![]() |
Deskripsi sosok Munar seperti ini. Saya tidak sempat mengambil foto Munar karena tidak ada alasan untuk itu. Foto ini saya ambil dari kapanlagi.com |
Kehidupan gelap di balik jeruji besi atau penjara sering sekali kita dengar. Penjara
sudah pasti hanya orang-orang ‘jahat’ saja yang berada di dalamnya. Anggapan
ini juga berlaku untuk saya sebelum bertemu dengan seorang pria gagah, tampan,
berbadan atletis, senyum menawan dan pengetahuan cukup banyak, yang mengartikan
bahwa pria ini suka membaca.
pria yang saya temui secara tidak sengaja di dalam perjalanan menuju Banda. Sikap
cueknya kemudian melunak karena sebotol air mineral. Botol air mineral tidak
bertuan tersebut terduduk dengan manis di tengah kami, dalam minibus yang
panas. Percakapan kami kemudian berlanjut ke hal-hal yang jauh dari macho
seperti tabiat pria kebanyakan. Kami tidak menyinggung unsur main bola walaupun
Munar sebenarnya seorang pemain bola. Kami tidak bercengkrama tentang isu
politik yang semakin memanas. Kami saling berbagi tentang masa depan yang
cerah, ingin selalu happily ever after.
Kami juga tidak saling menyulut rokok. Poin terakhir cukup melegakan hati
saya. Saya selalu menghindar dengan seorang perokok dalam perjalanan jauh.
Salut juga kepada Munar yang tampan tidak merokok, bukan karena bersama saya tetapi
memang bukan perokok yang tercium dari wangi tubuhnya.
apa kaitannya Munar dengan jeruji besi? Pria yang punya cita rasa tinggi
terhadap hidupnya adalah seorang sipir penjara yang
tampan. Saya sempat tertipu dengan tampangnya yang sangat menarik
untuk ukuran seorang yang terlibat di dalam tahanan. Fisik ternyata selalu
menipu akan tingkah laku.
selalu memotivasi kawan-kawan dan adik leting untuk ikut tes,” ujar Munar penuh
semangat. “Mereka nggak percaya kalau saya lulus murni tahun 2009. Saya nggak
pakai lobi ke mana-mana, saya ikut tes dan akhirnya lulus!”
sepoi-sepoi menjuntai dari jendela kendaraan yang kami tumpangi. Di depan duduk
tiga orang Cina dengan seorang anak kecil. Mereka sibuk bersenda-gurau dalam
bahasa Mandarin. Kendaraan yang kami tumpangi melaju dengan mulus di jalanan
beraspal licin setelah tsunami Aceh. Sesekali oleng ke kiri dan ke kanan untuk
mencari posisi yang pas di tikungan tajam. Klakson dibunyikan sesekali untuk
mengejutkan pengguna jalan lain, terlebih pengguna jalan bersepeda motor yang sedang
bermesraan di tengah jalan.
lagi jaga saya suka baca-baca,” Munar kembali memulai cerita. “Saya suka
baca-baca informasi di media sosial daripada main game,” terlihat jelas
bahwa Munar suka membaca dari pengetahuan di dalam dirinya. Saya semakin
tertarik dengan kehidupan seorang sipir penjara. Di pandangan saya, seorang
sipir penjara itu harus garang, gahar, maupun kokoh dalam berbicara. Sebaliknya,
Munar tampak seperti anak muda metropolitan dan
metroseksual pada umumnya. Kerapian pakaian yang dikenakannya. Rambut
yang tersisir rapi. Kulitnya yang bersih. Dan wangi parfum yang menyeruak
sampai hidung saya kembang-kempis.
yang berat ya?” tanya saya.
berbicara seakan kepada dirinya sendiri. Entah karena kami berada di dalam
perjalanan atau memang begitu tipikalnya yang tidak melihat lawan bicara.
Pandangannya terus ke depan, mungkin khawatir ada lubang besar menghalangi
jalan kami.
santai saja. Kami sudah diberikan bekal untuk berjaga-jaga. Kalau terjadi
sesuatu kami sudah siap dengan senjata,” Munar berbicara dengan nada yang serak
dan menggelora. “Kami juga peka pada tahanan yang sudah ‘dicoret’ untuk tidak
didekati. Jikapun harus berurusan dengan orang tersebut, senjata kami harus
lengkap!” saya yakin, kamu juga paham arah pembicaraan kami ini.
yang hampir mendekati klimaks menurut saya. Tetapi, ini baru seperempat
percakapan yang kami lalui. Jantung saya mulai memainkan melodi cukup kencang.
Pukulan drum bertalu-talu untuk menunggu kelanjutan cerita seorang sipir
penjara yang punya daya tarik seperti idola.
rata-rata orang di penjara karena berbuat salah. Mereka selalu cari cara untuk
kabur dari tahanan,”
yang berhasil?”
tercenung. “Ada juga,”
mereka kabur?” kemudian saya sesali ini pertanyaan bodoh. Namun jawaban dari
Munar cukup mengejutkan saya.
teringat anak dan istri. Waktu yang ketat kami jaga menjelang lebaran atau
bulan puasa,”
batin mereka tetap kuat ya?”
juga keluarga siapa yang tidak ingat. Mereka yang dekat dengan saya cerita
sedihnya meninggalkan keluarga bulan puasa dan hari raya. Mereka mau kembali ke
jalan yang benar tetapi lepas dari penjara pasti akan dicemooh orang. Mereka telah
nyaman di dalam penjara tetapi mereka ingin bebas,”
jadinya ya?”
terus bercerita kesehariannya di dalam LAPAS (Lembaga Pemasyarakatan). Tampilan
luar pria ini seperti banker atau dokter muda. Cara ia berbicara dan
gaya bahasanya tidak mencerminkan seseorang yang bekerja dalam bidang yang
penuh tantangan demikian. Kulit tubuhnya tidak seperti orang yang sering
berhadapan dengan kehidupan keras di dalam tahanan.
tetap harus jaga diri,” sekonyong-konyong Munar berbicara kepada dirinya
sendiri. “Kami tidak dibenarkan untuk percaya penuh kepada tahanan. Kami selalu
dinasehati alasan seseorang menjadi seorang tahanan. Seseorang yang frustasi di
dalam tahanan walaupun tampak alim bisa saja ia sembunyikan pisau. Kami banyak
temui yang demikian. Bagaimana dengan tahanan yang telah jadi bos? Mereka sudah
pasti cari cara untuk melukai sipir dan jalan untuk keluar dari sel!”
rumit. Jalan berliku menuju Banda pun begitu angkuh. Kiri dan kanan pepohonan
dan kebun warga. Matahari menanjak begitu cepat dan hawa panas menyalakan api
ke dalam kendaraan kami. Sopir yang tidak mendapatkan teman bicara sekuat gosip
selebriti siang hari, sesekali menyalakan rokok. Asapnya mengembus ke belakang.
Saya menutup hidung dengan sapu tangan. Munar tampak mengibas-ngibaskan
hidungnya. Keluarga Cina di depan kami masih terus bercerita satu sama lain
dalam bahasa Mandarin.
ada yang menarik kan di dalam penjara?” tanya saya tiba-tiba. Saya teringat
dengan kerabat dekat yang pernah menerima hukuman di Medan. Kerabat saya ini
kemudian menjadi orang disegani, mengajar agama, mengajar mengaji dan menjadi
imam di dalam penjara selama masa tahanannya.
Munar berujar datar. “Ada orang yang dimasukkan penjara karena masalah tanah,”
Orang ini bertetangga dengan orang kaya. Orang ini heran kok makin hari
tanahnya makin sempit. Suatu hari orang ini memberi pembatas, besoknya pembatas
tersebut telah hilang dan tanahnya sebagian telah masuk ke bagian tetangga itu.
Besoknya lagi, orang ini menaruh kembali tanda. Kejadian terulang kembali. Orang ini bertengkar hebat dengan tetangga. Si tetangga merasa benar dan mengangkat
parang. Tidak tahu orang ini pintar silat, orang zaman dulu memang begitu. Mereka
berkelahi dan orang ini yang menang. Tetapi karena orang ini tidak punya kuasa, maka
ia masuk penjara!”
apa?
ada,” Munar seakan membaca pikiran saya.
yang ada nilai positif ada nggak?”
terkekeh. “Penjara selalu terkesan negatif ya?” pria tampan ini malah balik
bertanya. “Padahal, kalau kita lihat banyak kok kesan positif dari
tahanan. Di antara mereka ada yang benar-benar taubat. Kesan positif lain
sebagian dari mereka ada yang menjadi mandiri. Mereka kan dilatih buat
belajar perabot, bikin lemari, kursi dan lain-lain. Orang yang serius
bisa buat dengan bagus dan bisa dijual,”
mereka saat keluar suatu saat nanti,”
Di dalam penjara tidak selalu orang-orang berkelahi, orang-orang yang curi-curi
waktu untuk kabur, tetapi ada pelatihan-pelatihan, katakanlah pembekalan, kalau
mereka bebas nanti bisa bekerja tidak lagi mencuri atau berbuat jahat yang
lain,”
sudah ada hasil karya mereka?”
ada. Mereka kan diminta buat satu-satu, ada yang siap, bagus dan layak
jual!”
yang dinamakan kehidupan cerah di balik jeruji besi
semua yang tidak mungkin bisa saja jadi mungkin. Munar ternyata pria yang suka
bercerita. Memang, dari cerita pria yang gagah ini lebih banyak ‘ketakutan’
tersendiri jika saya harus mampir ke penjara. Tetapi kesan positif seperti
pelatihan – pembekalan – tak lain sebuah upaya untuk membangun kemandirian para
tahanan apabila bebas nanti. Kehidupan tidak ada yang bisa menebak. Di satu
sisi aman-aman saja, di sisi lain menjadi lebih rumit. Di balik jeruji besi
bisa ditemukan apa saja. Semula saya ingin sekali liputan ke sana namun kegalauan
menghadang tiba-tiba. Saya juga lupa meminta nomor kontak Munar untuk menemani
kisah ini menjadi lebih menggugah suatu saat nanti. Sendirian meliput tahanan
buat meja dan kursi bisa-bisa membeku duluan di depan pintu masuk. Munar saja tidak
percaya sepenuhnya kepada tahanan yang dikenalnya. Bagaimana dengan saya yang
tiba-tiba nongol dengan kamera smartphone terarah ke sana-sini. Di
antara mereka tidak ada yang tahu menyimpan sebilah belati, lalu melekatkan ke
leher saya bergaya penculikan dalam drama seri, menyeret keluar dan membawa
kabur saya beserta dirinya atau ditusuk seketika di depan pintu masuk lalu dia
kabur dengan sepeda motor saya. Seandainya dari anak muda korban cerita
fiksi.
dalam perjalanan hari itu menjadi sangat manis bagai gula-gula musim hujan. Saya
tidak pernah menyangka akan bertemu seorang sipir penjara yang tampan rupanya. Saya
juga tidak tahu seorang sipir penjara itu luas wawasannya. Saya sangat salut
dengan tata bahasa dari sipir penjara gagah ini. Dari ucapannya saya belajar,
bahwa kehidupan itu keras seperti di dalam tahanan. Cerita ini akan berakhir di
sini saja. Mungkin, saya akan menceritakan kembali tentang seorang sipir penjara yang tampan suatu saat nanti
jika bertemu dengan sosok Munar lagi.