Categories
Uncategorized

‘Bersihkan Hari Aktifmu’ selama di Sekolah dengan Minuman Madu Lemon yang Segar

Begitu pagi, waktu seakan sangat tergesa-gesa. Kokok ayam seolah-olah tidak mau didengar karena dengan itu segala aktivitas segera dimulai. Kata terlambat mungkin sangat jamak tetapi mau tidak mau akan mendapat hukuman setimpal. Berpikir bahwa ini berlaku untuk mereka yang akan dipotong tunjangan kerja harian, tetapi di sekolah kami juga tak ada kata terlambat.

Siswa-siswi berlari ke dalam perkarangan sekolah di pukul setengah delapan tiap harinya. Hari itu, 25 Juli 2018, anak-anak juga tidak mau dinina-bobokan oleh waktu yang memburu, menghadang siapa saja yang terlena. Kata terlambat akan menjadi sangat menakutkan bagi mereka; mungkin akan malu, kena hukuman dari guru dan jadi bahan ejekan teman-temannya.

Anak-anak di sekolah kami, sulit sekali untuk terlambat karena mereka ‘tidak mau’ mengaji di depan guru seorang diri. Benar sekali. Sekolah kami menerapkan mengaji pagi, beberapa potong ayat saja, sebelum masuk ke dalam kelas. Biasanya, salah satu kelas akan memimpin dengan mengirim perwakilan sedangkan yang lain akan mengikuti penggalan-penggalan ayat yang diucapkan. Piket harian telah ditentukan. Anak-anak mengejar ke barisan tengah atau depan, di mana itulah posisi paling aman. Meski, anak-anak di barisan belakang juga ‘aman’ tetapi tidak tertutup kemungkinan akan disusupi anak-anak lain yang terlambat. Posisi ini paling rentan untuk dipanggil guru yang sedang berjaga di tengah lapangan.  
Siswa-siswi mengaji pagi.
Pagi yang bersih. Polusi yang masih malu-malu. Namun, aungan kendaraan begitu menyesak dada. Semua berburu. Semua mengejar ‘keterlambatan’ yang enggan terjadi. Suara anak pemimpin mengaji pagi di depan kelas terdengar sangat nyaring. Suara lantang dan paraunya memadu irama yang benar-benar halus dan tergoda untuk segera mencapai keindahan-keindahan lain yang tak terdefinisi. Tiap hari, ‘sengaja’ pemimpin mengaji dipilih yang benar-benar bagus bacaannya, panjang pendeknya, sehingga anak-anak lain ikut berbawa suasana.
Tak bisa tidak. Aktifnya kami di sekolah telah dimulai. Mengaji pagi telah usai maka saatnya berburu waktu ke pintu kantin; mereka sarapan berdesak-desakan sebelum masuk ke dalam kelas untuk menerima pelajaran pertama. Udara yang bersih membuat aktivitas pagi tidak bisa dibendung. Masuk ke kelas pun dengan penuh semangat meskipun anak-anak tetap gaduh dengan kapasitas mereka sebagai seorang siswa.
Di tiap pagi, anak-anak terlambat akan berlari masuk ke dalam kelas. Hukuman pertama lolos dengan mudah. Hukuman kedua dari guru bidang studi di dalam kelas belum tentu. Padahal, keringat mulai membasahi kening mereka. Anak-anak yang terbiasa terlambat, mungkin akan biasa saja menghadapi guru dengan seribu alasan. Namun, anak-anak yang jarang sekali terlambat akan tergagap di depan kelas. Mau tidak mau, pikiran mereka harus segera terjaga, harus segera aktif untuk memberikan jawaban kepada guru dan menerima hukuman lagi.
Saya termasuk guru yang ‘enggan’ memberikan hukuman dalam bentuk fisik. Namun, hukuman yang halus itu cukup membuat anak-anak terlambat ini lebih baik diminta berdiri menghadap tiang bendera daripada menghapal perkalian atau mengurutkan besaran pokok beserta satuannya. Bagi saya, tidak ada pilihan. Meski pelajaran itu di kelas tujuh, jika masuk jam pertama di kelas sembilan, hukuman paling ringan adalah menghapal besaran-besaran fisika tersebut.
Mereka akan mulai aktif. Mereka akan berkeringat lebih banyak. Bahkan, ada yang meminta lari keliling lapangan sebagai pengganti hukuman. Saya akan menjawab, “Mungkin kamu salah masuk kelas, sekarang pelajaran Fisika lho!”
Anak-anak akan ciut. Tertatih dalam menghapal dan mencari irama yang sepadan untuk menyelesaikan hukuman. Saya biasanya tidak mau membuang banyak waktu. Lima menit berlalu belum usai hukuman, saya langsung menyilakan anak terlambat untuk duduk agar pelajaran bisa segera dimulai.
Lalu, seterusnya akan demikian. Kami mengikuti irama yang benar-benar indah di sekolah sebagai guru dan siswa. Pagi ke siang bahkan di sore hari sesekali, kami akan memacu diri dalam waktu, memeras otak dan menatih fisik untuk mencapai prestasi atau mungkin lebih tepat tentang masa depan mereka. Siswa-siswi saya di MTsN 1 Aceh Barat adalah anak-anak yang beranjak remaja aktif. Seolah, tak ada lelah dalam diri mereka untuk memperjuangkan hari-hari. Usai berlari di pagi, mereka tetap saja loncat sana-sini di dalam kelas, di jam istirahat bahkan menjelang waktu pulang.
Di dalam kelas yang ricuh, sibuk dengan masa kanak-kanak yang sedang beradaptasi dengan masa remaja, selalu saja suara saya jadi serak. Jiwa anak-anak masih terekam indah di benak siswa-siswi saya. Teori saja tidak cukup untuk menjelaskan, saya harus berteriak untuk menyeimbangkan suara dengan anak paling sering berbicara di dalam kelas atau kelas sebelah yang bagai kapal karam. Soal-soal rumit juga tidak mudah diberikan karena anak-anak akan bolak-balik ke meja guru dan ke bangkunya untuk bertanya.
Aktifnya saya barangkali berbeda dengan aktifnya kamu. Saya tidak hanya mondar-mandir dari satu bangku siswa ke bangku siswa lain. Saya juga harus memasang pendengaran yang lebih kuat saat siswa di sudut kelas bertanya dengan suara pelan sekali. Saya harus menjawab satu persatu. Memahami pertanyaan mereka dengan benar sebelum memberi jawaban yang pasti. Tak bisa sekadar iya atau tidak karena salah angka saja hasil akhir bisa salah juga. Demikian saya berpaku di dalam kelas lalu berganti kelas lain dengan teori yang berbeda.
Pagi yang indah makin menanjak tajam. Usai jam pelajaran 1 sampai 3, saya harus berpindah ke kelas lain untuk jam pelajaran 4 sampai 6 dengan selang jam istirahat setelah jam keempat. Di jam istirahat kadangkala tidak ada kata duduk santai di kantor, ada saja yang harus dikerjakan, membantu guru-guru lain yang gagap teknologi dengan membenari pengaturan pengetikan di Word, atau meladeni siswa yang tiba-tiba datang dengan soal yang belum dipahami dengan benar.
Usai pelajaran penuh semangat.
Mungkin kamu lihat saya bersantai dengan siswa di sini. Santainya guru tentu berbeda. Di sela-sela mengajar, ada saja canda yang harus dibangun antara guru dengan siswa. Mungkin aneh, tetapi itu perlu. Anak-anak yang telah terkontaminasi dengan kehidupan teknologi mau tidak mau harus diladeni dengan cara mereka. Pelajaran usai, maka saya akan memberikan ruang kepada anak-anak untuk membagikan kisah mereka. Anak-anak akan suka sekali mendengar ‘ceramah’ saya soal smartphone terbaru atau pengalaman traveling yang merupakan berkah dari menulis. Saya leburkan diri dalam mau siswa karena dengan demikian saya percaya bahwa siswa akan aktif berpikir tentang masa depan, tentang hari ini dan beberapa detik kemudian.
Minuman madu lemon yang segar, cocok diminum usai mengajar.
Tidak mudah untuk mencapai titik semangat yang diinginkan. Ricuh siswa di kelas. Siswa yang tidak mau mengerjakan tugas. Siswa yang suka permisi ke toilet. Semua dinikmati. Semua dilakoni karena energi positif itu akan datang dari dalam diri saya dan juga minuman segar yang harus segera diminum. Seperti yang sudah saya sebut, seorang guru akan terus berteriak-teriak di dalam kelas dan dengan demikian membutuhkan minuman pelega kerongkongan. Minuman Madu Lemon menjadi pilihan saya karena kesegarannya tidak bisa dikalahkan dengan yang lain. Khasiat madu sudah tidak bisa dinafikan lagi untuk kesehatan terutama kekebalan tubuh manusia. Khasiat lemon benar-benar sangat baik untuk seorang pekerja yang mengandalkan suara seperti saya. Kerongkongan saya akan segera lega dengan meneguk NATSBEE Honey Lemon. Minuman ini mampu memberikan semangat lebih untuk saya yang akan mengejar pelajaran di kelas lain sampai waktu pulang di jam 2 siang.
Minum dulu Natsbee Honey Lemon sebelum masuk kelas lain.
Jam istirahat adalah waktu bersenang-senang untuk siswa. Saya benar-benar tidak habis pikir soal anak-anak ini. Aktifnya mereka sudah di atas batas. Mungkin karena usia remaja, mungkin karena di sekolah, mungkin karena begitulah kepuasan dalam diri mereka. Di jam istirahat ini, meski guru sudah berujar, “Nggak ada bola voli!” tetapi mereka akan bolak-balik, bergantian dari yang lugu sampai yang tidak main voli sama sekali untuk masuk ke dalam kantor, “Pak, minta bola boleh?” atau “Bu, kami main voli sebentar boleh?”
Saya seringkali tersenyum. Di antara guru yang jutek ada saja guru yang baik hati, “Daripada mereka keluar pagar kasih saja,” dan apa yang terjadi adalah sorak-sorai bergembira di lapangan voli. Suara bola dipukul tak bisa dikibuli. Anak-anak bergantian main atau bahkan tak tentu permainannya, yang penting bisa memukul bola. Saat bel masuk kembali dibunyikan, kocar-kacir mereka ke kantin untuk membeli minum.
Siswa bermain voli di lapangan sekolah.
Tak cuma sekali saya menjadi penyelamat bagi anak-anak yang lelah bermain voli. Saya yang baru keluar kelas akan senang menonton mereka di lapangan. Anak-anak yang mereka ‘dekat’ dengan saya tidak segan meminta minuman yang saya baru minum. Mereka seolah tak peduli minuman itu telah saya teguk setengahnya. “Bagilah, Pak!” atau “Pak, jangan pelit-pelit,” hati saya tetap saja luluh karena berpikir juga, mungkin uang jajannya telah habis.
Dengan ikhlas saya memberikan botol minuman dengan Vitamin C itu untuk melegakan haus mereka. Memang tidak cukup tetapi ada saja cara anak-anak membagikan minuman yang tinggal setengah botol itu untuk beramai-ramai. Kebersamaan itu tidak mudah didapatkan namun saya benar-benar menikmati saat-saat bersama anak-anak di sekolah.
Sedia Natsbee Honey Lemon untuk legakan kerongkongan.
Saya belajar banyak hal dari anak-anak di sekolah. Mereka selalu melawan gaya hidup tidak sehat dengan rutin berolahraga. Olahraga telah menjadi bagian terpenting bagi mereka. Bahkan, guru-guru lain sempat kesal dengan berujar, “Apa-apa bola!” atau “Tiap keluar main selalu bola!” atau “Tak lelah kau makan bola?”
Di sisi lain, saya juga heran meskipun tiap jam istirahat mereka aktif di lapangan voli, masuk kelas dengan bau keringat menyengat namun di hawa panas itu mereka masih bisa belajar. Anggapan hanya anak-anak ‘bandel’ saja yang main voli barangkali tidak benar. Di antara mereka, ada saja anak-anak patuh dan bahkan anak pintar yang ikut bermain dan bisa kembali fokus belajar setelah itu. Entah mereka lupa baru lelah memukul bola, membentuk bodi lebih bagus, membuat kaki lebih jenjang, dan baju basah keringat di lapangan.
Begitulah kami di sini. Mungkin tidak terstruktur karena bukan jam olahraga tetapi kok main voli. Tetapi, bagi saya sendiri, sikap anak-anak yang bisa kembali fokus belajar setelah itu menjadi sebuah semangat yang tidak bisa digantikan dengan yang lain. Mungkin saja anak-anak akan stress jika dibatasi ruang gerak mereka. Anak-anak kami di sekolah ini termasuk anak-anak yang patuh. Bel berbunyi mereka akan segera masuk kelas. Saya selalu ingin berujar kepada mereka, “Bersihkan hari aktifmu dengan minuman madu lemon yang segar!” karena dengan demikian tubuh mereka akan menyerap kembali asupan minuman yang membuat kembali konsentrasi belajar.
Minum Natsbee Honey Lemon saja!

Masa-masa indah di bangku sekolah memang akan menjadi kenangan paling manis di kehidupan mereka. Saya tidak mau melewatkan momen ini dan membagikan kenangan manis itu untuk mereka. Inilah cerita saya bersama Natsbee Honey Lemon bersama siswa-siswi yang selalu aktif sepanjang waktu. Bagaimana cerita kamu?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *