Categories
Uncategorized

Jangan Ragu Bayar Zakat Sebelum Kikir Seperti Tsa’labah

Sejak kecil, saya sudah dibiasakan untuk
sekadar tahu tentang cara membayar zakat. Orang tua kami di kampung menyuruh
anak-anaknya membayar zakat, terutama zakat fitrah kala malam idulfitri.
Pelajaran penting bagi saya bukan saja soal kewajiban tetapi pembiasaan yang
kemudian digenapkan menjadi arahan dan bimbingan.

Jangan ragu bayar zakat.
Biasanya, tiga atau dua hari menjelang malam hari
raya puasa, orang tua kami sudah menyiapkan eumpang breuh (sejenis
kantong plastik yang ditempa dari anyaman daun pandan samak). Eumpang breuh
dianyam seukuran berat zakat fitrah. Tiba malam lebaran, kami akan
berbondong-bondong membayar zakat fitrah ke rumah teungku (orang yang
mengajar mengaji). Anak-anak di kampung kami memang membayar zakat fitrah
kepada teungku bukan ke masjid atau fakir miskin secara langsung. Sedangkan
orang tua baru menyerahkan zakat fitrah ke masjid sebelum diteruskan ke
orang-orang yang wajib menerima zakat.
Di usia remaja atau sudah tidak lagi mengaji,
ada sebagian kecil dari kami yang masih memberikan zakat fitrah kepada teungku,
sebagian besar lain menyerahkannya ke masjid. Kebiasaan dari kecil itu membawa
pengaruh besar terhadap mengapa zakat itu wajib dibayarkan. Secara tidak
langsung, orang tua kami di kampung mengajarkan pentingnya berzakat. Hal-hal
kecil
seperti ini meskipun telah terjadi pergeseran di beberapa tempat
tetapi masih menjadi kebiasaan di tempat lain. Dengan itu, anak-anak mendapat
pelajaran penting sebelum mengetahui lebih banyak tentang zakat bukan sebatas
teori saja.
Di dewasa kini, step by step pelajaran membayar
zakat masih tetap ada. Orang tua kami tidak meninggalkan anak-anak mereka dalam
ketidaktahuan soal kewajiban zakat. Pelajaran di sekolah ‘hanya’ teori
sedangkan penerapannya adalah di kehidupan sehari-hari. Zakat fitrah adalah ada
masanya di waktu akhir Ramadan. Zakat maal adalah ‘keseharian’ yang dibayar
apabila kesanggupan sudah cukup.
Orang tua kami di kampung adalah petani yang ada
kadang tidak ada
rezeki untuk membaginya dengan membayar zakat. Nisab zakat
pertanian tidak semua orang mampu tetapi orang tua saya – selama ini – selalu
sampai nisab. Proses membayar zakat konvensional tetapi dinikmati begitu saja. Amil
zakat datang ke rumah, diberikan makan minum, lalu diserahkan zakat, dan padi
yang sudah ijab kabul itu nanti ada orang lain yang akan mengantarkannya
ke lumbung zakat kampung. Begitu seterusnya sampai sekarang dan masyarakat di
sekitar mendapatkan manfaat dari orang-orang yang membayar zakat.

Mengapa Wajib Tahu tentang Zakat?

Zakat adalah salah satu rukun Islam. Zakat ada di rukun keempat dengan kata lain zakat adalah wajib, sama
seperti puasa, naik haji apabila mampu, salat yang tak boleh ditinggal dan
tentu saja dua kalimah syahadah. Pelajaran yang diberikan oleh orang tua kami
dari kecil membawa pengaruh besar soal ‘arti’ membayar zakat.
Tiap umat yang telah ber-Islam wajib tahu
tentang zakat. Zakat bukanlah seperti utang-piutang, atau pinjaman, atau kredit
macet, tetapi menyucikan harta dengan demikian harta akan berkah dan
berlimpah. Arti berlimpah bukan pula ditambah banyak melainkan harta yang
didapat itu seakan-akan tidak pernah habis sampai nanti pada musim panen
berikutnya. Tak bisa dielak pula orang-orang yang enggan membayar zakat hartanya
seperti cepat sekali habis meskipun hasil panen begitu banyak.
Saya punya seorang tetangga. Semoga jadi
hikmah bagi kita semua. Tetangga ini sama seperti kami, bertani. Namun lahan
yang digarap sangat luas dengan hasil panen juga tak kalah banyak dari
orang-orang kampung. Tiap panen, ia langsung menjual sebagian besar hasil dan
sisanya disimpan untuk makan sehari-hari. Dengan penghasilan yang begitu besar
itu pula, ia tak segan-segan memamerkan perhiasan emas, kendaraan baru maupun pakaian
baru dan wangi tiap saat.
Tetangga saya itu, di mana-mana memperlihatkan
diri berkecukupan. Tiba musim tanam ia kembali ke sawah. Saat musim panen, ia
juga tak pernah sekalipun meninggalkan area persawahannya yang luas. Satu hal
yang kemudian orang-orang yang dekat dengan rumahnya saja yang ketahui, sebulan
atau setengah bulan lebih sebelum musim panen tiba, ia selalu datang ke
tetangga untuk meminta utang beras. Padahal, hasil panennya jauh lebih besar
daripada tetangga rumahnya. Yang tidak ia lakukan adalah membayar zakat
penghasilan dari pertanian yang telah dilimpahkan kepadanya.
Bukankah soal zakat ini sangat pedih seperti
janji Allah? Coba kita baca sedikit sejarah, tentang Tsa’labah bin Haathib.
Hidup melarat tidak ada seorang pun yang mau, meskipun nyaman dan aman di
masa Rasulullah. Tsa’labah membuat tanda tanya pada para sahabat dan
Rasulullah, soal dirinya langsung tergesa-gesa pulang usai salat berjamaah,
tanpa berdoa atau bahkan mengikuti kajian ilmu agama bersama Rasulullah dan
para sahabat.
Muhammad saw. kemudian mengutus sahabat untuk
mencari tahu alasan Tsa’labah tidak ikut kegiatan usai salat berjamaah. Sahabat
memberi tahu Rasulullah sekiranya Tsa’labah cepat-cepat pulang karena ‘setelan’
yang ia pakai cuma satu-satunya dan ia harus berbagi dengan istrinya agar bisa
salat juga tepat waktu; dan tidak ketinggalan waktu salat jika berlama-lama
seusai subuh dipastikan istrinya tidak bisa menunaikan ibadah.
Tsa’labah datang menemui Rasulullah dan
meminta pertolongan, karena doa Rasulullah tidak akan pernah ditolak Allah. Tsa’labah
menjadikan Rasulullah sebagai perantara untuk kebahagiaan hidupnya. Dalam hadits
yang diriwayatkan oleh Ibnu Jabir dalam Jami’ul Bayaan (VI/425 No. 17002),
ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabir (VIII/218/219 No. 7873), ad-Dailamy, Ibnu
Hazm dalam al-Muhalla (XI/208) dan al-Wahidi dalam Ashaabun Nuzul (hal.
257-259) berbunyi, “Kemudian ia (Tsa’labah) berkata, “Demi Dzat yang
mengutusmu dengan benar, seandainya engkau memohon kepada Allah agar aku
dikarunia harta (yang banyak) sungguh aku akan memberikan haknya
(zakat/sedekah) kepada yang berhak menerimanya,”
(dikutip dari
almanhaj.or.id, 05/11/07).
Dalam sambungan hadits, “Lalu Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam berdoa, “Ya Allah, karunikanlah harta kepada Tsa’labah!
Riwayat menyebut bahwasanya Tsa’labah
mendapatkan seekor kambing, yang beranak-pinak dan memenuhi Kota Madinah. Tsa’labah
mencari tanah lapang di pinggiran kota dan hanya salat berjamaah pada dhuhur
dan ashar saja. Kambing Tsa’labah terus bertambah dan ia meninggalkan semua
waktu salat berjamaah sampai salat Jumat. Rasulullah bertanya-tanya ke mana
Tsa’labah yang taat. Rasulullah sudah mengetahui bahwa Tsa’labah telah
bergemilangan harta maka diutuslah dua orang sahabat untuk mengambil zakat dengan
sabda yang ditafsirkan untuk mengambil zakat ke orang-orang mampu sampai
kini, “Pergilah kalian ke tempat Tsa’labah dan tempat fulan dari Bani
Sulaiman, ambillah zakat mereka berdua,
Apa yang diterima dua sahabat adalah, “Apakah
yang kalian minta dari saya ini, pajak atau sebangsa pajak? Aku tidak tahu apa
sebenarnya yang kalian minta ini!
” masih disadur dari riwayat yang sama. Kedua
sahabat pulang dengan tangan kosong saat menghadap Rasululah, Rasululah
bersabda, “Celaka engkau, wahai Tsa’labah!
Atas hal itu Allah menurunkan Q.S. At-Taubah
ayat 75-76, “Dan di antara mereka ada yang telah berikrar kepada Allah:
‘Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami,
pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang
shalih.’ Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari
karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu dan berpaling, dan mereka
memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran),”
Tsa’labah kemudian datang kepada Rasulullah
dan memohon untuk menerima zakatnya. Rasulullah tidak pernah menerima zakat
Tsa’labah sampai Beliau wafat, dan Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin Khattab dan
Utsman bin Affan juga tidak menerima zakat dari Tsa’labah. Hadits yang jadi
pelajaran penting soal zakat itu bunyi lengkapnya adalah, “Celaka engkau,
wahai Tsa’labah! Sedikit yang engkau syukuri itu lebih baik dari harta banyak
yang engkau tidak sanggup mensyukurinya. Apakah engkau tidak suka menjadi
seperti Nabi Allah? Demi yang diriku di tangan-Nya, seandainya aku mau
gunung-gunung mengalirkan perak dan emas, niscaya akan mengalir untukku!”
Tsa’labah yang kikir.
Tsa’labah di kehidupan kita juga banyak, hanya
saja tidak terlihat karena tertutupi oleh enggan  mengurus kehidupan orang lain, atau kehidupan
kita yang individualis.

Kenapa Kisah Tsa’labah Perlu Diceritakan?

Sebagian kita masih enggan membayar zakat
karena merasa telah cukup atau tidak ada lagi orang susah. Sebagian juga bermain
dengan kemewahan dan berkata, harta itu hasil usaha sendiri,
dengan menulikan mata hati bahwa semua itu pemberian Allah.
Di kampung saya sendiri, sering sekali khatib
salat Jumat menceritakan Tsa’labah dan sifat kikirnya. Kala musim panen tiba
seakan khatib mengingatkan betapa Tsa’labah ingkar janji. Memang sekadar
‘sindiran’ halus kepada masyarakat agar menunaikan zakat tetapi hal ini
berhasil karena mayoritas masyarakat di kampung saya membayar zakat penghasilan
dari hasil bumi.
Tsa’labah yang tidak sekali didengungkan dalam
tiap tahun mengantarkan saya akan sadar yang tinggi. Orang membayar zakat
karena memang wajib. Berapa besar kemampuan adalah segitu yang wajib
kita bayarkan. Misalnya tahun ini hasil panen tidak sampai nisab maka tidak
wajib untuk membayar zakat.
Islam itu meringankan kita dalam segala
urusan. Dengan membayar zakat, sekali lagi, harta kita tidak akan berkurang
tetapi bertambah di mana rasa syukur yang berlebihan kita curahkan. Di dalam
harta kita terdapat harta fakir miskin, orang-orang mualaf, maupun ibnu sabil. Mereka
yang wajib menerima zakat selalu ada di sekitar kita. Lihatlah ke sekiling di
mana orang-orang ini bersemanyam kepada apa yang pernah kita rasa. Kita makan
enak mereka belum tentu. Kita makan tiga kali sehari, mereka bisa cuma sekali
saja.
Kewajiban berzakat juga tidak dipaksakan. Berulangkali
disebutkan bahwa sampai nisab sehingga kita yang hidup pas-pasan tidak
diwajibkan membayar zakat.
Kewajiban berzakat.
Selama penghasilan kita sampai nisab, selama
itu pula kita diwajibkan untuk berzakat. Jangan pernah menyebut, nggak ada
lagi orang fakir dan miskin
, karena itu hanyalah misteri yang hanya dapat
dipecahkan oleh keadaan. Maka, penuhilah rukun Islam ini agar kita sempurna
sebagai umat yang bersyukur atas rezeki yang diberikan.

Sekecil Apapun, Tunaikan Zakat!

Saya tidak sanggup bayar zakat sekaligus!
ini bukan alasan untuk saat ini. Zakat pertanian misalnya sampai nisab maka
wajib dibayar zakat. Namun, berbeda dengan zakat penghasilan lain. Bagi seorang
pekerja lepas seperti saya, penghasilan yang tidak menentu membuat enggan
membayar zakat padahal sudah wajib zakat.
Di dalam keseharian, saya bisa makan enak,
bisa main internet dengan lancar, bisa jalan ke mana suka tanpa takut kehabisan
bensin di dalam tangki sepeda motor, tidak khawatir pula kelaparan dan alasan
lain yang membuat hidup lebih senang. Dalam kondisi ini, meskipun tidak
memiliki penghasilan tetap tetapi sudah hidup nyaman, maka berbagilah
kepada mereka dengan cara berzakat.
Zakat yang dikeluarkan tidak selalu harus
banyak dan besar. Sekarang ada cara yang memudahkan kita dalam membayar zakat
seperti ‘menyicil’ tiap bulannya. Kita dimudahkan tanpa membuat khawatir tidak
bisa makan, tidak bisa main internet maupun tidak bisa melakukan hal-hal yang
disenangi lain karena kehabisan uang setelah berzakat.
BAZNAS atau Badan Amil Zakat Nasional telah
melakukan suatu perubahan yang signifikan dalam membayar zakat. Jenis zakat
yang dibayarkan antara lain zakat penghasilan dan zakat maal. Selain itu,
BAZNAS juga menerima infaq dan kurban. Kita cukup memilih mau membayar apa dan
dengan cara modern maupun konvensional.
Saya sendiri mencoba cara yang modern. Sebuah
terobosan dari BAZNAS dalam mengerti generasi sekarang yang semua serba simpel.
Kembali lagi karena penghasilan saya ‘pas-pasan’ maka saya memilih sedikit saja
dulu menyisihkan penghasilan untuk membayar zakat dalam bentuk zakat maal. Bulan
berikutnya, saya akan membayar kembali sesuai kemampuan. Yang penting adalah
memiliki Nomor Pokok Wajib Zakat (NPWZ) sehingga saat membayar zakat bulan
berikutnya langsung diakumulasikan jumlah yang telah dibayar.
Saat ini BAZNAS memiliki sistem bayar zakat online.
Di mana saja bisa membayar zakat tanpa terkendala. Sistem ini di satu sisi
memudahkan kita yang serba multitasking dan gerak cepat. Saya melakukan hal-hal
kecil
itu terlebih dahulu dengan membuka https://baznas.go.id/bayarzakat –
bisa juga instal aplikasi Muzaki Corner di smartphone Android.
Saya membayar zakat maal sesuai kemampuan hari
itu yaitu tanggal 10 Oktober. Semua proses yang dilewati sangatlah mudah dan
membuat saya cepat pula menerima hasilnya. Bukti setor zakat telah saya terima
seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.

Dari bayar zakat secara online saya
melewati banyak hal terutama tidak repot mengurus kebutuhan bayar zakat seperti
makan minum saat membayar zakat seperti yang sudah saya ceritakan di awal. Saya
cukup masuk ke laman yang dituju, pastikan kalau saldo GoPay cukup – bisa juga memilih
metode lain – lalu mengikuti proses yang cepat sekali.
Bayar zakat lebih mudah dan cepat tanpa perlu
antrean panjang. Bagi orang yang sibuk atau malas keluar rumah, alternatif
bayar zakat secara online ini adalah yang terbaik.

Cara Baru Bayar Zakat

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Pasal 22,
menyebut, “Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ
dikurangkan dari penghasilan kena pajak.
” Laman sikapiuangmu.ojk.go.id
menuliskan manfaat dari zakat antara lain pembersih harta dan jiwa, sebagai
sarana pengendalian diri, mengelola uang, mengurangi pajak penghasilan, dan
sarana pemerataan untuk mencapai keadilan sosial
.
Bayar zakat segera melalui BAZNAS sangatlah mudah.
Setelah laman https://baznas.go.id/bayarzakat terbuka kita diminta untuk
memilih metode Transfer, Online Payment atau QR Code. Saya memilih
metode yang pertama di mana informasi yang tertera untuk dipilih adalah Jenis
Dana (Zakat, Infaq dan Kurban), kemudian memilih Zakat Maal atau Zakat
Penghasilan. Saya diminta mengisi Profil Penyumbang Dana dengan memilih Bapak
atau Ibu lalu mengisi nama lengkap, nomor telepon dan e-mail.

BAZNAS memberikan penawaran yang cukup baik di
mana orang yang tidak memiliki Virtual Account (BCA, BNI, Mandiri atau Permata)
dan tidak memiliki Internet Banking (BCA Klik Pay, Klik BCA, Mandiri Click Pay)
dapat memilih metode pembayaran melalui GoPay, seperti yang saya lakukan. Siapapun
bisa mengakses GoPay asalkan telah mengaktifkan fitur ini melalui aplikasi Go-Jek.

Proses pembayaran dengan cara melakukan scan
barcode
setelah menekan Pay now with GoPay. Harap diperhatikan bahwa
masa aktif barcode di halaman website BAZNAS ini adalah 15 menit
setelah proses pembayaran dilakukan. Scan barcode juga tidak membutuhkan
waktu lama setelah smartphone diarahkan persis di tengah-tengah barcode.
Halaman berikutnya menunjukkan Transaction succesful atau di sudut kiri
bawah terdapat DONE dengan warna putih.

Pembayaran akan muncul setelah kita memilih
metode pembayaran. Jika sudah berhasil, BAZNAS otomatis akan mengeluarkan nomor
transaksi dan juga pesan singkat ke nomor ponsel yang didaftarkan bahwa
transaksi telah berhasil.

Secara otomatis pula, BAZNAS akan mengirimkan e-mail
bahwa pembayaran berhasil dilakukan dengan melampirkan CETAK BUKTI SETOR. Kita bisa
langsung mencetak bukti dalam bentuk PDF itu untuk disimpan dan juga untuk
melakukan konfirmasi pembayaran zakat kepada BAZNAS agar mudah dalam pendataan
sesuai dengan NPWZ yang tercatat di sistem. Dengan demikian, saat dilakukan pembayaran
di lain waktu sistem akan mengenalinya dengan mudah.

Kemudian masuk ke laman BAZNAS tadi dan
mengambil Form Konfirmasi Pembayaran Zakat. Data yang harus diisi adalah nama, nomor
telepon, jenis pembayaran, NPWZ, e-mail dan jumlah. Selain itu kita
diminta untuk meng-uplpad bukti setor dalam bentuk PDF yang sudah kita
unduh tadi, dan terakhir sebelum Submit harap memasukkan kode unik pada kolom
yang tersedia.

Tata cara bayar zakat secara online di
BAZNAS dapat dilihat pada infografis berikut ini.
Tata cara bayar zakat online di BAZNAS.
Sudahkah kita berpikir untuk segera bayar zakat?
Jangan ragu untuk bayar zakat karena dengan itu hidup kita akan ‘baik-baik saja’
sampai akhir hayat.

1 reply on “Jangan Ragu Bayar Zakat Sebelum Kikir Seperti Tsa’labah”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *