![]() |
Siswa mengendarai sepeda motor ke sekolah – antaranews.com |
Siang
yang terik, pulang sekolah menjadi rutinitas yang padat di kota kami. Anak-anak
tingkat SMP dan SMA mengendarai sepeda motor dengan kencangnya, ibarat dunia
balap adalah keasyikan tersendiri dan akan menang seandainya melawan Valentino
Rossi atau Marc Marquez di arena sesungguhnya. ‘Perkelahian’ yang menderu tidak
hanya milik mereka yang masih belasan tahun ini. Semua berpacu dengan kencang,
alasan pasti karena perut sudah tidak bisa diajak kompromi lagi.
yang terik, pulang sekolah menjadi rutinitas yang padat di kota kami. Anak-anak
tingkat SMP dan SMA mengendarai sepeda motor dengan kencangnya, ibarat dunia
balap adalah keasyikan tersendiri dan akan menang seandainya melawan Valentino
Rossi atau Marc Marquez di arena sesungguhnya. ‘Perkelahian’ yang menderu tidak
hanya milik mereka yang masih belasan tahun ini. Semua berpacu dengan kencang,
alasan pasti karena perut sudah tidak bisa diajak kompromi lagi.
Demikian
pula dengan saya, ingin segera sampai ke rumah dan duduk manis di depan piring
berisi nasi putih, sayur dan sepotong ikan goreng, jika ada. Mata melirik ke
spidometer, jarum merah itu menunjukkan kecepatan 60 KM. Sebenarnya, ini
kecepatan standar untuk saya dan tetap stabil bahkan sampai ke rumah. Celinguk
ke samping angka 120 KM, jarum pendek berwarna merah telah menunjukkan ke titik
terendah berwarna merah pula. Itu artinya saya harus mampi ke SPBU terdekat.
pula dengan saya, ingin segera sampai ke rumah dan duduk manis di depan piring
berisi nasi putih, sayur dan sepotong ikan goreng, jika ada. Mata melirik ke
spidometer, jarum merah itu menunjukkan kecepatan 60 KM. Sebenarnya, ini
kecepatan standar untuk saya dan tetap stabil bahkan sampai ke rumah. Celinguk
ke samping angka 120 KM, jarum pendek berwarna merah telah menunjukkan ke titik
terendah berwarna merah pula. Itu artinya saya harus mampi ke SPBU terdekat.
Lampu
aba-aba sebelah kiri saya hidupkan. Saya melirik ke belakang melalui spion
dengan cermat. Aman untuk saya belok ke SPBU yang sepi. Saya menepikan
kendaraan roda dua ke pos Portalite. Khusus kendaraan roda dua, di daerah kami
tidak lagi menyediakan Premium.
aba-aba sebelah kiri saya hidupkan. Saya melirik ke belakang melalui spion
dengan cermat. Aman untuk saya belok ke SPBU yang sepi. Saya menepikan
kendaraan roda dua ke pos Portalite. Khusus kendaraan roda dua, di daerah kami
tidak lagi menyediakan Premium.
Saya
mengantri di belakang seorang siswa yang mengenakan celana pramuka agar pendek.
Mungkin sudah kekecilan karena perkembangannya begitu pesat. Siswa ini sekilas
memalingkan wajah ke belakang. Tampak ia mengenal saya. Petugas di pos ini
setelah mengisi bensin ke sepeda motor siswa dengan helm tertutup rapat. Terlihat
siswa itu menarik isi kantong celananya. Lalu ia pias dan menatap ke arah
petugas SPBU dengan cemas. Antena saya menanjak tinggi. Paham maksud dari kegelisahan
siswa yang tampak lelah di wajahnya.
mengantri di belakang seorang siswa yang mengenakan celana pramuka agar pendek.
Mungkin sudah kekecilan karena perkembangannya begitu pesat. Siswa ini sekilas
memalingkan wajah ke belakang. Tampak ia mengenal saya. Petugas di pos ini
setelah mengisi bensin ke sepeda motor siswa dengan helm tertutup rapat. Terlihat
siswa itu menarik isi kantong celananya. Lalu ia pias dan menatap ke arah
petugas SPBU dengan cemas. Antena saya menanjak tinggi. Paham maksud dari kegelisahan
siswa yang tampak lelah di wajahnya.
Petugas
SPBU yang sudah berumur – seorang pria yang saya taksir lebih dari 45 tahun –
meminta siswa tersebut menepi lebih ke depan. Saya kemudian memajukan kendaraan
roda dua ke posisi siswa tadi berdiri. Penutup bensin yang telah saya buka
diisi dengan Portalite sampai penuh. Saya menggoyang-goyangkan motor matic
dari salah satu brand ternama Jepang untuk memastikan bahwa bensin
pernah terisi penuh.
SPBU yang sudah berumur – seorang pria yang saya taksir lebih dari 45 tahun –
meminta siswa tersebut menepi lebih ke depan. Saya kemudian memajukan kendaraan
roda dua ke posisi siswa tadi berdiri. Penutup bensin yang telah saya buka
diisi dengan Portalite sampai penuh. Saya menggoyang-goyangkan motor matic
dari salah satu brand ternama Jepang untuk memastikan bahwa bensin
pernah terisi penuh.
Bensin
motor saya telah terisi penuh. Saya menyerahkan lembaran Rp.50.000 kepada
petugas SPBU itu. Saat menunggu uang kembalian, saya menguping pembicaraan
petugas SPBU dengan siswa yang menunduk sejak tadi. Saya menebalkan indera
pendengaran namun masih belum dapat menangkap inti pembicaraan mereka berdua. Lalu
saya melihat siswa yang begitu merasa bersalah itu menyerahkan uang Rp.4000
kepada petugas SPBU. Tak lama siswa itu menghidupkan kendaraan roda duanya dan
meninggalkan SPBU. Saya yakin sekali, pikiran siswa itu tidak tenang. Saya juga
percaya bukan karena ia bandel lalu pura-pura tidak punya uang setelah isi
bensin di SPBU. Mungkin saja ia lupa dan yakin sekali di kantongnya masih ada
selembar Rp.10.000 untuk mengisi bensin.
motor saya telah terisi penuh. Saya menyerahkan lembaran Rp.50.000 kepada
petugas SPBU itu. Saat menunggu uang kembalian, saya menguping pembicaraan
petugas SPBU dengan siswa yang menunduk sejak tadi. Saya menebalkan indera
pendengaran namun masih belum dapat menangkap inti pembicaraan mereka berdua. Lalu
saya melihat siswa yang begitu merasa bersalah itu menyerahkan uang Rp.4000
kepada petugas SPBU. Tak lama siswa itu menghidupkan kendaraan roda duanya dan
meninggalkan SPBU. Saya yakin sekali, pikiran siswa itu tidak tenang. Saya juga
percaya bukan karena ia bandel lalu pura-pura tidak punya uang setelah isi
bensin di SPBU. Mungkin saja ia lupa dan yakin sekali di kantongnya masih ada
selembar Rp.10.000 untuk mengisi bensin.
Petugas
SPBU menyerahkan uang kembalian. Saya mengambilnya dan memasukkan ke dalam
kantong celana sebelah kanan.
SPBU menyerahkan uang kembalian. Saya mengambilnya dan memasukkan ke dalam
kantong celana sebelah kanan.
“Anak-anak,
kasihan sampai tak ada uang isi minyak!,” ujar petugas SPBU kepada saya. “Saya
bilang, lain kali jangan lupa lagi,” tambahnya seakan kepada diri sendiri.
kasihan sampai tak ada uang isi minyak!,” ujar petugas SPBU kepada saya. “Saya
bilang, lain kali jangan lupa lagi,” tambahnya seakan kepada diri sendiri.
Saya
mendorong sepeda motor menjauh karena antrian di belakang mulai ada. Saya starter
motor dengan sekali deru. Saya telah kembali ke jalan raya. Pulang namun saya
merasa tidak lagi lapar.
mendorong sepeda motor menjauh karena antrian di belakang mulai ada. Saya starter
motor dengan sekali deru. Saya telah kembali ke jalan raya. Pulang namun saya
merasa tidak lagi lapar.