6 sebesar 82 mcg
  5. Niacin sebesar 1,49 mg
  6. Pantothenic Acid sebesar 31 mg
  7. Vitamin E sebesar 22 IU

Kandungan mineral dalam pisang

  1. Potassium sebesar 806 mg
  2. Magnesium sebesar 61 mg
  3. Phosphorus sebesar 50 mg
  4. Calcium sebesar 11 mg
  5. Iron sebesar 58 mg

Pisang awak sangat banyak sekali manfaatnya. Makan pisang awak tiap hari akan membantu pencernaan dan terhindar dari penyakit lambung. Dan, jika kamu ingin makanan sehat bisa mampir ke Snack Box Jakarta Barat.

Categories
Uncategorized

Ingatlah Hai Pria! Rahim Wanita Cantik Bukan Cuma Untuk Menampung Benihmu

Rahim wanita cantik selalu jadi incaran. Rahim wanita untuk menampung benih pria. Rahim wanita melahirkan bayi. Rahim wanita banyak lahirkan anak bagaimana bentuknya?

Ternyata menikah dan melahirkan tidak semudah yang kupikirkan seperti sebelumnya. Menikah dan punya anak jadi sesuatu yang berbeda, yang kemudian kuketahui sudah mengubah hidupku dari kebiasaan-kebiasaan yang tidak ingin kutinggalkan sebenarnya. 
Aku menikah dan meninggalkan kedua orang tua, hal yang sangat ingin aku lakukan sejak dulu. Ada beberapa alasan sehingga aku sangat ingin segera mengakhiri hidup bersama keluarga sendiri. Pertama, karena aku sudah seperti babu di rumah sendiri. Lahir dari keluarga kaya raya tidak serta-merta membuat aku sejahtera. 
Ilustrasi – hipwee.com
Keluargaku tidak mempunyai sikap dan sopan santun seperti yang kuinginkan. Ayah dan Ibu masih sangat berpikiran sempit waktu itu, kurasa memang begitu pola pikir orang kampung. Semua kesalahan ini terjadi karena aku terlahir sebagai perempuan!

“melahirkan sudah tugas seorang perempuan, jika sudah menikah. Perempuan mana pun pasti akan hamil jika Tuhan berkehendak. Perempuan pasti ingin mengandung dan melahirkan.”

Ayah punya dua istri. Istri pertama punya tiga orang anak, dua laki-laki dan satu perempuan. Setelah istri pertamanya meninggal Ayah menikah lagi. Dia adalah perempuan malang yang kusebut Ibu. 
Saudara kandungku ada tiga juga dan sama dengan keluarga tiri, satu perempuan di dalamnya. Entah karena apa, mungkin karena kakak tiriku terlalu cepat menikah akhirnya aku tinggal sendiri di rumah. Jadilah aku perempuan satu-satunya. 
Semua hal yang berhubungan dengan dapur, kasur dan sumur adalah tugas rutinku setiap hari. Keempat saudara laki-lakiku termasuk Ayah tak pernah jemu menyiksaku. 
Pagi buta aku harus menyiapkan sarapan, belum lima menit aku istirahat baju kotor sudah menumpuk, belum lagi matahari beranjak terik aku harus membersihkan perkarangan rumah yang sangat luas untuk kubersihkan seorang diri. 

Dan perempuan yang kusebut Ibu? 

Ibu tiri dua saudara laki-laki itu. Duduk berleha-leha di teras sambil memberi perintah. Ayah pun tak pernah memintaku istirahat, pagi pergi pulang sore menjelang magrib. 
Kuakui, Ibuku sangat bosan dengan rutinitas yang dia lakukan sejak kecil. Ibu yang terlahir sebagai keluarga miskin menjadi sangat ego setelah menikah dengan Ayah yang kaya raya. 
Aku tidak pernah membantah mau ibu, aturan yang tidak boleh aku bangkang karena aku sebagai anaknya. Ibu pun tidak pernah kulihat berinisiatif mengambil seperempat pekerjaan yang kukerjakan sendiri. 
Napasku menjadi lega saat Ayah mengabarkan aku akan dipinang orang ternama. Aku tidak begitu kenal laki-laki yang akan menjadi suamiku. 
Karena aku tak pernah berinteraksi dengan seorang manusia pun selain saudaraku dan Ayah Ibu di rumah. Aku bisa menghitung berapa kali aku keluar pagar tembok rumah besar kami. Bahkan aku sampai lupa kapan terakhir keluar melihat keramaian. 
Di usia gadis sepertiku, dunia luar adalah sebuah warna pekat, seperti malam. Aku pun tidak mengenal seorang teman dekat pun untuk sekadar bercerita. 

Pria Cuma Bisa Menghamilli Wanitanya

Teman sekolah? Tetap sama saja. Aku hanya seorang perempuan yang lulus SMP. Tingkat pendidikan yang sangat rendah untuk seorang anak orang kaya raya. 
Aku tidak tahu alasan Ayah dan Ibu tidak menyekolahkanku sampai tinggi, paling tidak sama seperti saudaraku yang lain sampai SMA. 
Dan hubunganku dengan teman-teman semasa sekolah pun tidak biasa, aku hanya punya waktu lebih kurang setengah jam untuk bisa bercakap-cakap dengan teman di jam istirahat. 
Selebihnya aku selalu buru-buru, agar tidak kena pukul Ibu jika terlambat pulang sekolah.
Menikah menjadi sebuah jalan pintas keluar dari masalah yang kuhadapi. Aku akan bebas dari amukan kata dan fisik Ibu. 
Aku pun tidak memikirkan lagi dengan siapa aku menikah dan bagaimana kehidupanku kelak. Yang kutahu, calon suamiku seorang yang gagah rupawan! 

Sudahkah Aku Terbebas? 

Pernikahanku berlangsung tanpa kusadari sejak awal. Perjodohan yang dilakukan Ayah Ibu secepat kilat menyambar ulu hatiku. 
Tanpa meminta jawaban pasti dariku, Ayah sudah menggelar acara lamaran. Bukan aku tidak setuju dengan cara Ayah, namun aku sedikit keberatan jika aku “dijual” begitu saja tanpa konfirmasi terlebih dahulu. 
Aku akan mengiyakan maunya, alangkah baiknya jika Ayah mendiskusikan terlebih dahulu masalah ini denganku. Tak perlu berdebat, aku sudah sangat paham ego Ayah. 
Dari kecil sampai menjelang lepas masa gadis, Ayah tak pernah ubah terhadapku. Ayah masih menutup mata bahwa aku bukan boneka yang seenak ingin Ayah perlakukan. 
Setelah menikah aku sudah terbebas? Ternyata tidak. Suamiku belum mempunyai apa-apa. Setahun terakhir aku masih tinggal di rumah orang tua. 
Kesibukan yang selama ini kujalani masih terus kuemban tanpa pernah kutahu akan berakhir. Meminta bantuan suami yang sibuk membangun karirnya. 
Suamiku pergi di pagi hari, pulang di malam hari saat mataku sudah sangat lelah menunggu. Aku masih dalam keadaan sendiri, tak pernah merasa bahwa aku sudah dimiliki. 
Keluh kesah yang kualami selama ini kudiamkan dalam sepi. Suami yang selama ini kudamba membebaskanku dari derita tak bisa kujadikan teman. 
Dalam sendiri aku tak pernah tahu bahwa aku sudah mengandung. Pikiranku sering kosong. Kadang kuhabiskan waktu di belakang rumah menemani kandang ayam yang ramai suara kokok. 

Wanita Sedih Hamil Tak Dipeduli Suami

Baru setelah masuk bulan keenam kehamilan aku baru tahu bahwa kandunganku semakin membesar. Hal ini pun kutahu saat suami meminta melayani maunya di malam hari. Rasa yang tak biasa dan perih yang tak bertepi. 
Hamil sendiri, ngidam sendiri dan menahan sakit sendiri di saat lelah menerpa. Aku bahkan tidak bisa bertanya kapan ada waktu suami mengurusi kebutuhanku. 
Aku bangga dengan suami yang gagah dan dipuja banyak orang. Aku pun bangga dengan aktivitas suami yang sibuk mencari rejeki. 
Aku melahirkan putri pertama kami, ditemani Ibu yang saban waktu banyak menghabiskan hari di depan televisi. Kebutuhan bayi dan kebutuhanku kadang terbengkalai. 
Bahkan untuk ke kamar kecil saja aku terseot-seot tanpa ada yang pegang. Sesekali Ibu mertua menjenguk, itu pun tak berbeda dengan kebiasaan Ibuku. Ibu mertua bahkan lebih mementingkan kebersihannya sendiri dari pada memandikan cucunya. 
Barulah saat pikiran ku tak wajar mereka diam. Menatap bahwa aku sedang bernyanyi dan tertawa sendiri. 
Kuabaikan putri merah ku, kubuang malu lantas berjalan-jalan sekeliling rumah dengan baju seadanya dan sehelai kain sarung melilit di pinggang. Darah mengalir pun tak pernah ku sadari memerahkan seluruh kain yang menutup tubuhku. 
Aku lupa. Aku tidak ingat apa-apa selain nyanyian dan tertawa. Lagu-lagu yang sering kudengar disetel dengan kencang oleh Ibu kunyanyikan ulang. 
Tangis putri mungilku meminta ASI kutertawakan. Begitu seterusnya sampai kutahu semua usai. Saat umur persalinanku lebih empat puluh hari. 
Aku tak pernah meminta lagi kemauan yang selama ini terpendam kepada suami. Bahkan aku tidak ingat apa inginku. 
Aku hanya ingat bahwa aku sudah sadar dari tidur panjang. Ibuku tak pernah jera. Dalam kondisi normalku yang malu, Ibu mempromosikan ke semua orang yang berkunjung bahwa aku sudah “setengah gila”. 
Tak lupa Ibu memintaku menyanyikan kembali lagu-lagu yang sering kubawa saat sadarku menghilang selama empat puluh hari tersebut. Bagaimana Ibu tidak memikirkan perasaanku? Aku sendiri tidak pernah sadar apa yang kuucapkan di masa itu! 

Belum Setahun Rehat Hamil Lagi

Keinginanku untuk pindah dari derita rumah tangga orang tuaku tak kunjung datang. Satu persatu abang-abangku menikah dan meninggalkan rumah kami. Tinggal aku sendiri di rumah bersama Ibu yang tak ubah seperti Ibu tiri. 
Aku bahkan pernah membayangkan Ibuku sebagai Ibu tiri yang menyiksa anak-anaknya dengan besi panas. Ibuku masih memperlakukanku sebagai seorang gadis yang belum bersuami. Kebutuhan sehari-hari Ibu kulayani dengan benar, jika tidak tak segan Ibu memukulku dengan sapu lidi yang sudah sangat usang. 
Padahal aku sudah bersuami dan beranak satu. Ibu lupa bahwa kepatuhanku bukan lagi padanya melainkan pada suami yang juga tak pernah mengerti mauku. 
Putri pertamaku belum berusia lebih setahun ketika aku merasa perutku kembali mual dan aku ingin makan aneka rasa. Suamiku memberi isyarat kebahagiaan tiada tara saat masa datang bulan tak menghampiriku. 
Kejantanannya menusuk-nusuk ulu hatiku saban waktu aku bersamanya, dia bahagia aku bisa hamil lagi, bagiku tidak. Dia bangga dengan aura laki-laki perkasanya. Dia senang dengan keturunannya. 
Sakitku tidak menjadi pertimbangan suami, dia bahkan belum terpikir untuk berpindah rumah ke tempat yang lebih baik. Rumah gubuk saja sudah cukup untuk mengistirahatkan penatku. 
Aku ingin duduk tenang di rumah kami, bukan menjalani rutinitas yang sama setiap hari. Aku akan melakukannya, cukup untuk suami dan anak-anakku saja! 
Kehamilanku semakin membulat. Suamiku pun semakin senang. Karir yang dia bangun semakin hari semakin menanjak. 

Hamil Lagi Hamil Lagi

Kesibukannya pun semakin bertambah. Waktunya lebih banyak di luar rumah dibandingkan menemani sepiku yang terbengkalai. 
Aku tidak pernah tahu pekerjaan suami seperti apa dan berapa gajinya. Kehidupanku tetap sama, tidak pernah keluar rumah dan jauh dari keributan. 
Satu-satunya teriakan yang sering kudengar adalah perintah Ibu dan satu-satu tangisan yang kudengar adalah tangisan putri kami. 
Ketika anak kedua kami lahir, seorang putra gagah, aku belum merasakan ketenangan batin yang semestinya kuraih. Rasa sakit yang kurasa saat melahirkan anak pertama seakan hanya berselang hari. 
Begitu dekatnya umur kedua anakku. Dan semua kembali terulang, selama empat puluh hari aku sibuk dengan pikiran alam bawah sadar. Aku tidak pernah merasa menginjakkan kaki di bumi, suaraku yang keluar hanya lirik-lirik lagu yang tak pernah didengar sebelumnya. 
Aku bernyanyi dengan kata-kata tak bermakna bagi orang lain, hanya hujatan dan keluhan terhadap kehidupanku yang tidak normal. 
Penyakitku tidak biasa, pikiranku seakan kosong dan aku tak sadar dengan apa yang kuucapkan setelah melahirkan. Entah karena beban pikiran yang membuncah, entah karena memang ada penyakit demikian. 
Aku hanya mengalami sakit saat proses lahiran usai, dan penyakit aneh ini terus menggerogotiku sampai berumur empat puluh hari. 
Kejadian itu terus terulang ketika aku melahirkan anak ketiga, keempat, kelima dan keenam dalam waktu sangat berdekatan!
Beban pikiranku yang hilang, berganti dengan suara-suara yang berloncatan keluar menjadi nyanyian. Seakan ada yang bisik untukku nyanyikan lagu-lagu dengan lirik sekenanya. 
Hanya pikiranku yang sakit, sedangkan fisikku tetap sehat-sehat saja sampai empat puluh tahun setelah itu.
Categories
Uncategorized

Lamaran Ditolak Orang Tua, Wanita Cantik Ini Rela Berzina dengan Pacarnya

Lamaran ditolak. Lamaran ditolak orang tua pacar bertindak. Lamaran ditolak orang tua gadis hilang keperawanan. Kisah cinta lamaran ditolak lalu berzina. 

Setiap wanita ingin punya suami, bukan? Wanita mana yang tidak ingin berpasangan. Wanita mana yang tidak ingin hidupnya terlindungi.
Wanita mana yang tak ingin hidupnya ada pegangan. Wanita mana yang selalu ingin sendiri. Wanita mana yang tidak ingin mengandung lalu punya anak. Sebagai wanita normal saya ingin mendapatkan semua itu! 
wanita cantik berzina
Ilustrasi – tribunnews.com
Saya hidup di pelosok, kehidupan yang biasa-biasa saja sebagai seorang kampung. Pagi hari saya ke kebun karet, pulangnya ke sawah. 
Begitu terus rutinitas yang saya lakukan bersama kedua orang tua. Malam hari saya mengaji kitab kuning di pesantren kampung yang namanya sudah melambung sampai ke hampir seluruh kota. 
Semua berawal ketika saya sadar bahwa umur sudah terus beranjak naik. Teman-teman sepermainan, adik-adik di bawah saya, sudah banyak yang menikah dan mempunyai anak. 
Saya pun ingin mengalami hal yang sama. Saya punya rahim untuk melahirkan, dan saya ingin punya suami!

Petaka Zina Itu Datang Tiba-tiba

Saya menjalani hidup tak ubah sebagai bidadari kesepian. Beberapa kumbang hinggap namun tak satu pun yang mengajak saya menikah. 
Saya sadar kelemahan itu datang dari dalam diri saya yang tidak bisa memberikan lebih kepada para kumbang.
Ada yang cocok di hati saya ternyata tidak dengan Ibu. Cocok dengan Ibu hati saya menolak. Kepala tiga sudah saya lewati satu, artinya umur saya sudah sangat sesuai jika punya pasangan. 
Wajah saya pun tidak jelek-jelek amat, standar gadis kampung yang bisa menggaet pria. Paling tidak sebagian pria yang mengajak pacaran aman nyaman saja dengan saya, hanya belum ada yang mengajak menikah! 
Semenjak saya terlibat dalam kegiatan pertanian di kampung saya mengenal seorang pria. Lebih muda enam tahun dengan saya. 
Kegiatan ini melibatkan kami, sebagai orang yang ditunjuk kampung saya kerap menghabiskan waktu bersamanya. Kegiatan kami adalah mendampingi warga membuat pupuk alami dan menanam padi secara alami. 
Kami dekat, mungkin sebagai sahabat, baginya. Sebut saja namanya Wadi. Orangnya tinggi berotot, wajahnya babyface dan warna kulitnya lebih terang dariku. 
Kedekatan kami memuncak mulai Februari, waktu kami sama-sama mendapat undangan ke pulang Jawa. Mulai Jakarta sampai Jawa Tengah kami melintasi pertanian melihat bagaimana masyarkat sana bercocok tanam. 
Selama sebulan – bersama lima teman lain – kami mendapat pelatihan di kantor pusat Jakarta dan terjung lapangan. 
Aktivitas yang kami lalui pun semakin padat, kami sering bersama dan mengabaikan teman-teman lain. Rupanya, Wadi pun merasa nyaman dengan kehadiran saya dalam hidupnya. 
Bahkan, Wadi yang sudah beberapa kali ke Jakarta mengajak saya ke mall, nonton film dan makan bersama saat waktu senggang. Tentu saja tanpa mengajak teman-teman lain, karena kami hanya ingin berdua saja. 
Wadi berkata jujur, bahwa dia punya kekasih. Saya pun tak memaksa dia memutuskan kekasihnya. Wadi yang entah apa yang dia rasakan, mengatakan bahwa dia akan memutuskan kekasihnya jika saat ingin menjalin kasih bersamanya. 
Dalam pesawat pulang dari Jakarta ke Aceh, saya menerima tawarannya. Kami tertawa saat orang lain terlelap, kusandarkan lelah di pundaknya, dibelainya tangan saya mesra. Semua dilakukan Wadi atas dasar sayang, katanya. 

Hamil Sendiri Setelah Berzina dengan Pacar Semalam

Hubungan kami berlangsung sangat cepat. Wadi sering datang ke rumah saya. Saya pun beberapa kali diajak main ke rumahnya. Keluarga kami sudah mengenal dekat, Ibu suka dengan Wadi dan Ibu Wadi ternyata tidak senang. 
Kedekatan yang saya artikan bukanlah sebagai kedekatan khusus bagi Ibu Wadi. Ibu Wadi tetap menganggap saya sebagai rekan kerja dan tidak mau lebih dari itu. 
Wadi yang sudah gelap mata dan saya yang sudah terlena, mengabaikan restu Ibu Wadi. Apalagi saat di rumah saya, Wadi diperlukan bagai raja oleh Ibu dan saya pun memperlakukannya sebagai orang yang sangat istimewa. 
Di malam yang tak pernah terlintas akan ada pria lain di rumah saya, selain Ayah. Wadi pun menginap. Sekali dua kali bahwa berkali-kali. Sebagai pemuda wajar saja Wadi tidak pulang ke rumahnya karena orang tua sudah lepas tanggung jawab terhadapnya. 
Kejadian itu terjadilah. Saya dan Wadi melakukan yang tidak seharusnya kami lakukan. Waktu berjalan tanpa berdampak apapun. 
Sampai di Juni saya merasa keraguan mendalam. Sudah tiga bulan saya merasa janggal dengan siklus bulanan wanita. Saya tak pernah merasa ada darah yang berkucuran dari bawah sana. 
Saya ke puskesmas di temani Ibu, positiflah saya mengandung tiga bulan. Wajah saya pias dan Ibu mendadak hampir pingsan. 
Ke depan saya akan menerima petaka yang selama ingin selalu ingin dihindari wanita. Hamil diluar nikah! Bukan pilihan tepat! 
Sebelum saya sampaikan pada Wadi, berbagai cara saya lakukan sesuai anjuran Ibu guna melunturkan kandungan. 
Berobat obat-obatan kampung. Hasilnya, tidak berdampak apa-apa. Apalah luntur setetes darah pun, mual saja tidak saya rasakan. 
Dua minggu sebelum bulan puasa saya menikah dengan Wadi. Nikah yang tidak diketahui oleh semua orang. Dibantu paman saya yang bekerja di KUA saya menikah dengan Wadi. Raut wajah Wadi tidak seperti biasanya. 
Dia terlihat tertekan. Kami menikah bukan di KUA kecamatan saya dan Wadi berdomisili, paman saya merekomendasikan ke kecamatan lain. Kami menikah di bawah tangan. Rasanya tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Saya lihat Wadi melafalkan akad nikah dengan terpaksa. 

Pacar Lari Setelah Menghamili

Hari-hari setelah itu kami tak pernah tegur sapa. Wadi pun punya alasan sendiri tidak menjumpai saya. Entah siapa yang mengabarkan berita itu, pernikahan kami menyeruak sampai ke seluruh kecamatan. 
Wadi yang sebelumnya sebagai penanggungjawab fasilitator pertanian di kecamatan, menerima keputusan pahit. Wadi dipecat dan mendadak menghilang. 
Keputusan ini bukan dari kecamatan langsung, namun dari pihak lembaga yang berpusat di Jakarta. 
Menghilangnya Wadi berimbas pada saya yang semakin hari semakin membuncit. Dua hari sebelum puasa, orang tua kampung Wadi datang ke rumah kepala desa saya. 
Meminta pertanggungjawaban karena sudah mengambil Wadi tanpa diketahui oleh warga sana. Apalagi orang tua Wadi tidak tahu-menahu pernikahan kami. 
Kurasa dunia mendadak semakin gemerlap dengan cemoohan. Kepala desa kami memang tidak tahu bahwa kami akan menikah. Kepala desa lepas tangan dan tidak mau terlibat dalam perkara ini. Tinggallah saya dan keluarga yang dirong-rong keluarga 
Wadi. Ibu Wadi yang semula sudah berkhutbah bahwa Wadi tidak berbuat apapun dengan saya, datang ke rumah, mengatakan bahwa Wadi tidak akan diberikan kepada saya! 
Wadi benar-benar pergi. Entah atas desakan Ibunya entah karena keinginannya sendiri. Berulang kali saya hubungan ke nomor ponsel Wadi selalu mailbox. 
Saya tidak mengerti apa yang terjadi. Tidak ada penjelasan Wadi akan masalah besar dan perut saya yang semakin membesar. 
Mencari ke kampung Wadi bukan keputusan tepat, kabar yang kutahu dari teman-teman lain Wadi pun tak pernah melintas lagi di kampungnya. 

Hujatan dan Makian untuk Wanita Hamil di Luar Nikah

Wadi sudah menghilang. Sebulan puasa, seminggu Idu Fitri. Wadi tak pernah menampakkan kehidupannya dalam kehidupanku. Orang-orang terus berkata; 
“Sudah ngaji di pesantren masih berbuat zina!”
“Alumni pesantren dan santri kesayangan ustad hamil diluar nikah!” 
“Panutan kampung kok jadi hama di kampung!” 
Dan lain-lain. 
Kuterima dalam sendiri, tanpa Wadi. Bukan hanya Wadi yang menerima perlakuan tidak enak, saya sebagai wanita lebih parah dari itu. Wadi tidak berbentuk fisik atas nafsu yang sudah kita perbuat, saya membuah hasil yang akan dibuahi setelah sembilan bulan. 
Wadi bisa lari ke mana saja tanpa dianggap cacat, saya yang menerima cacat setelah melahirkan dan punya anak. Wadi bebas bisa menikah dengan wanita lain. 
Saya? Menikah dengan siapa lagi? Wadi tidak sadar, bahwa kita melakukan perbuatan dosa itu lantaran kita sama-sama ingin melakukannya. 
Bukan karena saya paksa, bukan karena saya mau. Wadi nginap di rumah saya pun karena Wadi ingin, jika tak mau dengan hubungan kami kenapa Wadi tidak menolak semua permintaan saya? 
Hidup tanpa suami – ditinggal suami – setelah hamil rasanya tidak bisa dikatakan dengan kata-kata. Saya ingin bahagia bukan menderita sendiri. Saya ingin punya suami dan anak. Saya ingin anak saya punya ayah. 
Wadi, dia menjadi pengecut! Saya baru sadar dia lebih lemah dari fisiknya. Begitu indahnya bagi pria, setelah menabur benih bisa bebas melayap keliling dunia! 
***

Seperti yang diceritakan wanita itu kepada penulis.

Categories
Uncategorized

Semua Orang Pernah Bercita-cita Jadi Polisi, Nyatanya Tak Demikian

Semua Orang Pernah Bercita-cita Jadi Polisi, Nyatanya Tak Demikian. Cita-cita jadi polisi anak kecil sejak dulu. Anak kecil jika ditanya jadi apa, jadi polisi. 

Jika ditanya mau jadi apa, jawabannya polisi!
Itu waktu kecil. Karena apa? Polisi itu tampaknya gagah sekali. Entah bagaimana mendefinisikan kata “gagah” itu pada masa kecil.
Barangkali lebih kepada arti perlindungan. Polisi itu melindungi. Jiwa kecil saya menarik kesimpulan demikian pada sosok polisi. Walaupun terkadang saya kerap panas dingin apabila bertemu dengan polisi. 
Cita-cita jadi polisi – campus.imcnews.id
Sosok polisi di mata saya tak ubah sebagai pahlawan dalam angan-angan. Sering menonton drama seri seperti Power Rangers ataupun Satria Baja Hitam membuat saya mengidam-idamkan sosok yang diperankan oleh pahlawan super dalam keseharian. 
Pahlawan itu membela kebenaran, menumpas kejahatan dan menyayangi anak-anak. 
Namun seiring berjalannya waktu, saya tidak pernah lagi bercita-cita menjadi polisi karena postur tubuh yang tidak mendukung. Polisi tetap menjadi sosok yang membanggakan. Senang sekali rasanya mendengar teman sekolah yang menjadi polisi. 
Cerita-ceritanya mengundang decak kagum. Belum lagi harus berdiri di panas matahari saat pengamanan pejabat lewat di jalur utama. Melakukan razia kendaraan yang kadang awut-awutan dan tidak lengkap administrasi. Melaksanakan piket malam yang melelahkan. Menginterogasi para pelaku tindak kejahatan dengan berbagai macam taktik. 
Akhirnya, saya merasa bahwa beban polisi itu cukup berat sekali. Terutama pada Polisi Lalu Lintas (Polantas). Menjaga lalu lintas termasuk salah satu poin penting bagi sosok polisi. 
Lalu lintas yang padat membuat kekacauan mudah sekali terjadi. Tidak hanya di kota besar saja, di kota kecil kerap sekali terjadi kemacetan saat lampu merah tiba-tiba padam, misalnya. 
Tugas polisi semakin berat manakala terdapat pengendara yang suka menang sendiri, menerobos kemacetan dengan suka hati, menabrak pengendara lain lantas lari. 
Polisi satu-satunya penjaga jalan yang menerima tanggung jawab berat tersebut. 
Dalam rangka mencegah kemacetan yang terus-menerus terjadi, polisi setidaknya menyiapkan sabuk pengaman sejak dini. 

Sosialisasi Tugas Polisi Sejak Dini

Seberapa pentingnya sosialisasi terhadap suatu isu, tergantung pada manfaat yang diterima kemudian hari. Banyak sekali anak kecil yang masih menyebutkan polisi sebagai cita-cita mereka di masa depan. 
Sosialisasi ke berbagai elemen masyarakat masih sangat diperlukan untuk menguatkan teori mengenai apa yang terjadi di lapangan. Setidaknya, polisi menegaskan bahwa tugas mereka bukan sekadar mengatur lalu lintas sehingga tidak macet saja tetapi lebih dari pada itu. 
Kemacetan memang memuakkan, namun imbas dari kemacetan itu justru lebih parah. Pengendara yang tidak sabar bisa berbuat onar, merusak dan macam sebagainya yang tak mudah dilerai oleh polisi yang bertugas di lapangan. 
Elemen penting yang disosialisasi adalah mereka yang berusia aktif. Masa ini di mana darah masih segar dan suka sekali kebut-kebutan di jalan. 
Memberikan pengarahan yang mendasar dan benar kepada pengendara aktif (usia sekolah khususnya) supaya menghindari terjadinya petaka. Memang usia aktif dimaksud belum dibenarkan untuk mengendara tetapi mereka akan tiba masanya menjadi pengendara setelah lepas 17 tahun (menerima SIM). 
Dengan menanamkan pemahaman yang benar kepada usia aktif ini, setidaknya menghilangkan sedikit keresahan yang muncul akibat kemacetan. Sosialisasi kepada 100 orang, 70 orang menjalankan lalu lintas dengan tertib sudah termasuk kategori baik, walaupun 30 orang lainnya tidak menjalankannya.

Menumbuhkan Rasa Tanggung Jawab Pada Tugas sebagai Polisi

Tidak mudah menumbuhkan rasa bertanggung jawab terhadap diri sendiri. Tanggung jawab itu baru terasa manfaatnya ketika kehilangan, misalnya setelah terjadi kecelakaan lalu lintas. 
Padahal, jauh sebelumnya terdapat tugas individu yang musti diingatkan terhadap tanggung jawab terhadap keselamatan. 
Dalam perjalanan (berlalu lintas) rasa tanggung jawab tidak serta-merta untuk diri sendiri saja. Di jalan terdapat banyak sekali pengendara lain yang juga ingin cepat sampai ke tujuan. 
Jalanan yang macet justru lebih mudah menimbulkan masalah. Tersenggol sedikit saja bisa memunculkan goresan pada kendaraan orang lain. 
Tersenggol pada bagian lain, bisa saja kendaraan bermotor terjungkal ke aspal yang memungkinkan kecelakaan lain muncul. 
Polisi memberikan pengarahan yang tepat mengenai tanggung jawab seorang pengendara. Pengamanan ini jauh lebih penting dibandingkan dengan razia kelengkapan administrasi. 
Benar SIM dan STNK itu sangat wajib tetapi kewajiban ini sama-sama dipatuhi oleh semua pengendara. 
Sedangkan rasa tanggung jawab bisa saja luput dari pengendara karena tidak dalam bentuk tertulis (dokumen). 
Sosialisasi dalam rangka menumbuhkan rasa tanggung jawab setidaknya diberikan sejak dini. Pencegahan lebih baik dibandingkan tidak ada sama sekali. 
Kemacetan memang tidak mudah dihapus seketika mengingat volume kendaraan semakin hari semakin bertambah. Kesadaran pemilik kendaraan untuk tertib di jalan yang telah ditetapkan boleh tidaknya dilalui merupakan solusi terbaik. 
Polisi hanya berjaga saja, mengarahkan dan membantu jika terjadi kesalahan lalu lintas. 

Komunikatif Tugas Polisi Paling Utama

Polisi yang baik tak lain mereka yang ganteng luar dan dalam. Penampilan ganteng fisik saja bisa menipu jika aura dalamnya tidak terpancar. Hal ini ditandai dengan komunikasi antara polisi dengan pengguna lalu lintas. 
Polisi yang baik adalah mereka yang membangun komunikasi dengan benar sehingga pengendara merasa aman dan nyaman berlalu lintas. Polisi yang tegang dan jarang tersenyum membuat pengendara ketakutan dan lari terbirit-birit. 
Jika hal ini terjadi bisa saja kecelakaan lalu lintas tidak bisa dihindari. 
Membangun komunikasi yang baik sangat dibutuhkan karena berhubungan dengan emosi manusia. Sebagai pengendara kami sangat mengerti betapa lelahnya para polisi berjaga di tengah terik matahari atau hujan. 
Sebagai pelayan masyarakat polisi berhak memberikan pelayanan terbaik kepada pengendara. Memberikan arahan baik-baik kepada pengendara yang bandel misalnya menjadi salah satu poin tersendiri. 
Cita-cita menjadi polisi masih menjadi bumbu manis masa kecil. Polisi adalah sosok idaman. Kami tunggu pelayanan terbaik dari Pak Polisi di bawah panas matahari dan gerimis!

cita-cita jadi polisi. Polisi itu selalu menarik perhatian. Polisi itu harus ganteng dan tampan. Polisi itu harus cantik untuk polwan. Polisi ganteng menjadi idaman masyarakat. Polisi ganteng calon suami terbaik. 

Categories
Uncategorized

Sungguh Kasihan, Ahmad si Penghafal Al-Quran yang Durhaka Kepada Orang Tua sampai Tak Masuk Surga

Penghafal Quran tak masuk surga karena durhaka kepada orang tua. Hafiz Quran tidak masuk surga sebelum minta maaf kepada orang tua. Penghafal Quran juga masuk neraka jika bersalah kepada orang tua.

Ahmad mendorong bagasi ukuran 20 kilogram ke halaman rumahnya. Angin sore sepoi-sepoi menerbangkan baju koko yang dikenakannya. Ia melemparkan senyum ke segala sisi. Hampir seluruh orang kampungnya menunggu kepulangan Ahmad. 
Ia patut bangga karena setelah tiga tahun lebih berkelana, baru kali ini ia pulang dengan titel yang cukup kuat. Hafiz – penghafal al-Quran. Gelar yang tidak main-main. Tanpa embel-embel di secarik kertas namun kedudukannya lebih dihormati dan dihargai daripada mereka yang memiliki titel di kertas putih dengan stempel perguruan tinggi negeri atau swasta.
Ilustrasi – wahyualkautsar.blogspot.com
Di mana-mana, orang menyebut nama Ahmad. Ahmad bangga. Orang tuanya terharu. Hari-hari yang lewat adalah bagian terpenting untuk hari-hari berikutnya. 
Satu patah kata yang diutarakan Ahmad seakan-akan petuah yang tidak boleh dibuang. Setiap kalimat dari Ahmad adalah berkah. 

Apakah Semua Hafiz Quran Masuk Surga

Orang-orang kampung mulai menitipkan anak-anak mereka untuk diajarkan al-Quran. Ahmad pun mengajar dengan penuh semangat. Hampir tiap hari rumahnya diisi oleh ricuh anak-anak mengaji. 
Alunan kalam ilahi menggema. Semua berlangsung seadanya dan Ahmad merasa telah berada di atas rata-rata. 
Ahmad dikenal sebagai seorang pria yang egois. Sifat ini telah mendarah daging dalam dirinya. Kata-kata Ahmad tak lagi halus dan bersahaja. Terkadang, Ahmad sering memarahi murid-muridnya. Seiring waktu, anak-anak mulai menjauh dari Ahmad. 
Ambisi Ahmad untuk mengajarkan anak-anak dengan benar tidak salah, namun sifat Ahmad yang kerap emosi menghadapi anak-anak membuat mereka yang berusia kecil enggan bersahabat dengan Ahmad. Ahmad tidak ambil pikir. 
Ia menekuni diri dengan apa yang bisa. Bekal menghafal al-Quran dipercayanya akan mendatangkan rejeki. Ia terus mengasah kemampuan menghafal. 

Hafiz Quran yang Durhaka Kepada Orang Tua Hafalannya Bisa Hilang

Ia tidak bersosialisasi dengan pria lain, tidak ikut aktivitas kampung, tidak terlibat dalam kegiatan keagamaan di kampung, tidak melakukan banyak hal yang bermanfaat di lingkungan selain menghafal saja!
Seorang Ibu tentu tidak mau anaknya dikucilkan masyarakat. Belum lagi orang-orang mulai membicarakan Ahmad. 
Ibu menegur Ahmad. Sekali dua kali Ahmad beralasan ini dan itu. Berkali-kali Ibu menegur, Ahmad mulai naik pitam. 
“Untuk apa kau hafal Quran jika sifat tak pernah ubah?” pekik Ibu. 
“Ibu tahu apa tentang Ahmad?” tantang Ahmad. 
“Ibu yang melahirkan engkau!” lirih suara Ibu menerima pertanyaan dari anaknya yang seorang “alim” tersebut. Ahmad tidak merasa bersalah. 
“Saya sudah dewasa, Bu! Saya tak suka diatur-atur!”
“Ibu tak mengatur, Ahmad. Kau tak hidup sendiri…,” 
Pertikaian demi pertikaian terus terjadi. Tidak sehari dua hari. Hal-hal sepele menjadi masalah bagi ibu dan anak itu. Satu sisi, Ibu butuh perhatian dari anaknya; dalam hal apapun termasuk urusan rumah tangga. 
Sisi lain Ibu tak mau anaknya dijauhi oleh masyarakat padahal dia memiliki kemampuan. Bagaimana mungkin masyarakat melibatkan Ahmad dalam kegiatan jika ia tak pernah bertegur sapa. 
Puncak dari segala pekik saat Ahmad tidak mampu menghafal dengan baik. Ahmad menyalahkan Ibu. Ibu tidak terima. Ibu dan anak perang dingin sampai tak batas waktu. 

Hafiz Quran Juga Bisa Durhaka kepada Orang Tua

“Dia durhaka!,” pilu Ibu kepada Ayah. Ayah paham betul tabiat Ahmad. Bukan saja perkataan ibunya saja yang dibantah, perkataan ayahnya juga sering mendapat bantahan. 
Ahmad berjalan atas pembenaran sikapnya. Ahmad juga merasa telah benar dapat menghafal al-Quran. 
Perang dingin ibu dan anak itu terus berlanjut. Ahmad semakin hari semakin lupa ayat-ayat al-Quran. Namun Ahmad tidak pula mencari akar permasalahannya. 
Di hatinya, Ibu saja yang terbayang telah mencampuri urusannya menghafal.
Pertanyaan saya, apakah Ahmad ikhlas menghafal al-Quran?
Categories
Uncategorized

Makanan Halal Disajikan dengan Baik Bukan dalam Jamban Agar Menarik Minat

Makanan Halal Itu di Piring dan Kafe Jamban Sebuah Refleksi Tak Hargai Makanan dalam Ajaran Islam. Kafe Jamban atau makan dalam jamban memberikan makna makanan sama dengan kotoran. Islam tidak mengajarkan demikian.
Orang boleh kreatif tetapi yang wajar saja. Kreatif yang menguntungkan dua sisi bukan hanya satu sisi saja, yaitu orang yang melakukan kreativitas. 
Orang memang suka yang unik karena nggak ada yang menarik selain itu. Orang akan mencari-cari yang tabu karena itu bagian terpenting dari keingintahuan.
Dunia maya dibombardir dengan liputan Kafe Jamban. Media arus utama pun tak luput dikibuli untuk memposting foto-foto dan berita unik dan kreatif ini.

Serangan media sosial pun begitu gencar mengalahkan Perang Dunia Kedua yang mendamaikan dunia sampai kini, dari satu pandangan. Bertubi-tubi, tak kenal waktu, entah siapa dan mengapa share itu begitu menarik. 

Makanan Halal Penyajiannya Juga Halal atau Baik

Makanan halal disajikan dengan baik – devenews.com
Pentingkah informasi unik ini dibagikan? Apakah pernah menelusuri pengguna media sosial lain? Apakah cuma kita saja yang hidup di dunia pongah ini? 
Ada miliaran kehidupan di dunia. Jutaan di Indonesia. Pengakses internet di seluruh dunia. Informasi dari satu bahasa begitu mudah diterjemahkan ke dalam bahasa lain.

Manusia itu ada batas pada suatu hal. Saya telah mencapai batas tersebut. Batas yang tidak wajar karena share di Facebook dan Twitter begitu cepat dan bertalu-talu. 

Saya tidak bisa menghentikan karena wall itu seakan enggan berpindah ke informasi yang lebih informatif dan edukatif.

Saya mau berhenti berlangganan fanspage kanal berita takut ketinggalan informasi lain. 

Saya mau menghapus pertemanan kasihan pada teman yang merasa paling unik dan selalu share informasi entah datang dari mana, entah dibaca tuntas dan entah bermanfaat untuk dirinya dan teman mayanya.

Tabiat pengguna media sosial terutama Facebook adalah bagian dari yang lupa membaca tetapi memberi komentar dan share sesuka hati. 

Penyajian Makanan Wajib Bersih dan Punya Tata Krama 

Awalnya saya nggak begitu peduli, santai saja karena riwayat jijik tidak begitu kronis. Belakangan muncul rasa muak, lalu mual begitu melihat makanan. Yang ada di dalam pikiran saya ada jamban berisi air warna-warni.

Saat berbuka itu yang terbayang. Saat sahur itu yang terlintas. Mau makan saya enggan. Membayangkan makanan saya mual.

Ke kamar mandi saya muntah melihat jamban yang tiap waktu saat kebelet kotoran dibuang ke sana. 

Ada batas wajar sehingga mau tidak mau jangan pernah melewati batas itu. Islam sendiri sangat menegaskan untuk tidak berlebih-lebihan.

Kafe Jamban yang fenomenal telah sangat berlebihan di mata saya karena share dan reshare media sosial menjadi monster yang lebih menakutkan daripada monster di drama seri Power Rangers maupun Ultraman yang masih tayang tiap hari Minggu.

Dari Ibnu Abbas, Rasulullah saw. bersabda, “Jauhkanlah dirimu dari berlebih-lebihan dalam agama karena orang-orang sebelum kamu hancur hanya sebab berlebih-lebihan dalam agama!” (HR. Ahmad, Nasa’i, Ibnu Majah, Al-Hakim, Ibnu Huzaimah dan Ibnu Hibban).

Kafe Jamban telah berada di taraf berlebih-lebihan akan nikmat Allah. Sifat unik karena ingin sesuatu yang lebih banyak – dari segi keuntungan misalnya – justru menjadi cambuk di sisi lain karena umat manusia tidak hanya terdiri dari orang-orang penyuka unik yang aneh saja.

Sifat berlebih-lebihan dari kafe ini karena tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya. 

Bagaimana Islam melarang sesuatu yang ada mudharatnya. Bagaimana Islam membenarkan sesuatu karena ada faedahnya.

Islam menganjurkan untuk meninggalkan yang mudharat karena pahala akan jauh darinya. Islam meminta untuk mengerjakan yang banyak faedahnya karena surga dekat dengannya. 

Bagian dari Kafe Jamban memang kecil, kawan. Namun tahukah berapa banyak orang seperti saya? Bagaimana kamu menyikapi hal ini?

Belatung dipanggang saya masih belum jijik. Ini jamban, tiap buang hajat saya akan ke sana! 

Hargai Makanan Bukan Cuma Kedepankan Ide Kreatif 

Masih banyak kok ide kreatif yang lebih edukatif. Semua orang itu kreatif cuma menunggu waktu kapan mau menggerakkan tangan untuk melakukan itu. Kamu bisa melakukan yang kreatif dengan menjaga jarak dari berlebih-lebihan. 
Kamu belum merasa jijik saat ini namun suatu saat akan merasakan hal yang sama, membutuhkan sedikit sentilan, satu sebab walau itu begitu kecil, kamu akan merasakannya. 
Pendidikan dasar satu segala ilmu tak pernah mengajarkan untuk berbuat yang aneh sehingga orang lain terhina.

Pendidikan mengajarkan untuk berbuat baik, bermanfaat bagi semua orang, meningkatkan derajat di mata dunia dan Tuhan. 

Quran surat Al-Alaq ayat 1 sampai 5 adalah wahyu pertama. Bukan tentang ibadah. Bukan tentang taudid.

Ini tentang pendidikan; membaca. Sudahkah kita membaca sebelum melakukan sesuatu?

Banyak hal yang mesti kita baca, bukan cuma buku-buku tetapi bahasa verbal dan nonverbal yang menyakitkan kehidupan di luar pagar rumah kita, pada episode berikutnya.

Categories
Uncategorized

Inilah Kisah Pilu Seorang Waria Tua

“Hidup ini adalah pilihan!” ujarnya menerawang jauh. Perempatan
jembatan dini hari itu menjadi saksi bisu asap rokok yang mengepul tak karuan. Saya
sempat terbatuk-batuk, namun tidak berani mencegah “seseorang” yang berdiri
memangku besi jembatan, untuk membuang puntung rokoknya – bahkan membuang semua
rokok di dalam saku celananya. Waria tua hidupnya tak ada yang tahu.

Nasib waria tua.

Seseorang yang menjadi sorotan karena
tingkah-polah tak karuan dari pribadinya, seseorang yang enggan menyebutkan
nama aslinya karena dianggapnya telah tak berfungsi, seseorang yang memulai
perih begitu panjang sampai tak pernah ada suka dalam hidupnya, seseorang yang
disebut dalam kehidupan normal sebagai
waria!

Benar.
Wanita pria atau waria. Saya tidak tahu mengapa pelafalan ini begitu melekat
pada pria yang bersifat keperempuanan. Padahal, ada pula wanita yang bersifat
kelaki-lakian namun tak ada sebutan khusus. Sudahlah kawan, saya tidak sedang
bercerita mengenai dongeng sebelum tidur. 



Cerita ini tentang Angel, seseorang
yang telah saya sebutkan sebagai sosok tak perlu hadir di dunia ini – kata
beberapa pendapat orang penting dalam kultur sosial dan agama waria ini akan
berada di antara langit dan bumi apabila mereka telah tiada. Bukankah waria ini
juga manusia? Dan dalam hidup ini kita mengenal surga dan neraka, tak ada istilah
di antaranya. Bagaimana menjelaskan soal ini?



Waria tua hidupnya terkatung-katung sepanjang masa. 

Angel
sungguh nama yang bagus sekali. Nama ini barangkali diambil dari sebutan “malaikat”
dalam bahasa Inggris. Tahukah kamu, kawan? Angel yang sedang menyulam emas di
antara dunia yang tak lagi perawan adalah sosok yang jauh dari cantik bahkan
ganteng. 



Oh, ayolah. Angel sama sekali tak mau saya lekatkan
istilah sifat-sifat pria kepada dirinya. Angel tetaplah seseorang
yang ingin disebut cantik walaupun dadanya sangat bidang, suaranya
lebih berat, jakun menonjol di lehernya, payudaranya hasil suntik silikon, dan
tentu saja mempunyai penis dan testis.
Saya
pernah tahu waria di tempat lain yang mengibuli pandangan. Cantik-cantik
pula
! Walaupun kadang terlihat sifat kelaki-lakian dalam diri mereka
saat dirundung emosi. Kita pun tak pernah lupa pada sosok Dena Rahman yang
telah terang-terangan dengan status warianya. 



Namun Angel sangat jauh dari kesan
cantik dan seksi. Angel sama sekali tidak menarik untuk dikencani bahkan untuk
ditiduri sekali saja – mungkin. Biarpun demikian, Angel tetap “laris” manis
untuk orang-orang yang tak sanggup menyewa waria cantik.
“Naluri
saya wanita, dek!” ujar Angel seperti merajuk. 



Celana jeans yang
dikenakannya malam itu tampak lusuh sekali di bawah temaram lampu jalanan. Kemeja
kebiruan yang melekat ditubuhnya seakan-akan tak pernah dicuci. Wangi tubuhnya
seperti harum kuli bangunan yang baru saja pulang memikul beban. 



Di tangan
kanannya tampak tas jinjing yang isinya adalah peralatan salon (make-up).
Rambutnya ikal diikat sebahu. Wajahnya tampak kusam walaupun make-up
tebal menutupi seluruh wajahnya dengan gincu merah di bibirnya. Bau minyak
wangi murahan bercampur dengan keringat yang membasahi seluruh tubuhnya.
“Saya
cuma bisa nyalon, dek,” ujarnya perih sekali. 



Saya paham. “Saya nggak
tahu kerja apalagi. Saya nggak punya ijazah. Saya kerja di tempat
lain banyak diejek orang. Saya jalan saja orang-orang ngejek terus, gimana
saya mau makan kalau nggak nyalon.Nyalon maksudnya
adalah keliling kota untuk mencari pelanggan. Ada yang mau dirias, ada yang
tidak. Kebanyakan menolak karena hasil make-up darinya tidak sebagus make-up
waria lain di salon besar.



Waria tua nasibnya selalu melarat. 

“Apa
pernah terpikir kerja di tempat lain?”
Nggak
ada yang terima saya, dek. Saya jalan diejek, saya ngomong diejek juga. Semua
orang nggak terima karena saya banci!
Lima
menit kemudian hanya terdengar helaan napas kami. Lampu sorot memercikkan
cahaya ke sungai.
“Di
sana banyak waria mencari pelanggan!” tunjuk Angel ke arah seberang sungai
sebelah kiri. Di bawah pohon yang sepi. “Banyak pria mencari waria dengan
bayaran murah!”
Saya
mendengus. “Kenapa tidak mencoba ke sana?”
Angel
terkekeh. Lambat-laun cerita sudah berbeda. Angel tak pernah diterima di golongannya
sendiri. “Bahkan, dunia waria juga mencampakkan saya!”
Karena rupa jelek?
Saya
terkekeh seorang diri begitu waktu tak lagi bersama Angel. Pria yang “memaksa”
saya menyebutnya waria dibandingkan pria itu – katanya – akan mencari
pelanggan. Saya tidak tahu pelanggan apa. Apakah untuk salonnya atau untuk
memuaskan napsu dirinya plus harga tak lebih lima puluh ribu rupiah.
Masih
tersisa sedikit kenangan Angel di dalam hati saya. Entah bagaimana saya menjabarkannya.
Kegalauan yang terpendam. Kekecewaan yang entah Angel utarakan kepada siapa. Kebingungan
yang berujung tangisan tak berakhir.
Angel
seperti benar berada di antara langit dan bumi. Di dunia ini – bahkan – sama sekali
tidak ada yang mau menerima kedudukan Angel sebagai “waria”. Mungkin saja
karena Angel berpenampilan seperti wanita. 



Mungkin juga salah karena fisik
Angel tidak setegap seperti orang lain yang berjenis kelamin pria. Mungkin juga
salah karena jenis kelamin Angel adalah pria. Belum tentu juga Angel sejahtera
apabila dirinya terlahir sebagai seseorang dengan jenis kelamin wanita.
Angel
bertahan dalam kekurangan yang dimilikinya. Berusaha supaya sesuap nasi
terkunyah oleh mulutnya dan tergiling oleh ginjalnya. Langkah kakinya yang kian
ringkih tanpa tahu ditujukan ke mana. 



Saat langkah itu semakin lunglai, sanak
famili saja tidak mau menerima kedudukannya. Saat dirinya tak sanggup lagi
menyapu bedak di wajah orang lain, rejekinya sekonyong-konyong telah lenyap
dari muka bumi. Saat “goyangan” tubuhnya tidak lagi selihai waria lain, jumlah booking-an
bisa berkurang bahkan hilang sama sekali.
“Saya juga mau bahagia, dek!” kalimat ini masih tersimpan rapi dalam ingatan saya. Entah di mana saya
tempatkan ucapan Angel sebagai penutup penjamuan malam kami. Bahagia seperti
sangat absurd sekali. 



Sulit saya definisikan karena bahagia bagi Angel belum
tentu sama dengan bahagia yang saya mau. Satu hal yang mesti saya garisbawahi bahwa
bahagia itu sifat naluriah – manusiawi.
Kehidupan
Angel sebagai waria yang telah berumur mengajarkan banyak hal kepada saya. Pekerjaan
yang tidak tetap. Penghasilan yang kadang ada kadang tidak. Arah hidup yang
tidak terlihat. Kemolekan tubuh tidak lagi dirasa seiring perkembangan zaman. 



Waria
yang lebih “kenyal” hadir tiap saat. Di masanya, Angel barangkali berjaya. Di masa
kini, Angel hanya tinggal nama dan tertatih mencari bekal sebagai penyambung
hidup. Caci maki yang diterima Angel membuatnya lebih tegar menjalani hidup
yang dibilangnya tidak memihak. 



Hari-hari yang dijalani Angel lebih hampa
dibandingkan hari-hari yang dijalani orang lain yang bahagia. Entah bahagia
mana lagi yang dimaksudnya.
Sifat
gaharnya tidak cukup menutupi kelembutan dalam dirinya. Biar Angel tidak
mengejek orang, orang lain justru menempatkannya sebagai manusia tak berharga. Penghargaan
seperti apa yang diinginkan Angel? 



Saya tidak tahu. Persepsi saya, menghargainya
sebagai manusia sudah lebih dari cukup! Waria tua sudah tidak laku. Makin tua seorang waria makin tidak laku. Siapa yang mau pakai waria tua? 
Categories
Uncategorized

Mau Sewa Apartemen? Perhatikan Hal-hal Berikut Ini

Kamu pernah berpikir untuk tinggal di apartemen mewah? Memilih tinggal di apartemen kini menjadi pilihan sebagian orang. Terlebih bagi beberapa orang yang baru merantau ke kota besar, mereka akan lebih memilih untuk mencari hunian yang praktis, minimalis dan nyaman. Banyak sekali saat ini apartemen yang disewakan seperti sewa Apartemen Mediterania Garden Residences yang letaknya sangat srategis.
Apartemen mewah di Jakarta.
Bagi sebagian orang yang belum pernah menyewa apartemen pasti akan bingung bagaimana caranya serta syarat dan ketentuan apa saja yang harus dilengkapi. Jika kamu ragu dan bingung seperti apa, tidak ada salahnya kamu mencari informasi apartemen melalui internet. Namun ada beberapa hal yang perlu kamu ketahui. Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyewa apartemen. 
Berapa Anggaran Kamu? 
Bagi kamu yang menginginkan tinggal di apartemen dengan fasilitas yang lengkap serta pemandangan yang menarik, pastinya tidak murah untuk anda mendapatkan semua itu. Sebelum kamu benar-benar ingin menyewa, pastikan terlebih dahulu apakah anggaran sewa dan biaya iuran apartemen sudah sesuai dengan budget bulananmu? Cek terlebih dahulu penghasilan anda tiap bulannya dengan pengeluaran makan, hiburan, dan pengeluaran pribadi sebelum kamu pindah ke apartemen. Belum lagi ditambah iuran pengelolaan dan biaya sewa apartemen. Jika penghasilan kamu sudah cukup untuk melengkapi semua itu, tidak ada salahnya untuk anda berpindah ke apartemen. 
Berapakah Biaya Sewa dan Tambahan Iuran yang Perlu Dibayarkan? 
Cara yang paling mudah bagi anda yang baru pertama kali menyewa apartemen yaitu kamu harus mencari tahu berapa biaya sewa yang dibayarkan dan apakah sudah sudah cukup untuk biaya kebutuhan mendasar saat menyewa apartemen. Karena jika tidak, kamu akan merasa kecewa jika anda tidak bisa menikmati fasilitas tertentu hanya karena tidak jeli memeriksa dulu cakupan dari biaya sewa yang kamu keluarkan. 
Apakah Ada Biaya Tambahan untuk Proses Pindah? 
Pada saat kamu pindah tempat tinggal pastinya memerlukan bantuan orang lain untuk mengurus barang-barang. Terlebih kamu sebagai seorang perantau, terkadang bingung harus minta bantuan ke siapa. Jika kamu meminta bantuan ke rekan atau tetangga pastinya tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membayarnya, cukup dengan mengajaknya makan. Tetapi jika anda mencari bantuan dengan menghubungi perusahaan penyedia jasa angkut barang, pasti anda harus membayarnya dan biasanya ada paketan harga tertentu mulai dari pengemasan hingga pengiriman barang sampai ke apartemen. Bsar kecilnya tergantung berapa banyak barang yang harus di kemas dan diangkut. 
Apa yang Perlu Dibayar Ketika Menyewa Apartemen? 
Apabila kamu menyewa apartemen, ada beberapa aturan yang wajib kamu ketahui. Tidak semua apartemen itu sama aturannya, masing-masing manajemen berbeda. Ada beberapa hal yang perlu kamu bayar ketika menyewa apartemen. 
Pertama, kamu wajib membayar DP atau uang muka sewa apartemen senilai satu bulan. Uang muka ini sebagai tanda bukti keseriusan kamu dan pemilik mengenai sewa apartemen. 
Kedua, pembayaran utilitas atau yang dikenal dengan tagihan air, saluran pembuangan, gas, sampah dan listrik. 
Ketiga yaitu biaya parkir, untuk biaya ini biasanya ditentukan berdasarkan kendaraan yang dibawa. Tetapi beberapa apartemen ada yang tidak menarik biaya parkir. 
Keempat, bagi yang memiliki hewan peliharaan kamu diminta untuk membayar deposit hewan peliharaan untuk berjaga-jaga jika ada kerusakan di area atau fasilitas gedung apartemen tersebut. Namun, ada juga apartemen yang tidak memperbolehkan penghuninya untuk memelihara hewan peliharaan apapun. Jika peraturan tersebut dilanggar, biasanya penghuni apartemen akan dikenakan sanksi. 
Kenyamanan tinggal di apartemen di Jakarta.
Nah, apakah kamu sudah memiliki target khusus dalam memilih apartemen? Nggak ada salahnya lho untuk memulai sebuah rencana dan tinggal di apartemen yang lebih praktis, cepat akses ke mana-mana dan juga tentunya memiliki ruang tertentu untuk kita yang lebih suka kita nyaman dan aman.