Categories
Uncategorized

Imunisasi Measles Rubella (MR) di Sekolah Kami: Terpaksa, Dipaksa atau Memang ‘Wajib’

Tiba-tiba
pagi itu, Rabu, awal Agustus, bel tidak berbunyi meski jam pertama telah lewat
lima menit. Anak-anak masih berkeliaran di perkarangan sekolah seusai mengaji
pagi – seperti biasa di sekolah kami sebelum masuk kelas adalah mengaji
beberapa potong ayat. Anak-anak berlarian ke sana-sini, sebagian ada yang duduk
di depan kelas, sebagian lain berdiri dengan santai dan tawa terbahak terdengar
dari sana, serta antrean panjang di depan pintu kantin.

Saya pikir,
akan sedikit anak-anak yang datang di hari itu. Saya tahu, mereka mungkin ‘merasa’
ketakutan dan bahkan khawatir dengan apa yang akan terjadi beberapa jam ke
depan. Wajah mereka ada yang hampir pucat namun ada juga yang tenang-tenang
saja. Barangkali, mereka terlalu dini untuk mengetahui hal-hal yang dipikirkan
oleh orang dewasa kala itu. Anak-anak hanya terlihat ‘ketakutan’ membayangkan
jarum suntik dan juga ibu-ibu dengan seragam putih memenuhi ruang kelas.
Saya yakini
bahwa anak-anak telah terbiasa. Mereka bahkan terlalu sering menerima
kedatangan ibu-ibu berpakaian serba putih tiap awal semester. Ibu-ibu dengan
seragam putih itu terdiri dari perawat dan sesekali dokter dari Puskesmas dekat
sekolah kami. Mereka rutin memeriksa kesehatan anak-anak; mulai dari mata, cek
seluruh tubuh, mulut dan lain-lain. Kelas tujuh menjadi perhatian utama dalam
cek kesehatan ini. Mungkin memang, program ini milik Puskesmas tetapi kami di sekolah
sangat mensyukuri di mana anak-anak seusia menengah pertama, sulit sekali
mengecek kesehatan mereka. Belum lagi jika berbicara di kampung, jika tidak sakit maka tak perlu ke Puskesmas
atau ke dokter
.
Rabu itu,
mungkin berbeda dari cek kesehatan rutin sebelumnya. Anak-anak sudah dikasih
tahu sehari sebelumnya dan bahkan telah disurati kepada orang tua mereka, bahwa
keesokan harinya sekolah kami akan kedatangan petugas kesehatan, staf kecamatan,
TNI dan Polri serta tokoh masyarakat. Cek kesehatan kali ini bukan sekadar
meminta anak-anak berdiri di depan kelas lalu mengukur tinggi mereka, bukan pula
meminta mereka berdiri di atas timbangan, juga bukan meminta membaca beberapa
huruf dalam jarak beberapa meter di depan. Namun, ‘acara’ hari itu sangat
resmi. Ibu-ibu berseragam putih tidak langsung masuk ke kelas seperti biasanya.
Ibu-ibu ini yang didampingi oleh staf kecamatan, tokoh masyarakat bersama
kepala sekolah, memberikan arahan kepada anak-anak terkait apa yang akan mereka
terima.
Sekolah kami
adalah MTsN 1 Aceh Barat. Mungkin karena nomor satu sehingga menjadi prioritas
untuk banyak kegiatan. Program pemerintah dalam rangka Indonesia sehat juga berlaku di sekolah kami. Salah satu program
yang sedang dilaksanakan secara nasional adalah imunisasi Measles Rubella (MR)
atau dikenal juga dengan imunisasi Campak Rubella. Dinas Kesehatan sesuai arahan
dari pemerintah pusat memberikan imunisasi kepada anak-anak usia sekolah atau 9
bulan sampai dengan 15 tahun.
Seremoni Imunisasi
Measles Rubella (MR) di sekolah kami hanya berlangsung sesaat. Arahan demi
arahan diberikan hanya ‘sekadar’ memberikan pemahaman kepada anak-anak tentang
pentingnya imunisasi ini. Lepas dari itu, ada lebih 200 siswa yang akan
mengantre untuk divaksin Campak dan Rubella. Waktu yang berjalan cepat membuat
anak-anak cukup kewalahan dalam mempertimbangkan rasa takut yang melanda.
Anak-anak
lain yang sudah disuntik dengan lantang berujar, “Sakit kali, lho!” biasanya adalah anak laki-laki yang dengan sengaja
mendekati anak perempuan. Ada juga yang memperlihatkan tampang kesakitan
sehingga anak-anak lain menjadi ciut. Namun, ada pula yang santai lepas
disuntik dan kembali loncat sana dan sini. Masa anak-anak memang demikian dan
tidak bisa dipisahkan dari cara ‘main-main’ itu sendiri.
Siswa divaksin MR
Anak-anak
ada yang tidak sabar dan bahkan ada yang bersembunyi di dalam kelas. Antrean perkelas
dibuat agar memudahkan mendata anak-anak yang telah disuntik. Absen berlaku dan
seorang guru yang bertugas memanggil nama anak, dengan lantang menyuarakannya. Anak
yang dipanggil ada yang hilang kendali; menangis tersedu, bibir pucat dan
memanggil ibunya. Anak lain ada yang dengan gagah duduk di depan petugas
kesehatan yang akan menyuntiknya.
Petugas kesehatan
dari Puskesmas yang sebenarnya dikenal wajahnya oleh anak-anak tidak langsung
menyuntik mereka dengan vaksin Measles Rubella (MR). Anak-anak yang dipanggil
sebelumnya telah ditanya beberapa pertanyaan penting; apakah diizinkan oleh orang tua, apakah sedang sakit, apakah baru
sembuh, apakah ada makan pagi
, dan beberapa pertanyaan lain yang dianggap
penting sebelum vaksin diberikan.
Anak-anak
yang tidak mendapatkan izin dari orang tua dipersilakan untuk mundur, begitu
pula dengan anak-anak yang sedang sakit atau baru sembuh bahkan yang sedang
bersin-bersin sekalipun. Anak-anak yang dalam keadaan sakit dianjurkan untuk ke
Puskesmas apabila ingin mendapatkan vaksin Measles Rubella (MR). Petugas yang
datang ke sekolah kami memberikan pandangan bahwa obat yang diminum anak-anak
bersangkutan akan tumpang-tindih dengan vaksin yang diberi.
Pertanyaan singkat
namun sangat menentukan kesehatan anak-anak di kemudian hari. Petugas yang akan
menyuntik tidak jemu memberikan pertanyaan serupa kepada semua anak. Dalam keadaan
pucat dan mata tak bisa berpindah dari jarum suntik, anak-anak akan menjawab
dengan suara sedikit gemetar, “Iya dapat izin dari orang tua,” atau “Iya tidak
sakit,”
Petugas kesehatan bertanya kepada siswa yang akan divaksin MR.

Anak-anak
yang telah divaksin diperkenankan keluar ruangan dan diberikan tanda dengan spidol
di jari mereka. Tanda ini diberikan untuk memudahkan pendataan anak yang sudah
dan belum divaksin agar tidak disuntik untuk kedua kalinya. Sebuah kejadian
aneh terjadi dan baru dikasih tahu oleh anak bersangkutan setelah disuntik dua
kali. Anak tersebut telah disuntik dan langsung bermain dengan teman-temannya. Namun,
dalam percakapan yang terjadi di antara mereka, seorang teman dengan polos berkata
jika belum keluar darah maka harus suntik ulang. Anak tersebut masuk kembali
dan disuntik untuk kedua kali karena dirinya khawatir.

Meskipun banyak
yang khawatir, orang tuanya juga merasa takut namun sampai tulisan ini ditulis
anak tersebut tidak merasakan efek samping dari imunisasi Measles Rubella (MR).
Catatan penting adalah jangan lupa memberikan tanda kepada anak yang telah divaksin.
Tiada yang dapat memastikan daya tahan seorang anak. Kejadian ini patut disyukuri
karena anak bersangkutan tidak mengalami masalah kesehatannya namun jika
terjadi pada anak yang daya tahan rendah bisa dibayangkan apa yang diterimanya.
Memberi tanda siswa yang telah divaksin MR.

Kami memastikan
bahwa anak-anak yang telah divaksin tidak boleh masuk kembali ke dalam ruangan.
Kejadian dua kali vaksin menjadi pelajaran penting dan anak-anak lain pun akan
menegur temannya yang belum mendapatkan tanda usai disuntik. Anak-anak yang
belum divaksin akan duduk di dalam ruangan, menanti nama dipanggil sesuai
kelas. Misalnya, kelas A telah usai maka giliran kelas B yang akan masuk ke
dalam ruangan. Jadi, anak-anak tidak akan menunggu lama namanya dipanggil.

Siswa menunggu giliran dipanggil.

Namanya anak-anak,
sekali dikasih tahu mungkin akan segera lupa. Begitu pula yang terjadi di
sekolah kami. Saat anak-anak lain sedang divaksin, anak-anak yang telah
disuntik atau yang belum berkeliaran bebas di halaman sekolah. Saya pun menjadi
heran dengan pertahanan dari anak-anak ini. Lima menit lalu baru saja disuntik,
tidak tahunya sudah di lapangan voli bahkan dirinya yang memukul bola. Saat
ditanya sudah divaksin? Jawabnya sudah. Ditanya lagi apa lengannya tidak sakit,
“Biasa saja, Pak!”

Sikap
santainya anak-anak usai divaksin memang membuat hati kami – guru-guru – merasa
lebih tenang. Sebelumnya, telah tersiar kabar bahwa vaksin imunisasi Measles Rubella
(MR) banyak menimbulkan efek samping. Kami tentu khawatir namun program pemerintah
harus didukung untuk memberikan kesehatan lebih baik kepada anak-anak usia
produktif.
Siswa bermain voli di lapangan sekolah.

Halaman kembali
penuh dengan anak-anak yang telah divaksin. Seolah, mereka lupa bahwa beberapa
menit lalu baru saja menahan sakit di lengannya. Anak-anak dengan santai
memukul bola voli, terlihat biasa saja berlarian di perkarangan sekolah dan tak
memedulikan berapa uang jajan telah habis di kantin. Wajah mereka yang di pagi
begitu muram, menjelang pulang dalam bau keringat telah berubah seperti
biasanya – sediakala di hari-hari lain.

Anak-anak mungkin
tidak memikirkan perdebatan panjang orang dewasa. Anak-anak seolah ‘dipaksa’
dan ‘terpaksa’ menerima imunisasi Measles Rubella (MR). Namun kata ‘wajib’
kemudian datang dari pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan Majelis Ulama
Indonesia (MUI). Kisruh yang tidak diambil pusing oleh mereka yang menerima
vaksin tak lain demi mereka di masa depan. Tak ada yang tahu, saat ini mereka
mudah berlari, beberapa waktu kemudian bisa terkena penyakit. Saat ini mereka
begitu mudah tersenyum namun tak lama kemudian bisa sangat murah menahan sakit
ringan yang jika ditelusuri akibat virus yang belum tervaksin Measles Rubella
(MR).
Halaman sekolah yang ramai siswa.

Saya tentu
saja masih ingin melihat kegembiraan anak-anak di sekolah. Meski kami kerap
beralasan “Tak ada bola voli jam istirahat,” tetapi ada saja guru yang kasihan
dengan melempar bola ke lapangan. Anak-anak akan bersorak di perkarangan sekolah
yang sempit. Mereka boleh menoleh ke jalan raya melalui pagar sekolah tetapi
tidak boleh melewatinya. Terkurung di dalam perkarangan sekolah menjadi
kenikmatan tersendiri dalam berbuat onar, menjadi baik atau melewati masa-masa
remaja yang indah.

***
Jam sekolah
usai. Rabu yang menegangkan di sekolah kami menjadi galau panjang kemudian. Di mana,
share media cukup mengerikan dalam
memberitakan soal imunisasi Measles Rubella (MR). Namun, sekolah kami telah 99%
memberikan vaksin kepada anak-anak. Kepala sekolah tentu menerima tantangan
untuk menjawab kerisauan orang tua. Lantas, anak-anak bersekolah seperti biasa
keesokan harinya dan sampai kini.
Kami tidak
tahu apakah media yang memberitakan soal tumbangnya beberapa anak karena imunisasi
Measles Rubella (MR) benar atau tidak. Tetapi, saya bisa memberikan
jawaban  bahwa tidak ada anak-anak kami
yang mendapatkan efek samping usai menerima imunisasi ini. Sejauh ini, hanya desas-desus
namun tidak ada yang melapor ke guru, ada anak yang demam tinggi usai divaksin.
Memang, ada anak yang demam tetapi dirinya malah sekolah seperti biasa karena
sakitnya tidak terlalu parah.
Mungkin
saja, perdebatan masih panjang soal halal dan haram. Namun, kami telah melakukan
imunisasi dan tidak bisa membalik waktu. Anak-anak telah ceria seperti sediakala.
Orang tua juga sudah diam seribu bahasa. Saya berkonsultasi dengan seorang
teman, dr. Liza Fathariani, soal imunisasi terutama imunisasi Measles Rubella
(MR).
Liza
memberikan pandangan, “Sebenarnya tubuh
kita memiliki sistem imun yang berfungsi melindungi tubuh dari berbagai
penyakit. Ibarat tentara yang menjadi benteng pertahanan sebuah negara, maka
begitulah sistem imun itu berfungsi. Namun demikian, terkadang sistem imun
tubuh kita tidak cukup kuat untuk melindungi tubuh kita dari penyakit, malah
terkadang bisa menghancurkan sistem imun tersebut. Akan tetapi, ada cara untuk
memperkuat sistem imun tersebut yaitu dengan vaksinasi. Vaksin itu seperti
senjata dan amunisi tambahan untuk tentara. Jadi, ketika ada serangan musuh
(penyakit) yang kuat, si imun sudah bisa menumpas musuh-musuh tersebut. Dengan
vaksinasi, otomatis tubuh enggak sakit lagi kalau diserang penyakit. Orang tua
enggak perlu menghabiskan banyak biaya untuk berobat anaknya. Generasi muda
akan lebih kuat. Contoh nyatanya adalah polio. Bayangkan saja bagaimana kalau
virus polio masih mewabah. Berapa banyak anak-anak yang lumpuh layu. Tapi
dengan vaksinasi/imunisasi, bisa dikatakan Indonesia sudah bebas dari polio. Indonesia
nomor 2 di dunia untuk penyakit campak (measles). Kalau nggak diimunisasi,
tentara dalam tubuh enggak cukup kuat untuk melawan virus campak!
Aman Pulungan, Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), mengatakan bahwa, Satu anak
yang menderita CRS bisa menghabiskan 300-400 juta rupiah untuk tindakan
pengobatannya, belum lagi untuk terapi dan perawatan setiap hari selama
hidupnya. Ini sangat darurat, kita harus selamatkan generasi bangsa kita, ini
investasi bangsa kita
, (sehatnegeriku.kemkes.go.id, 24/08/2018).
Masih dikutip
dari laman yang sama disebutkan bahwa
jumlah total kasus suspek Campak-Rubella
yang terjadi dari tahun
2014 sampai dengan Juli
2018 adalah sebanyak
57.056 kasus. Di mana 8.964
di antaranya positif
Campak dan sisanya 5.737
positif Rubella. Badan Kesehatan
Dunia (WHO) tahun 2015 merilis
bahwa
Indonesia termasuk 10 negara dengan jumlah kasus campak terbesar
di dunia. Kasus ini
memang dianggap enteng tetapi sampai dengan
Juli 2018 telah tercatat 2.389 kasus suspek
Campak-Rubella dengan 383
positif Campak dan 732 positif Rubella. Kita tentu tidak bisa main-main dalam menjaga anak-anak dari penyakit. Kesadaran
itu sangat penting daripada mendebatkan banyak persoalan.
Imunisasi Measles
Rubella (MR) yang kini tengah pro dan kontra sebenarnya vaksin yang diberikan
mengombinasikan
vaksin Campak atau Measles (M) dan Rubella (R) untuk
perlindungan terhadap penyakit Campak dan Rubella. Vaksin ini diberikan untuk anak usia 9 bulan
sampai dengan kurang dari 15 tahun. Imunisasi ini juga masuk ke dalam imunisasi
rutin dan menggantikan imunisasi Campak untuk anak usia 9 bulan, 18 bulan dan kelas
1 sekolah dasar. Efek samping yang signifikan tidak ada selama imunisasi ini
namun demam ringan, ruam merah, bengkak ringan maupun nyeri di tempat suntikan tak
lain reaksi normal yang akan menghilang dalam 2 sampai 3 hari.
Penyakit Rubella
ini memang seringkali dianggap ringan namun anak-anak yang terinfeksi dengan
mudah menularkan kepada ibu hamil. Janin yang terkena Rubella akan mengalami
Congenital Rubella
Syndrome (CRS)
yang akibatnya adalah kecacatan permanen
seperti kebutaan, ketulian, kebocoran jantung dan otaknya kecil.

Dikutip dari laman nhs.uk (13/07/2018) menyebutkan bahwa, “Vaksin MMR sangat aman dan kebanyakan efek
samping ringan dan berumur pendek. Karena vaksin MMR menggabungkan 3 vaksin
terpisah dalam 1 suntikan, setiap vaksin dapat menyebabkan efek samping yang
berbeda yang dapat terjadi pada waktu yang berbeda.
Indonesia menjadi negara berkembang yang tingkat
kepedulian terhadap kesehatan masih kurang.
Imunisasi Measles Rubella (MR) yang masih
diperdebatkan menjadi bagian dari keraguan itu sendiri. Padahal, jika kita
bicara soal imunisasi, pemerintah melalui
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 4 tahun
2016
menegaskan bahwa, “Imunisasi pada dasarnya dibolehkan (mubah) sebagai
bentuk ikhtiar untuk mewujudkan kekebalan tubuh (imunitas) dan mencegah
terjadinya penyakit tertentu.

Dalam hal jika seseorang yang tidak diimunisasi
akan menyebakan kematian, penyakit berat, atau kecacatan permanen ya
ng mengancam jiwa, berdasarkan pertimbangan ahli yang
kompeten dan dipercaya, maka imunisasi hukumnya wajib.
Imunisasi memang
dari dulu banyak menimbulkan perdebatan tetapi jika melihat dari kondisi di
kehidupan masyarakat, maka imunisasi ini penting sekali bahkan dalam waktu
jangka panjang. Misalnya, masalah penyakit polio yang sebenarnya ‘perlahan-lahan’
baru tertular dan ini diabaikan namun begitu terlihat nyata di lapangan
langsung kalang-kabut. Jika telah terkena dampak maka tidak ada solusi untuk
mencegahnya lagi selain pengobatan dan bahkan tidak hanya biaya tetapi cacat
permanen tidak bisa dihindari.
Pemerintah dalam
hal ini Kementerian Kesehatan dan MUI telah duduk bersama dalam memberikan yang
terbaik untuk negeri. Kesepakatan demi kesepatan telah dibentuk yang tidak lain
untuk Indonesia sehat dan Indonesia lebih baik yaitu dengan
Imunisasi Melindungi Generasi Bangsa dari berbagai penyakit.

Menteri Kesehatan RI, Nila Farid Moeloek, dalam sosialisasi program imunisasi MR – sehatnegeriku.kemkes.go.id

Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan Fatwa Nomor
33 tahun 2018 yang menyatakan bahwa para ulama bersepakat untuk membolehkan
(mubah) penggunaan vaksin Measles Rubella (MR) yang merupakan produk dari Serum
Institute of India (SII) untuk program imunisasi saat ini. Keputusan ini
didasarkan pada tiga hal, yakni kondisi darurat syar’iyyah, keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya
menyatakan bahwa terdapat bahaya yang bisa timbul bila tidak diimunisasi, dan
belum ditemukan adanya vaksin MR yang halal dan suci hingga saat ini. (sehatnegeriku.kemkes.go.id, 24/08/2018).

Elemen masyarakat dan pihat terkait menyoal vaksin MR – sehatnegeriku.kemkes.go.id

Perlindungan
Imunisasi
diperlukan
dari sekarang untuk generasi yang lebih sehat di masa depan. Dalam berdebat
memang selalu ada pendapat masing-masing. Demikian pula soal boleh atau tidak
anaknya diimunisasi dengan vaksin MR. Sama halnya yang telah kami lakukan di
sekolah, orang tua tidak mengizinkan maka anak tersebut tidak diberikan
imunisasi. Kami kembalikan masalah kesehatan yang kemudian terjadi kepada orang
tua. Saat itu, kami hanya memfasilitas sekali dan lepas dari itu adalah proses
belajar mengajar yang kembali terjadi di ruang kelas. Kami hanya khawatir,
anak-anak yang rentan sakit tidak bisa berkonsentrasi di dalam kelas atau
sering sekali bolos sekolah!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *