Categories
Uncategorized

Catatan UNBK 2018; Sebuah Pengantar dari Teknisi

Mari kita mencoba menelaah apa yang terjadi di sekitar ranah pendidikan sampai saat ini. Ragam pendapat memang tidak bisa menemukan titik temu dengan mudah, ternyata kita membutuhkan sentuhan yang lebih besar daripada hanya duduk termenung. Aktivitas di satuan pendidikan terus berlanjut meskipun tidak bisa dielak. Anak-anak akan terus tersibuk dengan proses belajar di dalam kelas maupun di luar ruangan. Perubahan kurikulum terus ditingkatkan untuk mencapai batas unggul dari apa yang diharapkan. Tenaga pengajar terus dituntut untuk profesional dan melek terhadap teknologi. 
Dulu, begitu lonceng diketuk dengan keras semua berhamburan keluar ruangan untuk mencari udara segar. Kini, saat bel berbunyi kejadian serupa juga menjadi kebiasaan namun yang kekinian adalah pola pikir dan sudut pandang. Anak zaman dulu adalah generasi malu-malu sedangkan anak zaman sekarang lebih berani, termasuk dalam urusan proses pendidikan itu sendiri. Pertumbuhan yang cepat, generasi yang bersahabat dengan teknologi, semua terpatri begitu saja dan tidak bisa ditinggalkan karena makin hari perubahan itu sangat signifikan.
Soal kertas telah berganti halaman demi halaman di depan layar komputer. Demikianlah perubahan yang tidak bisa ditutup dengan mata profesor sekalipun. Generasi sekarang telah sangat mudah tahu dan belajar banyak dari teknologi. Saat aturan mengenai ujian berbasis komputer disebut sebagai acuan kelulusan maupun kejujuran dalam ujian, maka sambutan hangat ada di mana-mana.
Kemudahan. Mungkin kata ini bisa menjadi aroma yang luar biasa terhadap pelaksanaan ujian. Di mana hanya mesin yang bekerja sedangkan manusia sebagai pelengkap saja. Tak akan ada lagi kertas yang berserak, kesalahan foto kopi, salah membulatkan kolom jawaban, salah tulis identitas, semua telah terganti dengan permainan sistem. Tugas kita hanya memastikan bahwa mesin tidak bermasalah, peserta ujian datang tepat waktu lalu membiarkan keduanya berbaur dengan santai sampai selesai pada soal terakhir. 
Siapapun bisa! Asalkan ada kemauan dan keinginan kuat maka ujian berbasis komputer yang selama ini ditakuti sebenarnya tidak menakutkan sama sekali. Madrasah pelaksana bisa mencari cara, menyiapkan sarana, memberikan kepercayaan kepada pelaksana ujian – dalam hal ini teknisi dan operator – dan juga mengawasi tiap gerak-gerik pelaksanaan ujian. Peserta ujian bukan lagi bisa namun mereka telah sangat terbiasa dengan teknologi. 
Bayangkan berapa jumlah anak-anak ujian sekolah yang main game di komputer. Benar sekali ini tidak ‘bermanfaat’ di mata sebagian orang namun sayangnya dari sini pula sebenarnya mereka terbiasa dengan teknologi. Anak-anak yang sering main game ini adalah sosok yang sama sekali tidak perlu diajarkan lagi cara login dan logout ke sistem ujian berbasis komputer. Artinya, pembiasaan dan kedekatan anak-anak dengan perangkat teknologi ini bisa dengan berbagai cara. Saya bahkan berujar bahwa ‘anggap saja ujian berbasis komputer ini seperti sedang bermain game!’
‘Permainan’ yang dimainkan peserta ujian ini dengan genre lebih serius dan menantang. Permainan ini juga bukan untuk bersenang-senang semata namun ada capaian yang akan diraih setelah itu. Dalam permainan ini tidak ada menang atau kalah tetapi siapa yang lebih unggul akan mendapatkan hasil terbaik. 
Dimulai dari ‘menyebut’ ujian berbasis komputer ini sebagai game yang memacu adrenalin, dari sini pula saya melihat peserta ujian lebih santai daripada kekhawatiran yang muncul kemudian. Saya terus-menerus berujar, ‘jawab saja soal-soal seperti sedang ikut kuis di smartphone atau di komputer!’ 
Memang, mungkin saja ‘motivasi’ ini tidak bermanfaat bagi sebagian orang yang menilai dengan sudut pandang akademis yang ribet. Jangan pernah dilupa bahwa peserta ujian masih berusia belasan tahun, masih suka senang-senang, masih gemar menggunakan otak kanan dibanding otak kiri dengan teori-teori membingungkan. Saatnya bersenang-senang dengan kebiasaan mereka itu sendiri yaitu dekat dengan perangkat ujian. 
Perangkat elektronik adalah pembiasaan di mana akan lupa tanpa dipegang. Terlepas dari bagaimana perdebatan setelah ini, pelajaran Teknologi dan Informasi (TIK) adalah kunci utama dalam menyukseskan UNBK di sekolah-sekolah manapun. Catatan penting bahwa tidak semua siswa di sekolah mampu mengoperasikan komputer tanpa diajarkan dengan benar, tidak semua memiliki laptop untuk sekadar bermain ‘game’, tidak semua orang tua mampu membelikan laptop dengan harga jutaan rupiah. 
Proses belajar komputer yang panjang dan rumit hanya akan bisa jika ditatih seperti menaiki anak tangga. Barangkali tidak dipercaya namun jika sempat singgah ke sekolah-sekolah, coba survei kecil-kecilan berapa banyak guru yang mampu mengoperasikan komputer. Maka, pembelajaran yang berbasis komputer akan sangat sia-sia di saat guru gagap komputer, malah tergantung kepada siswa di dalam kelas yang bisa komputer dengan sendirinya tanpa melewati pelajaran khusus di sekolah. Dihapusnya pelajaran TIK dari Kurikulum 2013 kemudian menjadi kontradiksi dengan pelaksanaan UNBK itu sendiri. UNBK dituntut teknologi sedangkan pembelajaran tidak mengajarkan teknologi hanya duduk manis di depan slideshow yang mungkin guru bidang studi tidak bisa membuatnya. 
UNBK dan kemampuan menggunakan komputer adalah wajib. Touchpad (papan ketuk) tidak mudah mengarahkan kursor ke jawaban benar tanpa pernah memegang laptop. Tetikus tidak akan bergerak jika belum pernah memeluknya sekalipun. Tentu, ini tidak cukup hanya dengan simulasi dan bahkan gladi bersih karena itu adalah pembelajaran dalam proses. Siapapun itu butuh waktu lama untuk mengetik sepuluh jari, menjalankan tetikus dengan benar dan sebagainya.
Catatan dalam beberapa bagian ini hanya dari sudut pandang satu madrasah semata. Namun, catatan ini menjadi penting untuk perkembangan dan pengembangan mencapai sukses pelaksanaan ujian berbasis komputer di tahun-tahun selanjutnya. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *