Bang!” paksa dia. Langkahnya tidak ringkih, tidak pula tampak cacat dari
fisiknya yang sempurna. Usianya sekitar sepuluh tahun. Bajunya berdebu dan
robek di bagian ketiak sebelah kiri, lengan kiri, dan bagian bawah kanan. Wajahnya
kusam seakan-akan hanya dia saja yang “bekerja” di bawah terik matahari sampai
malam.
![]() |
Ilustrasi Pengemis – harisyuliana.com |
Sebentar
lagi azan magrib berkumandang di kota kami. Walaupun aturan main negeri syariat
ini setiap warung kopi tutup saat azan berkumandang, hal ini tidak
sepenuhnya berlaku.
Denting piring, gelas, pelayan menabur pandang
ke pelanggan yang datang, penikmat warung kopi tua muda bercengkrama tanpa
beban, hampir semua sibuk dengan gadget milik mereka.
hanya segelintir dari mereka yang jujur saya katakan pengemis
yang keluar masuk warung kopi terbuka ini.
Bukan cuma dia seorang saja yang
nekad memaksa orang memberikan uang kepadanya. Dia memelas tanpa henti di depan
orang-orang yang sebagian besar mengabaikan kehadirannya.
Namun adapula yang
kasihan, menitipkan selembar seribuan untuk didoakan kemaslahatan hidupnya oleh
si pengemis itu.
Padahal belum tentu doa pengemis lebih mudah diterima apabila
kondisi mereka lebih beruntung. Saya tidak mau berspekulasi lebih tinggi, namun
banyak kok pengemis itu kaya raya!
terus memerhatikan gelagat si dia yang memaksa orang-orang memberikan “sedekah”
untuknya. Sesekali tangannya dibuat gemetaran di meja yang lain.
Bahkan, saat
sebagian orang di warung kopi ini bergegas ke kamar mandi untuk wudu’ dan
menunaikan salat magrib di salah satu ruang khusus yang dijadikan musalla,
dia masih sibuk mengejar-ngejar uang “halal”untuk kesejahteraan kehidupannya.
kali abang ni kasih!” pekik dia dengan suara lebih keras. Orang-orang
yang belum beranjak ke musalla ada yang tercengang, ada juga yang menganggap
biasa, mungkin sudah pernah menemukan kisah yang sama.
masih berdiri di dekat orang yang barusan memberikan sedekah. Orang itu awalnya
tampak ikhlas, namun berbalik kesal menerima umpan dari si pengemis.
Dia kelihatan
frustasi karena semua orang yang sedang bersenang-senang di warung kopi
ini tak merasa penderitaan darinya.
Sorot mata dia penuh dendam. Badannya bergetar
menahan gejolak asmara yang tak tahu dialamatkan kepada siapa. Jari-jemarinya
seperti ingin menggapai-gapai sesuatu namun tak pernah terulur karena ratusan
mata sedang tertuju kepadanya.
mau dapat banyak, kerjalah!” ujar seseorang di meja itu. Keributan tiba-tiba
mendera. Orang-orang mulai mencibir. Air muka dia tidak lagi jernih. Wajah kecil
itu ingin menangis. Saya tidak tahu siapa yang salah dalam kondisi ini. Satu
sisi, kami benar bukan?
Memberi sedikit tetapi ikhlas daripada memberi banyak
tetapi tidak ikhlas. Apalagi jika menemukan kondisi dia dijemput sepeda motor
atau mobil.
Bukan perkara manis lagi untuk urusan ini. Tetapi telah masuk ke
urusan manja. Siapa yang tidak mau meminta-minta apabila sehari bisa dapat
sepuluh juta?
yang memungkinkan terjadi sudah. Dia dipaksa keluar warung kopi di magrib yang
ricuh itu. Karyawan warung kopi tentu tidak mau tempatnya bekerja terjadi
keributan karena hal sepele.
berselang lima menit dia menghilang. Seorang wanita dengan anak digendong di
sebelah kiri masuk tertatih. Saya menghela napas. Wanita itu usia muda, langkah
masih tegap, kulit masih kencang, wajah belum kerutan. Apa yang membuatnya
meminta-minta?
“Jok seudekah bacut…,”
ujarnya lirih – beri sedekat sedikit –
beberapa wanita yang baru selesai salat magrib mengeluarkan isi dompet mereka. Mungkin
memahami kondisi karena sama-sama wanita.
Namun bapak-bapak yang mungkin
mempunyai anak juga melakukan hal yang sama. Anak-anak muda yang mempunyai
saudara wanita juga memberikan sedekah kepada pengemis ini.
dia menengadahkan tangan ke meja kami, saya langsung memberikan isyarat tidak
ada.
“Ureung
krit reujang mate!” ujarnya kasar – orang pelit cepat mati! –
lom!” teman saya emosi – maksudnya terulang kembali kisah yang sama dengan
anak yang barusan diusir oleh karyawan warung kopi ini.
mana urat malu pengemis itu?” tanya teman saya yang lain begitu wanita pengemis
itu keluar warung kopi yang kembali penuh seusai magrib. Saat itu kami telah
bergantian salat magrib.
semua saling pandang. Masihkah pengemis itu punya rasa malu?
dari saya; bekerjalah selagi kuat, pekerjaan halal hasilnya juga akan
membawa berkah walaupun cuma selembar rupiah!