Categories
Uncategorized

Bagaimana Jika Kami Berhenti Jadi Guru?

murid berprestasi
Murid berprestasi – merdeka.com
Guru Cubit Murid. Guru dipidanakan. Guru diadili. Guru disidang. Guru dipukul. Guru
diancam
. Guru diapa-apakan. Baru sekarang. Cetakan sejarah baru. Prostitusi
generasi yang berlebihan dalam menilai makna pendidikan pada kodrat yang sebenarnya.
Generasi yang teramat manja hanya bermain-main atas nama pendidikan yang kelak
akan membesarkan namanya. Mau jadi apa, mau jadi siapa, pendidikan yang layak
sejak dini adalah bekal untuk menjadi penyemarak pendidikan di masa depan
maupun penghancur pendidikan itu sendiri.

Bagaimana
jika kami berhenti jadi guru? Pernahkah pertanyaan ini terpikir dari benak
anak-anak yang dicubit? Anak-anak yang terlalu manja. Anak-anak yang merengek
minta diajarkan matematika. Anak-anak yang menangis lantaran belum bisa membaca
dengan benar. Anak-anak yang dilarang main bola di luar jam pelajaran olahraga.
Anak-anak yang keras kepala memanjangkan rambut sampai bahu – anak-anak
laki-laki – karena meniru aktor idola yang sering balap sepeda motor di
televisi. Anak-anak yang lupa ada guru menanti di sudut ruangan setelah jam
pulang karena takut orang tua belum datang menjemput. Anak-anak yang…
Bagaimana
jika kami berhenti mengajar? Pernahkan hal ini terlintas di benak orang tua
yang buta mata hati dalam menilai segala rupa. Orang tua yang memanjakan
anak-anak mereka dengan tayangan televisi. Orang tua yang selalu membenarkan
setiap perkataan anak. Orang tua yang selalu membela anak-anak mereka walaupun
tersalah. Orang tua yang selalu memberikan semua permintaan anak. Orang tua
yang menilai anaknya diam di rumah padahal keluyuran di jalan raya dengan
balap-balapan sepeda atau sepeda motor. Orang tua yang pura-pura tak tahu anak
merokok padahal baunya masih membekas dari napas dan pakaian. Orang tua yang
bahkan tak pernah mengajar sama sekali di rumah hanya menyerahkan hak didik
kepada guru di sekolah.
Nama
besar guru telah ternodai begitu petasan hukum meledak. Atas nama Hak Asasi
Manusia guru diadili di meja hijau. Guru yang biasanya berteriak-teriak di
depan kelas dengan isi 30 murid  harus
duduk manis menerima putusan. Suara guru diabaikan karena telah mencubit, telah
mengunduli, telah memukul murid  yang
katanya anak baik-baik.
Tidaklah
demikian, kawan. Guru membayangi sebuah tamparan karena ada sebab dan kepada
siapa layak dilayangkan. Anak dicubit karena apa? Anak digunduli karena apa? Anak
dipukul karena apa? Sekali saja? Berkali-kali anak membuat tingkah?
Cubitan
guru sampai membekas karena anak main pesawat terbang kertas saat jam
pelajaran. Rambut gondrong digunduli karena kedisplinan, kerapian, bukan untuk
menjadi preman di usia anak-anak. Tangan dipukul karena setiap guru menyuruh
menghapal perkalian matematika, kelipatan paling mudah, perkalian angka 5 saja
tak pernah dihapal dengan baik. Guru menghukum berdiri di depan kelas karena
disuruh hapal rukun iman, rukun Islam, nabi dan rasul 25, dihapal dalam kondisi
terbalik-balik bahkan tak hapal sama sekali.
Di
antara 30, paling banyak 5 orang saja yang benar-benar pembangkang. Selebihnya adalah
pengikut sejati. Bos besar akan mendikte semua anak buah. Bos besar menjarah
jajan anak buah bahkan seisi kelas. Bos besar dengan mudah mencuri hasil kerja
juara kelas untuk dikumpul atas nama dirinya. Setelah bos besar, ada wakil, ada
sekretaris, ada bendahara, ada anggota-anggota, semuanya turut ke tabiat bos
besar. Ibarat ular berbisa, sekali disentil maka ia akan mematuk. Anggota kelompok
ini tak bisa disentuh. Walaupun seisi kelas meraung-raung karena uang jajan
lenyap dari dalam tas. Pensil hilang atau patah. Buku tulis sobek. Tugas belajar
hilang. Anak-anak yang telah berlaku demikian tetap akan menjawab, “Bukan saya,
Pak!” walaupun kemudian di dalam tasnya ditemukan pensil, rautan, penghapus,
bahkan buku tugas si juara kelas.
Orang
tua tahu hal ini? Guru memberitahu hal jelek demikian? Ini adalah rahasia guru
dan murid , kawan. Guru akan memberikan pemahaman kepada orang tua secara
abstrak, tak menjelaskan bahwa anak mereka bertabiat demikian selama di
sekolah. Guru akan meminta orang tua memperhatikan kembali anak-anak sepulang
dari sekolah. Bergaul dengan siapa. Apa yang dilakukan. Sudahkah menyelesaikan
tugas sekolah.
Hanya
mereka dengan tabiat demikian yang dipatuk oleh tangan guru. Kapan? Setelah menerima
teguran. Setelah ditegur berulangkali. Setelah dikirim surat kepada orang tua. Setelah
orang tua datang ke sekolah. Namun, anak yang sok kuasa demikian bahkan merobek
surat dari sekolah sehingga orang tua tidak tahu tabiatnya. Tiba pada saat guru
memukul karena si anak cekikikan tak hapal lagu Indonesia Raya, anak
berang dan lapor ke orang tua. Orang tua gegabah dan penuh amarah datang ke
sekolah. Membawa parang, menghardik guru karena salah mendidik. Memborgol guru
di depan anak-anak. Menyeret guru ke pengadilan. Anak-anak bersorak. Guru tegas
itu telah dibungkam oleh orang tua perkasa.
Bagaimana
dengan anaknya yang tak hapal lagu kebangsaan? Padahal tiap Senin adalah
upacara bendera. Bagaimana dengan anaknya yang membaca masih seperti kambing
naik tangga? Bagaimana dengan anaknya yang berhitung lupa angka tujuh? Bagaimana
dengan anaknya yang tak pernah buat tugas?
Murid
 ini diadili juga?
Ada
sebab, ada akibat, kawan. Kamu tanya berapa banyak anak dengan prestasi dihukum
guru? Adakah anak bisa menghapal perkalian kena cubit? Adakah anak bisa
menyelesaikan soal di urutan pertama kena hukum? Adakah anak dengan rambut
klimis digunduli?
Hanya
mereka yang mencuri, mereka yang memukul kawannya, mereka yang mengganggu anak
perempuan, mereka yang keluar masuk kelas saat guru mengajar, mereka yang
sembunyi saat pelajaran hapalan, mereka yang datang terlambat ke sekolah, mereka
yang merokok di belakang sekolah, mereka yang begitulah adanya di lapangan. Kembali
lagi kepada rahasia guru dan murid . Si A ketahuan merokok, tak akan sampai
berita ini kepada orang tuanya. Si B dihukum berdiri menghadap bendera karena
terlambat 30 menit datang ke sekolah, hanya bangunan sekolah yang menjadi saksi
bisu.
Anak dicubit. Anak digundulin.
Anak dipukul. Murid  dicubit.
Murid  digunduli. Murid  dipukul. Karena bermula dari wataknya
bermain atas nama bos. Semua karena sifat temperamentalnya yang hampir mendarah
daging. Guru menyuruh meninggalkan yang salah, orang tua membenarkan. Guru memarahi,
orang tua membela. Guru meminta, “Kamu potong rambut ya, Nak!” besoknya makin
panjang. “Kamu potong kuku ya, Nak!” besoknya ditambahkan cat. “Kamu masukkan
baju ke dalam ya, Nak!” semenit kemudian lepas lagi. “Kamu kerjakan tugas ya,
Nak!” tak lama telah siap padahal ia tak pernah hapal rumus matematika.
Bagaimana jika kami berhenti jadi guru? Kamu siap mengajar sendiri? Jangan lupa,
kawan. Sekolah itu mengajarkan tiga hal, kognitif, psikomotor dan afektif. Sinkronkan
ketiganya agar mendapatkan adonan yang manis, enak dinilai dan bercita rasa tinggi.
Bumbuhi juga dengan ilmu sosial yang tak akan pernah kamu dapatkan jika anak
belajar seorang diri di rumah!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *