Categories
Uncategorized

Ramadhan Kendalikan Hawa Napsu yang Penuh Kebohongan Siang dan Malam

Jumat pertama di bulan Ramadhan, terasa lebih syahdu karena tendangan dari khatib. Saya yang terkantuk-kantuk jadi on seketika mendengar suara lembut di atas mimbar. 
Ramadhan.
Biasanya, di awal Ramadhan khatib akan bercerita tentang keutamaan sepuluh hari pertama kita berpuasa. Kayak cerita itu telah “basi” khatib mencari celah ke tema lain yang lebih menarik.

Katanya, kata Ramadhan, napsu itu pembohong!

Eh, bukannya napsu itu bisikan syaitan ya? 
Orang berpuasa memiliki banyak sekali godaan. Apa-apa saja di hadapan terasa nikmat dan sedap sekali apabila dapat dielus, dipeluk, bahkan sampai dilahap sekalipun. 
Ada bubur kacau hijau sekuali, rasanya habis semua dimakan. Air sungai habis semua diminum sampai ikan-ikan terkelepar-kelepar. 
Air laut yang asin tak tinggal sisa sampai kapal pelaut, kapal persiar, kapal selam dan lain-lain terseok-seok di atas karang. 
Ada buah jambu masak dipetik sampai sekarung. Ada durian dijual mahal karena bukan sedang musim, dibeli sampai ratusan ribu. Intinya, mata tak pernah mau silap sesenti pun dari apa yang dilihatnya. 
Begitu berbuka, tepar! 
Begitulah napsu. Napsu sungguh pandai memanipulasi data-data akurat yang sebenarnya telah ditransfer dengan cepat oleh akal sehat. 
Namun lagi-lagi napsu tidak bisa dicegah karena ia terus menghujat dengan rentetan kemauan yang belum pasti. 
Napsu berkata bahwa semua ada masanya untuk menikmati dan kita percaya masanya itu akan tiba. Waktu yang ditentukan ternyata menjawab bahwa napsu adalah pembohong. 
Kebohongan demi kebohongan dilancarkan oleh napsu karena ia ingin menang sendiri. Mana mungkin manusia sanggup minum air sungai, segelas atau dua gelas besar saja air manis waktu berbuka sudah buat perut kembung. 
Kue-kue berderet di atas meja makan rasanya kok kasihan sekali nggak tersentuh. Kuah asam pedas yang buat lidah bergoyang di sore hari, kasihan sekali hanya disentuh sesendok teh. 
Daging ayam panggang cuma diambil secuil, selebihnya dibiarkan dingin bahkan sampai basi keesokan harinya.
Semua hanya secuil demi secuil. Manusia yang berpuasa selalu ada maunya karena dorongan hawa napsu.
Padahal jelas-jelas napsu itu pembohong karena setelah berbuka ia tidak menepati janji. 
Napsu ingin kita membeli kue seharga emas, kita turuti. Saat berbuka kue tersebut hanya tersentuh sepotong. Jika beli emas bisa jadi mahar melamar wanita idaman.
Ramadhan tak pernah membual bahwa manusia yang serakah akan lelah. 
Ramadhan menganjurkan untuk makan tidak berlebihan saat berbuka karena setelah itu tarawih menanti. 
Ramadhan tidak menipu untuk membeli ini dan itu untuk berbuka, boleh saja yang manis walaupun hanya sebiji kurma.
Napsu memang tidak pernah bisa dikendalikan tetapi melawan hawa napsu bisa saja dilakukan. Caranya kembali ke pribadi masing-masing. 
Jika masih percaya napsu itu pembohong maka hindari saja kemauannya di siang hari. 
Diajak beli kurma berton-ton, diamkan saja. Diminta beli es teller jangan terlalu dihiraukan karena nanti kamu akan teller beneran, jika tidak habis meminumnya. 
Napsu mau makan pisang goreng, beli saja secukupnya. Napsu ngidam kue lapis tahan dulu untuk hari itu karena sudah beli pisang goreng sebelumnya. 
Ia mau kamu mangkal cantik di depan orang-orang jualan penganan berbuka, sebaiknya hindari saja karena ujung-ujungnya kamu akan beli juga. Jika bukan karena kasihan ya karena ingin makan. 
Napsu itu pintar berbohong tetapi tidak bertanggung jawab. 
Dan kita, lebih pandai bertanggung jawab dari pada berbohong. Kamu berbohong, tes kebohongan akan terlihat dari mata dan raut wajah. Kamu bilang masih puasa, eh tiba-tiba tertawa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *