Aku tidak pernah
berpikir duduk manis di dalam pesawat terbang dengan suara bising deru mesin. Aku
juga tidak pernah berpikir lebih jauh ke sebuah angan, di mana disebut bahwa
itu pemuas napsu sesaat karena pramugari sangat cantik-cantik. Aku hanya
khawatir, untuk segera tiba di tempat tujuan setelah menempuh perjalanan
menegangkan. Atribut pakaian seksi atau tertutup rapat sangatlah tidak menjadi
perhatian karena bangku dengan seat belt telah mengeratkan lingkar pinggang.
berpikir duduk manis di dalam pesawat terbang dengan suara bising deru mesin. Aku
juga tidak pernah berpikir lebih jauh ke sebuah angan, di mana disebut bahwa
itu pemuas napsu sesaat karena pramugari sangat cantik-cantik. Aku hanya
khawatir, untuk segera tiba di tempat tujuan setelah menempuh perjalanan
menegangkan. Atribut pakaian seksi atau tertutup rapat sangatlah tidak menjadi
perhatian karena bangku dengan seat belt telah mengeratkan lingkar pinggang.
Jarak tempuh Banda Aceh ke Jakarta lebih kurang tiga jam perjalanan udara. Aku terlalu sibuk seorang diri tanpa perhatian kepada si mbak yang sesekali menengok ke bawah kursi, dan juga sesekali membantu penumpang lain memasukkan bawaan mereka ke kompartemen di atas kepala kami. Deru mesin yang tiba-tiba mengentak, pertanda bahwa persiapan telah usai dan pesawat terbang itu segera lepas landas. Cukup sering aku menikmati suara pramugari – entah yang mana – di balik microfon juga entah di mana. Tidak terlalu sering aku menikmati lalu lintas pramugari cantik itu di lorong kursi tempatku duduk dan penumpang lain.
Kuakui bahwa, pramugari cantik ini membelah
rok mereka di bagian tengah. Saat mereka berjalan, terlihat mulusnya kaki
jenjang itu. Lengan baju yang sebatas siku seolah tidak dingin di dalam pesawat
yang terbang di atas 30 ribu kaki. Rok warna biru itu tidak terlihat membelah
paha jika mereka tidak berjalan. Hanya saja, sekali lagi, aku terlalu gugup
untuk menikmati pemandangan itu dan lebih menyukai tontonan di layar balik
kursi di depanku.
rok mereka di bagian tengah. Saat mereka berjalan, terlihat mulusnya kaki
jenjang itu. Lengan baju yang sebatas siku seolah tidak dingin di dalam pesawat
yang terbang di atas 30 ribu kaki. Rok warna biru itu tidak terlihat membelah
paha jika mereka tidak berjalan. Hanya saja, sekali lagi, aku terlalu gugup
untuk menikmati pemandangan itu dan lebih menyukai tontonan di layar balik
kursi di depanku.
Baca Juga ZenFone Max Plus M1 Mewah, Berkelas dan Murah
Demikian pula, saat pramugari mendorong
troli makanan, menjajakan menu lezat di atas udara secara gratis, hanya wajah
dan suaranya yang terlihat dan terdengar nyata. Lebih dari itu, aku hanya ingin
menyantap menu untuk perut tidak lagi keroncongan dan meneguk air putih agar tidak dehidrasi dalam
dinginnya kabin pesawat terbang. Menu yang biasa kumau adalah nasi dan sesekali
mi pada penerbangan lain jika pesawat dengan maskapai serupa. Usai menyantap
pun, kuserahkan kembali ‘piring’ plastik itu kepada pramugari yang memintanya
dan sering pula aku meminta air mineral tambahan.
troli makanan, menjajakan menu lezat di atas udara secara gratis, hanya wajah
dan suaranya yang terlihat dan terdengar nyata. Lebih dari itu, aku hanya ingin
menyantap menu untuk perut tidak lagi keroncongan dan meneguk air putih agar tidak dehidrasi dalam
dinginnya kabin pesawat terbang. Menu yang biasa kumau adalah nasi dan sesekali
mi pada penerbangan lain jika pesawat dengan maskapai serupa. Usai menyantap
pun, kuserahkan kembali ‘piring’ plastik itu kepada pramugari yang memintanya
dan sering pula aku meminta air mineral tambahan.
![]() |
Pramugari sedang melayani penumpang. |
Lalu, aku berharap dalam hitungan detik
tiap adegan yang kutonton, untuk segera mendarat dengan selamat. Satu film yang
biasanya berdurasi 1,5 sampai 2 jam itu ludes bagai kacang goreng antara kantuk
dan harap cemas. Aku kemudian berganti dengan pilihan beberapa lagu untuk
menina-bobokan raga yang lelah dan hati yang khawatir. Rok terbelah pramugari
cantik entah lenyap ke mana rimbanya. Aku tidak khawatir dengan itu, jantungku
berdegup kencang manakala suara seksi pramugari kembali terdengar dari bilik
mereka, dari kursi belakang, di tengah atau di depan.
tiap adegan yang kutonton, untuk segera mendarat dengan selamat. Satu film yang
biasanya berdurasi 1,5 sampai 2 jam itu ludes bagai kacang goreng antara kantuk
dan harap cemas. Aku kemudian berganti dengan pilihan beberapa lagu untuk
menina-bobokan raga yang lelah dan hati yang khawatir. Rok terbelah pramugari
cantik entah lenyap ke mana rimbanya. Aku tidak khawatir dengan itu, jantungku
berdegup kencang manakala suara seksi pramugari kembali terdengar dari bilik
mereka, dari kursi belakang, di tengah atau di depan.
Suara itu lebih menggiurkan daripada rok
terbelah mereka, sebut itu lebih kurang begini, “Penumpang yang terhormat, karena keadaan cuaca harap kembali duduk
kursi Anda dan menggunakan sabuk pengaman…,” dan entah biasanya suara
gemuruh langsung terdengar dan pesawat terbang sekonyong-konyong turun beberapa
kaki. Di kesempatan lain, jendela dengan dua kali kaca pengaman itu gemerutuk
begitu masuk ke dalam gumpalan awan putih namun di dalamnya menggelap dengan
petir seketika. Di mana pramugari dengan rok terbelah itu? Aku pun tidak tahu. Memang
mereka terbiasa tetapi bias khawatir tak akan pernah pudar karena lumrah pada
manusia.
terbelah mereka, sebut itu lebih kurang begini, “Penumpang yang terhormat, karena keadaan cuaca harap kembali duduk
kursi Anda dan menggunakan sabuk pengaman…,” dan entah biasanya suara
gemuruh langsung terdengar dan pesawat terbang sekonyong-konyong turun beberapa
kaki. Di kesempatan lain, jendela dengan dua kali kaca pengaman itu gemerutuk
begitu masuk ke dalam gumpalan awan putih namun di dalamnya menggelap dengan
petir seketika. Di mana pramugari dengan rok terbelah itu? Aku pun tidak tahu. Memang
mereka terbiasa tetapi bias khawatir tak akan pernah pudar karena lumrah pada
manusia.
Saat cuaca kembali terang, entah telah
sampai di langit bumi mana, jarang sekali pramugari mondar-mandir di lorong
yang hening itu. Sesekali mereka menuju kursi yang telah menekan tombol
panggilan di atas kepalanya. Entah meminta selimut maupun air putih karena
dinginnya kabin tak terkira. Rok terbelah itu berlari kecil dalam goncangan
pesawat, ke penumpang lain yang memanggil atau kembali ke tempat duduknya.
sampai di langit bumi mana, jarang sekali pramugari mondar-mandir di lorong
yang hening itu. Sesekali mereka menuju kursi yang telah menekan tombol
panggilan di atas kepalanya. Entah meminta selimut maupun air putih karena
dinginnya kabin tak terkira. Rok terbelah itu berlari kecil dalam goncangan
pesawat, ke penumpang lain yang memanggil atau kembali ke tempat duduknya.
Pramugari berjilbab di langit Aceh belum
ada dalam penggalan ceritaku. Sejak penuturan hal ini, aku belum memiliki
penerbangan ke luar Aceh. Namun dari share
media massa maupun media sosial, perpaduan rok terbelah dalam balutan jilbab
terlihat nyata di wajah lelah pramugari cantik itu. Aceh yang beda dalam segala
rupa. Aceh yang terdepan dalam urusan aturan. Aceh juga yang tegas dalam hal
remeh sekalipun.
ada dalam penggalan ceritaku. Sejak penuturan hal ini, aku belum memiliki
penerbangan ke luar Aceh. Namun dari share
media massa maupun media sosial, perpaduan rok terbelah dalam balutan jilbab
terlihat nyata di wajah lelah pramugari cantik itu. Aceh yang beda dalam segala
rupa. Aceh yang terdepan dalam urusan aturan. Aceh juga yang tegas dalam hal
remeh sekalipun.
Rok terbelah dalam balutan jilbab juga
tidak kalah menggiurkan bagi mereka yang mau mencolek. Tetapi bagiku, bagi
sebagian penumpang, saat mendarat dengan selamat, tidak hanya syukur yang terucap tetapi koper penuh
tak mudah digembok menanti di rel-nya. Aku kadang tak menghiraukan seutas
senyum dari pramugari dengan rok terbelah di pintu keluar, mengucapkan terima
kasih, aku sering mengkhawatirkan apakah koper sampai ke Aceh – atau ke tempat
tujuan lain.
tidak kalah menggiurkan bagi mereka yang mau mencolek. Tetapi bagiku, bagi
sebagian penumpang, saat mendarat dengan selamat, tidak hanya syukur yang terucap tetapi koper penuh
tak mudah digembok menanti di rel-nya. Aku kadang tak menghiraukan seutas
senyum dari pramugari dengan rok terbelah di pintu keluar, mengucapkan terima
kasih, aku sering mengkhawatirkan apakah koper sampai ke Aceh – atau ke tempat
tujuan lain.
Pramugari cantik dengan rok terbelah, telah
terlupa saat menanti koper lama sampai di putaran entah ke berapa. Juga ajakan
sopir taksi untuk naik ke mobil mereka mengantarkan raga lelahku ke Banda Aceh
yang sering panas cuacanya. Semua menari-nari begitu saja. Tak bisa dibendung
dan tak pernah pula kulihat kembali pramugari cantik dengan rok terbelah
melewati kami di terminal kedatangan. Mungkin juga, beberapa waktu kemudian
mereka akan menyeret koper menuju penginapan.
terlupa saat menanti koper lama sampai di putaran entah ke berapa. Juga ajakan
sopir taksi untuk naik ke mobil mereka mengantarkan raga lelahku ke Banda Aceh
yang sering panas cuacanya. Semua menari-nari begitu saja. Tak bisa dibendung
dan tak pernah pula kulihat kembali pramugari cantik dengan rok terbelah
melewati kami di terminal kedatangan. Mungkin juga, beberapa waktu kemudian
mereka akan menyeret koper menuju penginapan.
![]() |
Perjalanan udara yang melelahkan. |
Pramugari dengan rok terbelah, sampai kapan
akan usai? Mungkin nanti. Mungkin kapan-kapan. Mungkin juga nantinya hanya
pramugara yang melayani rute perjalanan Aceh. Tidak mudah mengubah ‘gaya’ dalam
seketika apalagi itu seirama. Tidak mudah pula menebas sekali tebas besi dan
baja. Berwaktu-waktu itu akan tercapai. Dan di catatan akhir, tidak
mudah memaksa kebiasaan kita kepada orang lain!
akan usai? Mungkin nanti. Mungkin kapan-kapan. Mungkin juga nantinya hanya
pramugara yang melayani rute perjalanan Aceh. Tidak mudah mengubah ‘gaya’ dalam
seketika apalagi itu seirama. Tidak mudah pula menebas sekali tebas besi dan
baja. Berwaktu-waktu itu akan tercapai. Dan di catatan akhir, tidak
mudah memaksa kebiasaan kita kepada orang lain!