Photo by Bai Ruindra |
kurang 13 tahun lalu, suatu masa yang panjang ketika dia masih tegap dalam langkahnya.
Sekarang, setelah lebih 37 tahun mengabdi, langkahnya tidak lagi setegak kala
muda. Tubuhnya sudah ringkih dan harus dibantu kruk untuk dapat menapaki
hari-hari bersama kami.
Idris, seorang guru saya dan guru kebanyakan orang sukses di kampung kami. Bu
Ros, begitu panggilannya merupakan guru tertua di sekolah kami dan hanya
mengabdi pada satu sekolah semenjak pengangkatan menjadi guru pegawai.
Bu Ros
selalu memberi senyum pada kami, walaupun langkahnya tidak pernah rata antara
kiri dan kanan. Dalam keseharian, tubuhnya boleh saja lemah tetapi suara dan
cara mengajarnya bahkan mampu menyaingi guru lain yang lebih muda. Semangatnya dalam
mengajar tidak pernah pudar dari semenjak saya kenal fisiknya hingga kini sudah
pensiun.
guru “titipan” dari Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Barat yang ditugaskan
kepada MAN Suak Timah (Kementerian Agama). Sebagai guru yang diperbantukan, Bu
Ros tetap mengajar anak-anak madrasah sesuai kemampuan beliau.
Walaupun banyak
sekali surat-menyurat yang harus diurus ke Dinas Pendidikan bukan berarti
membuatnya ingin cepat-cepat ditarik kembali oleh ibu kandung. Saat guru-guru
lain di bawah naungan bapak sendiri – semua administrasi lancar di bawah
kementerian agama – Bu Ros kadang tersandung karena harus melalui proses di
Dinas Pendidikan kemudian pindah tangan ke Kementerian Agama (dulu Departemen Agama).
Bu Ros tidak pernah mengeluh, dengan langkah tertatih beliau bertahan di
madrasah.
guru kelahiran tahun 1959, perempuan kuat dan perkasa di mata saya sebagai
siswa dan sebagai rekan kerja kini. Sejak kecil Bu Ros sudah mengalami masalah
dengan kesehatannya.
Kaki sebelah kiri Bu Ros terkena penyakit folio, entah
karena dulu tidak cepat disembuhkan atau memang tidak tahu-menahu masalah ini,
Bu Ros pun tidak ingat apa yang dilakukan kedua orang tuanya waktu itu,
akhirnya kaki kiri Bu Ros lebih kecil dari ukuran normal.
Semasa muda dan masih
kuat, Bu Ros masih sanggup berjalan mengelilingi perkarangan sekolah kami,
tetapi menjelang masa pensiun, seiring usia yang lanjut, Bu Ros sudah
menggunakan kruk membawa langkahnya ke kelas.
Semula satu kruk, sampai akhirnya
dua kruk dan Bu Ros tetap mengajar sebagaimana kewajibannya. Jadwal mengajar
yang sudah diembannya sebagai guru profesional dengan 24 Jam Pelajaran,
dilaksanakan Bu Ros tanpa mengeluh maupun meminta bantuan guru lain apalagi
kepada guru honorer.
Bu Ros sanggup mengajar 4 sampai 6 jam dalam sehari,
walaupun kemudian atas kesadaran kami semua, jam Bu Ros disesuaikan dan diatur
supaya beliau tidak terbebani di usia senja dan kondisi fisiknya. Bu Ros malah
meminta tugas dan tanggung jawabnya diberikan penuh, karena baginya, gaji yang
diberikan pemerintah pada sisa umurnya merupakan amanah yang tidak bisa
dimanipulasi.
melihat banyak sekali yang dilakukan Bu Ros. Dengan keterbatasan yang dimiliki,
Bu Ros berdiri di antara kegagahan dan kegarangan guru-guru muda di antara para
siswa. Terlepas dari semua itu, Bu Ros tetap menjadi salah seorang guru yang
disegani oleh siswa-siswinya.
Bukan karena kaki Bu Ros tidak normal, karena Bu
Ros mengajar dengan cara yang tidak sama dengan guru lain. Suara lantang, sikap
tegas dan berwibawa. Pelajaran Qur’an Hadist yang diajarkan beliau menjadi
pelajaran yang sempat ditakuti siswa-siswi.
Ketegasan Bu Ros terletak pada
siswa yang tidak bisa menghafal ayat al-Quran maupun sepotong hadits. Siswa yang
tidak bisa, tidak segan pula Bu Ros meminta hafal kembali maupun berdiri di
depan kelas sampai mampu menghafal.
satu-satunya penentu baik buruk seorang manusia. Sampai kapan pun pendidikan yang diberikan guru akan
selalu dikenang dan tidak pernah diletakkan di suatu tempat terendah. Bu Ros,
barangkali salah satu guru dengan keterbatasan yang telah mencerdaskan bangsa.
Pemerintah
hanya sanggup memberikan materi dengan jumlah tertentu selama pengabdiannya,
tetapi ilmu yang diajarkannya tidak akan pernah habis maupun menghilang dari
ingatan siswa-siswi. Bahkan untuk saya pribadi, tidak akan ada tulisan
inspiratif ini sebelum saya mengenal Bu Ros dengan segenap hasratnya
mengajarkan baik buruk dalam agama.
cara tersendiri memberikan penghargaan pada seorang guru seusia Bu Ros yang sudah
melahirkan generasi beragam prestasi. Suatu saat nanti!
bangsa dan generasi sampai akhir masa. Gerakan Indonesia Move On yang dilakukan
Dompet Dhuafa merupakan salah satu cikal bakal melestarikan kepintaran yang
dimiliki negeri ini.
Barangkali, Dompet Dhuafa juga memperhatikan guru-guru di
seluruh negeri, banyak potret yang melahirkan nyata bahwa tidak semua guru
berada dalam bahagia. Melalui Indonesia Move On, Dompet Dhuafa bisa
memperhatikan guru-guru yang dianaktirikan oleh pemerintah kita. Bu Ros salah
seorang guru, hanya satu dari sekian guru lain yang bisa saja merasakan derita
berbeda. Dan guru tanpa tanda jasa ini akan menerima imbalan sesuai keikhlasan
hati mereka menerima. Semoga tulisan di blog ini bermanfaat.