Categories
Uncategorized

Wonderful Indonesia; Titip Rindu dari Jejak Tsunami Aceh

Entah rindu
darimana mendera begitu saja jika bicara Aceh. Terkesan begitu cengeng saat
menyalut luka ke permukaan. Tetapi, tak ada seorang manusia mampu menghalau
perkara ini; mungkin akan berbeda dengan mereka yang amnesia. Di saat sendiri,
adalah potongan ayat senja yang pernah melabuh luka terperih lewat sewindu
lalu. Tak mau dikenang namun melintas begitu saja.

Tiap waktu,
adalah itu yang dilihat, dirasa dan diraba. Maka, wajar jika rindu berpendar ke
mana-mana karena ia merasa akan iba dan suka yang pernah mengabadikan kenangan.
Potongan itu saya mulai dari bibir pantai yang akhir 2004 hanya jerit tak
bersuara dalam kecamuk ombak ganas. Sebuah pantai yang indah, tak ada kata
untuk menjabarkan tiap kenangan dari sini. Meski saya memberi definisi dalam
banyak warna, tidak ada yang bisa mendeskripsikannya dengan sempurna keindahan
di dalam dirinya. Semenit saja berlalu, haluan itu akan berbeda bahkan
memberikan suguhan lebih manis dari sebelumnya.
Kau tak
akan pernah lupa tentang Cut Nyak Dien atau Teuku Umar. Begitu juga dengan kami
di sini. Di Ujung Kalak yang penuh sejarah, pernah disapu tsunami hingga ke
akar-akarnya, tugu kopiah menjadi tempat paling bersejarah di pantai barat
Aceh. Kau mungkin berpikir bahwa kami gagal move
on
karena musibah mahadahsyat sepanjang kehidupan manusia itu. Tetapi, roda
becak di seputar Kota Meulaboh tak pernah berhenti. Deru mesin kendaraan makin
hari makin banyak. Kota yang dulu pernah sepi, dalam sekejap bangkit dan
mengubah haluan menjadi salah satu kota ‘metropolitan’ di Aceh.
Memang,
dalam sejengkal kau bisa menemui warung kopi tetapi kota ini telah menabur
keindahan dalam menciptakan wonderful
Indonesia
dalam sesaat. Mari kita mulai dari bibir pantai, tempat di mana
Tugu Kopiah Teuku Umar telah berdiri kembali – serupa – seperti dahulu. Deru
ombak tak pernah berubah dari waktu ke waktu; gahar, ganas, menggeliat, menabur luka, memerihkan hati, dan juga
sangat lembut di sisi lain dalam mengalun pernak-pernik rindu pada luka dan
suka.
Pantai Aceh Barat yang meleburkan rindu bersama matahari terbenam.
Tiap sore, pantai
yang hanya lima menit dari pusat kota ini dipenuhi oleh muda-mudi sekitar, juga
dari daerah lain. Alam selalu berbicara dalam definisi berbeda tentang
keindahan. Matahari yang terbenam di tiap senja memancarkan aroma yang lebih
perkasa meski usianya tak lagi muda. Awan bergumpal membentuk ‘payung’ yang
teduh di senja hari. Angin laut yang kencang menggoyang-goyangkan daun kelapa
yang telah tinggi lagi, meskipun tsunami
telah mencabutnya sampai ke akar.
Apakah
ombak di sini masih ganas? Tentu. Di mana-mana barangkali demikian. Sejauh mata
memandang adalah laut yang tak pernah berhenti mengayunkan nada-nada terindah. Kepiting-kepiting
kecil bersorak gembira saat menjumpai bibir pantai, lalu membawa kesan kecewa
saat air laut surut. Mereka ditinggal, dalam ingin dan tak ingin kembali
mengejar ombak yang datang silih berganti.
Matahari terbenam adalah keindahan di sini.
Kau yang
suka aroma laut. Bibir pantai yang indah. Buih yang memiliki irama tersendiri. Pantai
ini cukup menjadi pelepas dahaya itu. Bukan belok kanan Barcelona, tetapi belok
kanan dari jalan Manek Roo, Kota Meulaboh, Aceh Barat, kau akan menemukan tugu
pahlawan Indonesia itu, ciri khas yang kami punya, segala upaya untuk
dikenalkan kepada banyak orang, kemudian deru ombak mengalun sangat merdu di
belakangnya.
Ombak yang indah di pantai Aceh.
Saya
menyukai keindahan ini. Walaupun tiap hari adalah laut. Meskipun tiap saat
selalu mendengar deru ombak. Jelang tidur adalah hentakan lautan dalam perang
ombak besar. Saya selalu menikmati keindahan ini karena seolah-olah hanyalah kami yang punya! Bukankah
sebuah gambar bisa menjabarkan suasana hati dan keadaan? Mungkin saja gambar di
atas bisa menjelaskan kondisi pantai kami usai tsunami. Ini bukanlah lukisan
tangan, ini perkara ketangkasan mengarahkan kamera smartphone lalu berkejaran dengan ombak agar sepatu tidak basah.
Tiap senja,
saat matahari tidak lagi panas, kau akan menemui sepilu apapun irama laut di
pinggir pantai ini. Bukankah ini sangat menggoda rasa?
Tugu Kopiah Teuku Umar di Aceh Barat.
Lihat
kopiah model begini, tentu Aceh di dalam benak banyak orang. Benar sekali. Itu
tentang kami. Tentang pahlawan dari jati diri kami. Tentang kenangan pahit dan
manis. Tentang perang sebenarnya melawan penjajah. Juga, tentang keindahan tiap
senja jika suatu saat kau ke mari. Kopiah Teuku Umar menjadi landmark di Kota Meulaboh. Tempat ini
menjadi persinggahan banyak orang, bukan saja mengenang sejarah tetapi
‘keindahan’ yang hanya bisa dijabarkan jika kau merasa sendiri di sini
nantinya!
Lantas, penat
yang sebenarnya belum ada saat mengelilingi Kota Meulaboh yang kecil, kau pasti
wajib mencicipi kopi ciri khas Bumi Teuku Umar. Kopi terbalik atau kupi khop. Segelas saja dengan ampas
yang hampir setengah gelas, akan membuat mata terbelalak hingga pagi. Kerasnya
kafein dari kopi ini tiada tanding namun cara mencicipinya juga sangat
istimewa.
Menikmati kopi terbalik di Aceh Barat.
Jangan
pernah kau angkat gelas ini. Jangan pula khawatir kopi tidak keluar. Kau cukup
meniup perlahan lalu rasa kopi yang pahit langsung membangunkan nada-nada indah
di alam bawah sadar. Tiup lagi. Hirup lagi. Sesederhana itu tentang keindahan
di kami, pada wonderful Indonesia
yang lain, yang lebih kompleks dari sekadar kopi mahal!
Catatan
untuk kau yang mungkin akan singgah di sini, tidak semua warung kopi
menyediakan kopi terbalik. Jadi, saya sarankan untuk ke tempat khusus yang
mungkin guide dari rombonganmu tahu
tentang itu. Duduk di warung kopi di tengah kota, dengan Wi-Fi sangat kencang
barangkali sama dengan kehidupan perkotaan yang kau jalani. Lekuk jalan yang menanjak,
masuk ke pemukiman penduduk yang padat, kau akan menemui gelas-gelas kopi
terbalik ditiup dan dihirup. Nikmat aromanya.
Candu.
Tentu. Kau tak akan pernah bisa melupakan ‘rasa’ segala rupa yang dihadirkan
kopi ini. Sekali dihirup, berkali-kali keinginan untuk mengulang waktu.
Dan, kita
tutup tentang wonderful Indonesia dengan sujud
panjang di Masjid Agung di tengah Kota Meulaboh. Kubah orange juga menempatkan rindu teramat sangat. Tiang-tiang tinggi
adalah saksi tsunami lalu. Namun keindahan yang kini terasa lebih kepada
kebahagiaan dari rasa syukur tak pernah henti.
Masjid Agung Baitul Makmur di Meulaboh, Aceh Barat.
Jika di
Banda Aceh ada Masjid Raya Baiturrahman, maka di Meulaboh adalah Masjid Agung Baitul
Makmur dengan segala keanggunan yang dimilikinya. Arsitektur yang mirip gaya
bangunan Eropa dipadu dengan ciri khas Timur Tengah membuat masjid ini tak
hanya sebagai ikon tetapi wisata religi bagi hampir semua orang yang singgah. Letaknya
di pinggir jalan utama lintas barat selatan Aceh – juga menuju ke Medan –
menjadikan masjid ini sangat strategis. Kini, saatnya kau merasakan sendiri
teduhnya keindahan di atas lantai keramik yang dingin, langit-langit yang
tinggi dengan kaligrafi indah di sekitarnya!

***

Artikel ini diikutsertakan dalam Wonderful Indonesia Blog Competition. Tertarik ikut lomba ini? Ayo tuliskan tentang keindahan Indonesia dan daftarkan di sini https://goo.gl/forms/RJuGs5pjTXEj5ZpD3

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *