Ucapannya selalu bermuara pada rasa syukur kepada Tuhan atas apa yang telah diterimanya. Celoteh kami berujung dari pertanyaannya mengenai Aceh yang menerapkan hukum Islam dan keingintahuan saya terhadap negeri Borneo.
Pria ini antusias mendengar setiap kata yang keluar dari mulut saya. Tak pelak, saya pun tergiur dengan ceritanya tentang masyarakat Banjar yang alim agama. Saya semakin tertarik untuk mengetahui lebih banyak mengenai peradaban Banjar dan aktivitas mereka di Kalimantan.
Pasar Terapung Muara Sungai Kuin, salah satu destinasi wisata Kalimantan Selatan yang ingin saya kunjungi sejak kecil. Photo by rigaah.wordpress.com |
“Sejak dulu saya ingin ke Kalimantan karena Pasar Terapung!” mata Hadi tampak membulat, mungkin juga perasaan saya saja karena malam semakin beranjak larut.
Tidak mudah melakukan transaksi di antara tubuh tidak seimbang dan konsentrasi berkurang karena takut tenggelam ke sungai. Saya juga tidak habis pikir bagaimana wanita di sana begitu kuat dan telaten mendayung perahu sekecil itu yang dipenuhi barang dagangan.”
Banyak wisatawan yang berkunjung ke Kalimantan Selatan hanya ingin melihat eksotisme Pasar Terapung. Kalimantan sendiri menyimpan banyak Pasar Terapung sehingga daerah ini dijuluki sebagai daerah seribu sungai.
“Dukuh itu gelar untuk pedagang wanita yang memasarkan dagangan sendiri atau milik tetangga di Pasar Terapung. Panyambangan adalah gelar untuk pembeli yang membeli dagangan dari Dukuh untuk dijual kembali!”
Pria Banjar itu dengan senang hati memberikan “arahan” kepada saya yang awam dan terbelalak mengenai Pasar Terapung. Dari kecil saya telah tahu banyak tentang Pasar Terapung di Kalimantan, namun tak pernah kesampaian untuk menjejaki langkah ke sana.
Dukuh dan Panyambangan sedang terlibat transaksi di Pasar Terapung Muara Sungai Kuin – Photo by baliphotographyguide.com |
Masjid Sultan Suriansyah di Muara Sungai Kuin, salah satu masjid yang wajib saya kunjungi apabila ada kesemptan ke sini – Photo by dhannysurya.blogspot.com |
Benar-benar tempat yang jauh bagi saya dan tentu sangat “primitif” jika dilihat dari satu sisi. Tak berhenti sampai di situ, Hadi semakin membuat raga saya terbang di atas hutan Kalimantan bersama burung Cendrawasih karena Pasar Terapung ini tak lain pasar pagi, layaknya pasar-pasar sayur di mana-mana.
Aktivitas di Pasar Terapung ini tergolong singkat dan hemat waktu. Para dukuh mulai berdatangan selepas salat Subuh dan dipastikan belum selesai pukul tujuh pagi dagangan mereka telah ludes. Jika ingin melihat aktivitas di atas sungai itu tentu saja saya harus menyetel waktu lebih cepat, atau menginap saja di muara sungai Kuin.
“Kamu akan menyaksikan keringat bercucuran di bawah sinar ultraviolet!”
Sunrise yang menukik di antara riak air muara sungai Kuin, para dukuh yang menawarkan dagangan mereka, para panyambangan yang menawar dengan harga murah, sayur-mayur segar tampak bercahaya diterpa matahari pagi, jukung – sebutan untuk perahu dalam bahasa Banjar – diparkir tak teratur oleh para dukuh dan panyambangan, transaksi demi transaksi terjadi dalam waktu cepat, matahari yang menanjak semakin panas, dan tentu saja transaksi bapanduk yang masih menjadi primadona.
Dukuh sedang mendayung jukung di Pasar Terapung Muara Sungai Kuin – Photo by Elly Nurul Janah via kompasiana.com |
Pasar Terapung di muara sungai Kuin akan saya jejaki setelah Garuda Indonesia terparkir dengan mulus di Banjarmasin. Maskapai penerbangan anggota SkyTeam ini akan memberikan pelayanan terbaik mereka untuk wisatawan yang ingin menjelajah Borneo, termasuk Kalimantan Selatan.
Rencana boleh saja telah saya goreskan dalam sebuah catatan penting. Urusan berangkat atau tidak ke Pasar Terapung hanya tinggal menunggu waktu dan kemudahan rejeki.
Maskapai Penerbangan Garuda Indonesia yang melayani rute penerbangan ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan – Photo by garudamiles.com |
Pasar Terapung di negeri Borneo, tunggulah sesaat lagi!
Referensi: