Sore
itu, bermendung. Saya sudah duduk dengan manis di bibir pantai.
Penantian yang
paling mengharukan adalah saat-saat matahari menukik ke barat. Rona keemasan
yang dipancarkannya merupakan suatu keajaiban manakala hari semakin senja dan
panasnya masih terasa.
Tiada syukur selain mengagumi betapa dahsyat ciptaan-Nya
untuk membahagiakan kehidupan di dunia.
Bagaimana jika matahari telah mati? Teori
apapun – ilmiah dan agama – menjabarkan ketika matahari mati maka dunia akan
berhenti beraktivitas!
Matahari terbenam kali ini tidak sesuai harapan untuk diabadikan dalam sebuah hasil kamera. Namun adakala sebuah objek benar-benar harus diabadikan meskipun tak seindah yang diinginkan.
Selain matahari yang kian menurun dalam mendung berkelebat, ada anak-anak bermain di bibir pantai, ada ombak yang menghentak-hentak dan pemancing orang menarik kail dengan sabar.
yang harus saya abadikan. Orang memancing di antara deburan ombak yang tidak
bersahabat.
“Foto
terbaik bercerita sehingga membuat yang melihat penasaran” – Eric Kim, 100 Things
I Have Learned About Photography –
Eric, seorang fotografer profesional yang saya tak kenal hanya membaca dari
blog miliknya, sedikit tidaknya telah menyentil saya untuk membidik kamera ke
arah manapun yang menurut filling bahwa itu akan menjadi sesuatu.
Tante Syahrini
saja yang kerapkali mengeluarkan kata “Sesuatu” akhirnya dibikin lagu dan
membludak. Sesuatu dibalik kamera tanpa diceritakan maksudnya orang yang
melihat akan membaca dengan sendirinya.
hanya perlu mengeluarkan smartphone dari dalam saku yang seakan menyalak
bagai suara anjing di tengah malam buta.
Hari tak akan pernah kembali. Besok bisa
saja hujan lebat. Besoknya lagi kemungkinan saya tidak sempat. Besoknya lagi –
kapan-kapan – mereka yang sedang memancing tidak lagi memancing di tempat yang
sama.
klik kamera ponsel pintar itu tidak menemukan tendangan sampai saya
harus terbahak. Saya mengubah posisi dari jongkok menjadi duduk sempurna.
Saya
rebahkan tubuh membentuk sudut tiga puluh derajat, lalu kembali mengunci objek
yang terlewat begitu saja jika lalai.
Suara jepretan berulang kali dikeluarkan
dari smartphone dengan mengabaikan blitz karena membuat gambar
buram akibat cahaya yang dikeluarkan dari ponsel berbenturan dengan sinar
matahari.
menunggu. Pinggang terasa sakit. Karang-karang sebagai alas seperti
menusuk-nusuk sampai membuat saya ngilu.
Namun ini tak akan apa-apa jika sebuah
ombak meledak tepat saat pemancing menarik kail. Saya masih mengeluh dalam
hati.
Lewat lagi sebuah ombak yang pecah di saat pemancing itu menarik kailnya.
Saya arahkan kembali kamera ponsel ke tempat semula ombak itu pecah.
sudah mulai berkejaran, menggulung, berbentuk kecil. Saya mendengus. Pecahan air
asin itu hanya sejumput dari harapan. Tak ada apa-apa.
Saya masih mempertahankan
posisi yang sama saat ombak besar tampak begitu nyata. Itulah waktu untuk saya
bersiap-siap. Ombak berlari kencang ke karang. Menghantam ombak lain berbentuk
kecil yang baru pulang dari bibir pantai.
Meliuk-liuk membentuk formasi untuk
menyerang daratan. Dengan mengabaikan pemancing yang duduk di atas pokok kepala
– dia tidak akan berpindah – saya jepret kamera berkali-kali.
Saya harus tetap
fokus pada kamera, pada tombol klik agar tak terlewat apa yang akan
meledak di depan sana.
pecah. Meledak bagai bom nuklir di Hiroshima dan Nagasaki era Perang Dunia Kedua.
Ledakan yang dahsyat itu membuat sepatu dan celana bagian bawah basah.
Pemancing
yang jadi objek utama bersama ombak tadi, masih duduk mengangkang ke arah laut
dengan celana dan bajunya yang basah kuyup.
Tampak ia tertawa sambil mengamati
sekujur tubuh. Pengalaman yang luar biasa dan saya sendiri tidak menyangka akan
berhadapan dengan ombak sebesar itu.
Jika orang lain tidak mampu memahami, paling tidak kita sendiri yang memahaminya.
Ini hasil karya saya. Ini mahakarya. Ini sebuah kenangan, yang tak akan pernah saya dapatkan kembali di lain kesempatan!
saya mengambil Galery. Dalam hati begitu berharap ada sebuah foto yang
benar-benar abadi untuk kemudian dipamerkan ke orang-orang.
Tahukah kamu apa
yang saya dapatkan? Saya terbahak. Meloncat kegirangan. Bersikap bodoh dengan
orang-orang di sekitar pantai yang sedang menikmati sunset.
Saya mendapatkan
sebuah bidikan yang tak akan saya buang begitu saja.
![]() |
Ombak pecah di karang saat pemancing menarik kail yang entah telah dimakan umpan oleh ikan atau kail meradang tersangkut di karang – Photo by Bai Ruindra diambil menggunakan Asus ZenFone Selfie |
“Pada umumnya, sebuah foto diambil dengan
teknik yang baik. Meskipun pada sebagian foto, pemilihan objek dan ide foto
mudah ditemukan. Ada pula foto yang cenderung “bisu” sehingga harus diperkuat
dengan keterangan. Idealnya foto tanpa caption (keterangan) harus tetap
bisa bercerita…” – Denny Herliyanto, Fotografer Femina Group –
Herliyanto membuat hasil bidikan kamera smartphone ini menjadi sesuatu. Walaupun
belum tentu menjual namun sesuatu ini adalah hasil yang berbicara tanpa perlu
saya jabarkan maknanya.
Saya kemudian tidak lagi mengabaikan sesuatu itu karena
akan menjadi sesuatu yang lain. Begitu juga dengan foto-foto lain yang saya
abadikan sebelum dan sesudah ombak pecah tersebut.
![]() |
Seorang pemancing menarik kail dengan gagah, padanya ia berharap bahwa ikan telah memakan umpan – Photo by Bai Ruindra diambil mengunakan Asus ZenFone Selfie |
![]() |
Pemancing pulang penuh harapan membawa bekal ikan yang telah dipancing – Photo by Bai Ruindra diambil menggunakan ZenFone Selfie |
![]() |
Dua orang pemancing, dua sabar, dua harapan, dua kail yang menanti dua ikan memakan dua umpan – Photo by Bai Ruindra diambil menggunakan ZenFone Selfie |
menarik kail. Pemancing pulang memangku kail. Dua pemancing berjajar di tepi
pantai. Penuh sabar. Penuh imajinasi. Penuh harap. Pada ikan yang
bersenang-senang di bawah ombak dan terumbu karang.
Perpaduan yang menarik akan
sebuah makna kehidupan lainnya. Saya membiarkan kamu untuk mendalami makna yang
tersimpan ini.
Apapun definisi dari penerawangan tersebut itulah arti sebuah
kesabaran dalam bidikan kamera.
matahari terbenam tergolong biasa-biasa saja karena di mana-mana mudah ditemukan,
asalkan dekat pantai.
Bagi saya, pengambilan gambar dengan ombak pecah tepat
pada waktu klik itu tidak mudah.
Berulangkali saya mencoba untuk klik
tetapi ombak telah duluan pecah atau tidak jadi pecah di atas karang, sehingga
hasil bidikan hanya menampilkan air laut surut dengan matahari yang sedang
turun.
![]() |
Seorang anak bermain sendirian – Photo by Bai Ruindra diambil menggunakan ZenFone Selfie |
jenis apapun akan menghasilkan foto yang menawan apabila dibidik sesuai rasa. Saya
merasa bahwa sunset selalu menyimpan kenangan.
Saya merasa bahwa ombak
akan meledak. Saya merasa bahwa pemancing itu penuh sabar. Saya merasa bahwa
anak-anak girang bermain di bibir pantai.
Saya merasa bahwa karang memancarkan
aura tersendiri dalam kamera. Proses akhir adalah bagaimana mengolah apa yang
saya rasa menjadi patut dirasa oleh orang lain.
Kamera ponsel yang diarahkan
tidak langsung instan mendapat objek menarik. Permainan perasaan justru
berlebihan sehingga klik menghasilkan nyawa pada sebuah foto.
telah siap bermain dengan kamera ponsel?