Categories
Uncategorized

Koperasi dan Generasi Milenial yang Suka ‘Hostpot Dulu, Bro?’

Hostpot dulu, Bro?” mungkin cuma saya
yang tidak bisa memalingkan pendengaran dari permintaan itu. Suasana kampung
yang asri, dengan anak-anak milenial berkumpul di kios atau di sawung tengah
sawah, adalah pemandangan yang melekat dari dulu sampai kini. Bedanya, kita
dulu menunggu giliran main congklak atau diskusi taktik main petak umpet, generasi
sekarang lebih banyak perang jempol di atas layar smartphone.
Koperasi dan generasi milenial.
Sulit sekali menemukan anak-anak main layangan sore hari. Tidak mudah pula menemukan anak-anak mandi sungai menjelang magrib. Semua
berpaku dalam dunia maya yang entah mencari pembenaran atau halusinasi semata. Paket
data habis, mereka mencari Wi-Fi, tidak juga didapat keduanya; bagi hostpot
dulu boleh?
Adalah hal yang wajar jika kita ‘berteman’
baik dengan generasi milenial. Gaya hidup mereka memang demikian. Mau
tidak mau akan terus mengikuti gerak waktu yang tidak bisa ditebus dengan
apapun. Perilaku generasi milenial di mana-mana saya rasa selalu sama
cuma berbeda tempat dan waktu. Coba kita tanya, ‘apakah kau bisa main
layangan?’
atau dengan tanya, ‘kau tahu permainan congklak?’
Perilaku generasi milenial sudah berubah
total. Mereka ‘mungkin’ hanya tahu soal Mobile Legends, PUBG, Free Fire
atau game lain, dan juga Atta Halilintar maupun Ria Ricis. Generasi
milenial terbiasa dengan aktivitas multitasking. Dalam keseharian mereka
mengandalkan room chat dari nama Anak Muda Berkarya, Gila Bola, Drakor
Update, Cewek Manis Manja, Cowok Paling Tampan sampai dengan nama-nama lain misalnya
Girl&Boy, LUV BTS, KING EXO, atau room lain yang menggambarkan identitas
dari generasi milenial.
Kembali ke kebutuhan, gaya hidup yang
dijalani generasi milenial itu membutuhkan smartphone dan paket data
penuh sepanjang bulan. Atta update video baru, langsung ditonton. Ricis melampiaskan
curahan hati seorang gadis, langsung disukai. Grup band papan atas Korea
Selatan, BTS, rilis lagu baru langsung streaming berkali-kali agar
merangkak tajam ke trending atau chat music. Satu persatu member
EXO masuk wajib militer, update berita tentang itu tak boleh ‘lepas’
sambil streaming lagu-lagu lama mereka di YouTube, Melon, LangitMusik
maupun iTunes.
Itulah gaya hidup generasi milenial milik
kita. Sepanjang malam – entah belajar atau tidak – room chat bolak-balik
dari Gila Bola ke Girl&Boy atau dari LUV BTS dengan KING EXO, untuk
berdebat panjang lebar soal siapa yang lebih hebat, lebih ganteng, kirim video,
kirim foto yang akhirnya paket data terkuras seperti meneguk air putih. Belum
lagi chat dengan pacar yang minta diperhatikan, minta dikirim foto ‘lagi
apa
’ atau minta video call padahal sedang live streaming pertandingan
Liga 1.
Tak jarang, lima menit setelah itu sudah
beralih ke Instagram untuk update foto terbaru yang paling keren dengan backgound
gunung terbelah dengan lautan lepas sebagai pemandangannya. Di saat yang
sama, sebagian dari generasi milenial duduk termenung di depan laptop sambil
memikirkan ide menjadi konten kreator sukses.
Perilaku generasi milenial.
Kita – sebagai generasi tua ­– sama
sekali tidak bisa menghindari perilaku generasi milenial karena waktu menuntut
demikian. Dengan pemikiran yang lebih matang, kita bisa mengarahkan ke mana
atau begini saja lebih baik daripada menghujat, merundung bahkan
melarang aktivitas mereka. Suatu waktu, generasi milenial yang tidak awam akan
berkata, “Atta lebih kaya kok dari Bapak,” sampai di sini kita tidak
bisa berbuat apa-apa karena it’s that true!
Dari apa yang saya ceritakan, semua berkaitan
dengan interaksi jual beli atau perputaran ekonomi sesuai standar
generasi milenial. Mereka terlibat aktif dalam berbagai aktivitas di dunia maya
karena butuh, mau jadi lebih atau having fun semata. Tetapi, gaya
hidup mereka membutuhkan biaya yang tidak sedikit, butuh ide kreatif yang berlangsung
lama dan usaha yang tidak main-main.
Bagaimana koperasi berjalan sesuai dengan arah
generasi milenial? Secara harfiah, koperasi adalah perserikatan yang
bertujuan memenuhi keperluan para anggotanya dengan cara menjual barang
keperluan sehari-hari dengan harga murah (tidak bermaksud mencari untung)
.
Generasi milenial memiliki pandangan sedikit-sedikit
jadi bukit
, atau, asalkan bisa internetan makan sekali tak apa. Jika
dulu mungkin rokok ada boleh tak makan, namun sekarang benar-benar berubah pada
sebagian besar anak-anak. Mereka menjurus pertanyaan, “Ada paket data?” bukan
lagi, “Ada rokok?” artinya kalau ada paket data, “Bagilah hotspot,” yang
menjadi fenomena dalam waktu lama.
Di sinilah, koperasi harus beriringan dengan
generasi milenial. Paket data adalah hal ‘kecil’ tetapi berdampak panjang
kepada kebutuhan lain yang membuat generasi milenial memilih koperasi daripada
kios pinggir jalan yang menjual paket data seribu lebih mahal, minuman lima
ratus lebih mahal atau roti isi 50% lebih mahal tetapi mau tidak mau
mereka tetap beli atau, “Ngutang dulu,”

Koperasi Zaman Now Wajib Ikuti Mau Generasi Milenial ‘Do You Know?’

Banyak ingin dari generasi milenial yang
dituntut untuk from now bukan excuse karena mereka akan mencari
jejak lain. Sama seperti berselancar di internet, tak lebih dari lima detik user
akan berpaling ke halaman lain. Generasi milenial barangkali lebih cepat dari
itu saat membuka peramban.
Do you know karena
kita hidup di generasi milenial yang serba simple, terburu-buru sebelum
musuh datang dari gim yang mereka mainkan. Ide kreatif harus digerakkan
oleh orang dewasa yang mengaku bahwa kebutuhan atau yang membeli isi
toko adalah anak-anak generasi ini. Orang tua hanya akan membeli sebatas garam,
gula, minyak, cabai, bawang,
dan bumbu dapur lain; seminggu sekali. Sedangkan
generasi milenial butuh asupan tenaga agar lebih super power dalam
menarikan jempol di layar smartphone.
Coba bayangkan, di sebuah gerai dekat rumah
hanya menjual peralatan masak, lalu bumbu dapur, generasi milenial akan membuka
room chat, “Kau tahu nggak di mana jual paket data murah?” atau “Beli
cemilan di mana, Bro?” di mana kawan-kawannya akan merekomendasikan tempat-tempat
lain.
Generasi milenial yang mengemban tugas hemat
pangkal kaya
tidak akan mudah terpengaruh dengan harga diskon. Kalau perlu,
mereka akan mencari gerai lain yang menjual dengan harga lebih murah walaupun cuma
beda 1000 saja. Bagi mereka, lebih baik ‘jalan-jalan’ daripada menawarkan;
dengan mengecualikan bensin kendaraan dan tenaga yang terkuras. Nanti, mereka
bisa menemukan view bagus buat foto atau ketemu kawan lama untuk adu game.
Sesimpel itu mau generasi milenial karena mereka selalu berurusan dengan
selagi ada yang murah buat apa yang mahal!
Ikuti mau generasi milenial maka
koperasi akan sukses besar. Anak-anak yang kita tahu hanya dikasih sedikit uang
jajan, dimarahi jika minta lagi, maka akan berhemat untuk semua kebutuhan. Paket
data ada, bensin jangan sampai habis, cemilan atau makan enak juga didapat.
Kenal baik dengan generasi milenial tidak ada
salah karena mereka sebenarnya adalah generasi konsumtif. Mereka banyak makan. Mereka
banyak minum; terlebih jika ditunjang dengan olahraga rutin. Dan, mereka
‘peminum’ paket data bergalon-galon untuk memanjakan gaya hidup yang kini
tergadaikan dengan kesenangan dari visual yang mereka saksikan.
Koperasi ramah generasi milenial.
Sebuah pasar bisa sepi pembeli kalau tidak
menjual kebutuhan masyarakat sekitar. Generasi milenial yang masih labil mudah
saja berpindah ke satu gerai ke gerai lain karena produk tidak ada atau mahal
dalam kemampuan mereka.
Pulang olahraga mau beli air mineral dalam
botol tetapi tidak tersedia, besoknya jangan harap mereka balik lagi. Minuman
kekinian yang sering kita lihat di iklan televisi bahkan iklan di YouTube,
mereka mau beli saat sedang main game, tetapi sekali lagi yang
mereka dapatkan hanya jenis minuman warna-warni dengan banyak pengawet,
meskipun sama pengaruh pada kesehatan, mereka memilih hengkang ke gerai
lain.
Makanan sehat seperti buah-buahan juga menjadi
pertimbangan di mana generasi milenial mudah tergiur, dan mudah terbawa suasana
sehingga mau beli. Intinya, ‘barang’ yang dijual itu ada di dalam
pikiran generasi milenial.
Generasi milenial memang penuh kreativitas
tetapi mereka masih enggan untuk membeli barang yang tidak menunjang gaya
hidup. Dengan uang ‘pas-pasan’ mereka juga berpikir lebih baik ini daripada
itu, ini lebih bermanfaat daripada itu. Maka, saat masuk ke gerai, mereka akan
mengambil apa yang benar-benar butuh saja.
Koperasi zaman now memanfaatkan
generasi milenial do you know keinginannya. Paket data internet, kartu
perdana, makanan ringan, air mineral, maupun cemilan lain adalah yang paling
diincar oleh mereka, bahkan Wi-Fi menjadi pemasukan yang menjanjikan. Dalam
membentuk koperasi di dekat dengan generasi milenial tidak boleh sama sekali
mengikuti mau generasi zaman old.
Dengan harga yang murah sesuai cita-cita
koperasi, generasi milenial dengan mudah mendekat. Sebaiknya, menghindari
koperasi dengan barang-barang yang sama sekali tidak digemari oleh generasi
milenial. Misalnya, ada kerajinan warga dari anyaman bambu, dijual sebagai
bentuk penghargaan kreativitas yang mana generasi milenial tidak akan
mau membelinya.
Zaman berubah maka ikutilah mau dari
zaman itu. Pengaruh generasi milenial begitu besar. Saya sudah sebut, mereka
punya banyak room chat. Sekali saja ada yang tanya, “Beli paket data
murah di mana, Bro?” selanjutnya akan berdatangan anak-anak lain.
Dari satu room chat ke room chat
lain, akhirnya cerita bersambung itu tak pernah putus. Itu baru satu produk
saja. Bagaimana dengan banyak produk. Misalnya, saat membeli paket data melihat
bungkusan cokelat dengan harga 10% lebih murah dari gerai sebelah, lalu dibeli
dan pamer foto ke room chat atau sekadar ingin update feed Instagram.
Yang terjadi bisa dibayangkan sendiri, begitulah gaya hidup ‘netizen
dalam jiwa generasi milenial. Yang nggak penting bahkan bisa menjadi viral,
bagaimana dengan yang penting seperti yang sering kita baca, twitter please do
your magic
, maka kita ganti, Gen Y please do your magic!
Jadi, maka jadilah!
Kadang, hal-hal sepele bisa membawa
pengaruh besar. “Cuma sebuah room chat?” memandang rendah demikian sama
saja seperti saat BlackBerry merendahkan Android yang kemudian ditendang sampai
jatuh serendah-rendahnya dari persaingan industri smartphone dunia.
Perilaku konsumen yang wajib koperasi ketahui.
Bob Sadino menyebut networking sebagai
bentuk penting dari sistem ekonomi. Dengan modal kecil bisa meraup keuntungan
lebih besar. Siapa yang tidak ingin. Maka, jangan sepelekan hal yang dianggap
sepele di dunia digital ini.

Koperasi Digital Ikuti Gaya Hidup Generasi Milenial

Networking adalah
hal simpel saja. Tetapi, konsep ini sebenarnya sudah dari dulu di mana promosi
dari mulut ke mulut tampaknya sangat berhasil. Di era digital begini, kita bisa
memanfaatkan peran generasi milenial. Nggak perlu muluk-muluk dengan
membuat toko online atau sejenisnya, satu cara sudah saya sebutkan di
atas dengan mengandalkan room chat.
Begitu meledak, maka langkah selanjutnya
adalah beri diskon besar-besaran seperti mau generasi milenial. Sediakan
Wi-Fi meskipun harus beli Rp 5.000 seperti Wi-Fi ID, mereka tetap akan mau
pakai karena butuh, karena itulah gaya hidup yang harus diselesaikan.
Cukup andalkan generasi milenial yang nongkrong
malam-malam sepi atau sore sepulang sekolah di depan koperasi, makin lama makin
ramai. Apa keuntungan yang didapatkan setelah itu bisa ditebak; cemilan habis, minuman
habis, roti-roti ludes, yang ada hanyalah kuota internet di koperasi
harus segera ditambah karena generasi milenial akan mengundang kawan-kawannya
secara tidak sengaja.
Koperasi Digital tidak selalu dengan, “Ayo posting
dengan foto ke media sosial,” atau “Promosikan saja barang-barang ke toko online,”
karena generasi milenial yang jauh dari koperasi milik kita akan mendapatkan ‘koperasi’
lain yang dekat dengan rumahnya. Kita harus benar-benar tahu bahwa generasi
milenial tengah berkubang dengan internet dalam waktu yang lama. Sediakan itu
maka barang lain akan ikut terjual; sekali lagi rumus ini wajib.
Sanggupkah mengikuti jalan cerita generasi milenial?
Jadi, mau kita dibawa ke mana koperasi di
zaman now ini? Satu-satunya cara dengan mengikuti arah perkembangan zaman
dengan berpikir simpel dan mudah. Sudah cukupkah ide ini? Saya kembalikan
kepada ‘mereka’ yang sedang dan akan menjalankan koperasi. Selamat mencoba!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *