Categories
Uncategorized

Haruskah Aku Menikah Muda?

Menikah Muda – Mungkin ini cerita galauku yang belum tersampaikan. Di mana-mana orang bertanya kapan aku menikah dan dengan siapa aku menikah. 
Mudahkah pertanyaan ini aku jawab dengan benar. Ibarat soal-soal pilihan ganda yang kurangkai untuk siswa di sekolah, jawaban ini teramat sulit untuk aku temukan bahkan sukar sekali jikapun aku menghitung kancing baju.
Menikah muda.

Haruskah aku menikah muda? 

Pertanyaan ini sudah tidak layak lagi untuk usiaku. Namun kamu tahu, fisik terkadang menipu, usia tak pernah berhenti untuk jalan terus ke muara yang semestinya ia berada. 
Usiaku bisa sama dengan usiamu dan bisa pula berbeda. Sebuah pernikahan telah menjadi obrolan menarik apabila orang telah selesai status mahasiswa atau bahkan telah usai SMA sekalipun. 
Karena pada masa itu, organ reproduksi sedang gencar-gencarnya berperang melawan hawa napsu. 
Siapa yang kuat bertaruh, ia yang akan menang dan mendapatkan keturunan lucu dan bahagia. Siapa yang tidak kuat, maka akan kalah sampai dianggap mandul walaupun telah menikah muda. 
Menikah muda telah menjadi pembahasan menarik karena cinta ulala itu katanya begitu indah. Namun apakah sangat mudah sekali mengatakan will you marry me? kepada siapa saja yang menurut hati telah terpaut kepadanya. 
Banyak norma dan kebiasaan yang semestinya didobrak agar benar-benar duduk manis di pelaminan. Di Aceh ada soal mahar
Di kehidupan sosial ada soal pesta pernikahan besar-besaran. Di kesiapan mental, lidah tentu takut keseleo saat ijab kabul. 
Kesiapan menikah tak hanya untuk senang-senang di hari H saja, atau di malam pertama semata, atau satu dua hari ke depan. Mental yang kuat belum tentu fisik menjawabnya. 
Fisik yang macho belum tentu mental mengokohkannya. Perpaduan keduanya yang menghantam paradigma sehingga aku dan kamu benar layak untuk meminang atau dipinang. 
Aku yang meminang, kamu menerima pinangan jika hati telah bersatu. 
Cukupkah bermain di hati saja? Darah muda terkadang berada di puncak tertinggi untuk enggan mengalah. Aku dan kamu tak akan sama dalam bersikap dewasa. 
Emosiku bisa melonjak saat piring pecah di dapur karena tanganmu menyenggolnya. Emosimu bisa ke ubun-ubun saat aku tak dapat membawa pulang semangkuk beras untuk menghangatkan malam yang dingin. 
Aku tak terbiasa berbalas pantun di pesan singkat, kamu bisa merajuk seharian. Aku lupa menelepon karena satu dan lain hal, kamu bisa lupa juga menghidangkan nasi dengan telur dadar saat aku pulang sore hari. 
Nikah muda akhirnya berharap happily ever after karena kalimat ini obat paling mujarab sedunia. Aku ingin hidup sampai tua denganmu. Aku ingin sehidup semati denganmu. 
Aku ingin. Kamu belum tentu. Pola pikirku berbeda denganmu. Cara pandangku terhadap dunia tak sama denganmu. 
Kamu berharap sangat bahagia di akhir cerita cinta, aku belum tentu mau demikian apabila kaku tak bisa berbuah romantis sekalipun. 
Bahkan, terkadang, aku mencintaimu dengan caraku sendiri tanpa perlu kuungkapkan Aku Cinta Kamu, I Love You, Saranghae, lon galak gata…
Aura yang menggebu-gebu sehingga menikah muda menjadi alternatif untuk melawan zina. Tetapi apakah hidup ini hanya untuk melawan zina saja? 
Bagaimana dengan mental yang menjadi musuh utama dalam hidupmu? Ada orang yang dewasa teramat cepat walaupun belasan tahun. 
Sebagian yang lain, di usia yang hampir kepala tiga sekalipun belum bisa memahami kedewasaan tersebut dengan benar. 
Rejeki di tangan Tuhan, jangan takut menikah muda! 
Bagiku, selama kamu masih hidup dalam keadaan lajang atau sudah menikah, rejekimu masih ada. Ini bukan soal rejeki, menikah muda soal layak atau tidak kamu bersamaku dan demikian pula aku bersamamu. 
Apa kamu akan membuka pintu lebar-lebar saat hujan lebat di malam pekat? Apa kamu akan menarik selimut untukku saat sakit mendera? 
Apa kamu akan menanak nasi walaupun lauk tak ada? Apa kamu akan menyeterikan bajuku dengan rapi walaupun pewangi dan pelicin tak tersedia? 
Soal itu, soal ringan dan tak ringan. Cinta menggelora, menggebu tetapi sangat mudah menjadi abu. 
Piring retak hancur berkeping-keping jika aku belum membawa seekor kepiting yang kamu idamkan. Kasur bisa sampai berjamur apabila sabun cuci tak sanggup kubeli. 

Apakah harus memaksa semua orang menikah muda?

Menikah itu enak, aku dianggap murahan karena belum menikah. Oleh mereka yang telah menikah. Mereka yang terus bertanya, mengusik, menghardik soal pernikahan. 
Bagaimana dengan kamu. Apakah kamu juga memaksa orang lain untuk menikah muda? Untuk segera menikah? 
Hal ini kompleks, Kawan. Helaan napasku saja berbeda denganmu. Pompaan jantungku perdetik tak seteratur milikmu. 
Bagian di luar kamu enteng saja menganggapnya manis. Bagian di dalam, aku enggan membaginya semua denganmu. 
Menikah atau tidak di usia muda, jangan pernah cengeng jikapun seekor nyamuk menggigit tidur manismu!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *